Sepanjang acara berlangsung, Emma terus menikmatinya dengan sukacita. Meskipun ia memang tidak bisa melihatnya dengan jelas, tapi mendengarkan suara dentuman musik dan juga suara hiruk pikuk di sekitarnya yang begitu meriah sudah membuat Emma merasa bahagia. Sebagai seorang manusia, ia memang sering menuntut lebih dalam doanya. Tapi ia menyadari jika ada kalanya ia tidak bisa meminta segalanya pada Tuhan, hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk menerima apapun yang telah diberikan Tuhan padanya. Toh ia masih memiliki alat indera yang lain, jadi ia tidak perlu terlalu meratapi nasib kedua matanya yang cacat karena serangan perampok saat ia masih berusia lima tahun.
Malam itu ibu dan ayahnya baru saja kembali dari rumah neneknya di desa. Karena neneknya sakit, mereka berdua pulang sedikit larut malam. Emma kecil yang saat itu berada di rumah bersama bibi Fiona mendengar suara deru mobil milik kedua orangtuanya di halaman, memutuskan untuk menemui kedua orangtuanya di bawah, karena ia sangat merindukan mereka. Tapi, tanpa sepengetahuan penghuni rumah itu, ternyata sekawanan perampok sedang sibuk mengumpulkan barang-barang berharga yang berada di rumah itu.
Saat kedua orangtua Emma masuk ke dalam rumah, mereka terkejut dengan sosok sekawanan perampok yang begitu mengerikan itu. Dengan sigap ayah Emma segera menghubungi polisi untuk melaporkan kejadian perampokan di rumahnya. Tapi nahas, perampok itu justru menembak ayah Emma terlebihdahulu sebelum ayah Emma berhasil menghubungi polisi. Melihat suaminya telah terkapar tak berdaya, nyonya Yvonie menjadi histeris dan langsung berteriak-teriak memanggil bantuan pada tetangga-tetangganya. Karena panik, akhirnya perampok itu memutuskan untuk menembak nyonya Yvonie juga agar wanita itu tidak terus berteriak dan membangunkan seluruh tetangganya yang sedang tertidur.
Emma yang melihat semua kejadian itu hanya mampu menangis tersedu-sedu di lantai atas tanpa peduli pada dua orang perampok yang mulai bergerak ke atas untuk melenyapkannya juga. Lalu saat dua perampok itu sudah berada di dekatnya, Emma kecil segera berlari menuju kamarnya untuk bersembunyi. Tapi langkah kakinya yang tak beraturan itu membuatnya jatuh terjungkal dan kedua matanya membentur pinggiran kursi. Melihat Emma yang bersimbah darah, kedua perampok itu menjadi panik dan segera berlalu pergi tanpa menolong Emma yang menangis tersedu-sedu karena kedua matanya terasa perih. Sejak saat itu, Emma mengalami kerusakan kornea dan tidak dapat melihat dengan jelas.
Awalnya ia masih bisa melihat, meskipun terkadang apa yang ia lihat menjadi kabur atau ia hanya dapat melihat hanya sebatas lima meter dari tempatnya berdiri. Namun semakin lama, kerusakan korneanya semakin parah. Dokter telah menyarankan pada Emma untuk melakukan operasi cangkok kornea. Tapi karena adanya keterbatasan biaya, akhirnya Emma harus bertahan dengan kedua matanya yang semakin lama semakin meredup itu.
Prok prok prok
Suara riuh tepuk tangan berhasil mengejutkan Emma dari lamunan panjang masa lalunya. Wanita itu kemudian semakin mempertajam indera pendengarnya agar ia dapat mendengarkan sambutan yang sedang diberikan oleh Tiffany. Ketika mendengar suara Tiffany untuk pertama kalinya, Emma sudah bisa membayangkan jika Tiffany adalah sosok wanita cantik yang anggun dan juga berpendidikan, karena setiap kata yang dilontarkan Tiffany semuanya terangkai dengan begitu indah.
Namun tiba-tiba saja Emma teringat pada nyonya Han yang saat ini sedang menjaga toko sendirian. Karena terlalu antusias menyaksikan acara pembukaan butik baru milik Tiffany, Emma menjadi lupa waktu dan juga melupakan tugas-tugasnya. Dengan terburu-buru, Emma mulai melewati satu persatu tamu undangan yang hadir di sana sambil terlebihdahulu meminta maaf pada mereka karena telah mengganggu kenyamanan mereka. Samar-samar ketika Emma akan berjalan keluar butik tersebut, Emma masih dapat mendengar suara MC yang sedang berteriak heboh menyambut kedatangan Jack yang akan naik menuju panggung untuk menyerahkan buket bunga khusus untuk Tiffany.
"Siang ini aku membawa bunga istimewa untuk kekasihku dan aku juga akan melamarnya di depan kalian semua.”
Suara riuh tepuk tangan dan siulan menggoda langsung menggema di seluruh penjuru ruangan itu dengan heboh. Emma yang mendengar hal itu hanya dapat tersenyum tipis sambil meratapi nasibnya yang tidak akan pernah mendapatkan perlakuan seistimewa itu dari pria manapun karena tidak akan ada seorang pria pun yang mau mendekati seorang gadis buta sepertinya.
Tanpa menunggu-nunggu lagi, Emma segera berjalan menuju taksi kuning yang sejak tadi telah menunggunya. Andai saja Tuhan memberiku kesempatan untuk menjadi seperti Tiffany, batin Emma lesu sambil menatap kosong pada bayangan pemandangan luar yang tampak bergerak konstan, mengikuti laju taksi yang ditumpanginya.
-00-
“Tiffany, maukah kau menikah denganku, menjadi pendamping hidupku di kala sedih dan susah, serta menjadi ibu dari anak-anakku kelak?”
Tiffany menutup mulutnya tak percaya sambil menatap takjub pada Jack yang saat ini sedang bersimpuh di depannya sambil menyodorkan sebuah cincin berlian berwarna putih yang terlihat begitu cantik. Suara-suara para hadirin yang saling bersahut-sahutan, meneriakinya untuk segera menerima cincin itu dan menerima Jack sebagai calon suaminya. Tapi ia tidak ingin terlalu terburu-buru, ia ingin menikmati momen ini sedikit lebih lama, karena momen itu sudah pasti tidak akan terjadi dua kali. Meskipun Jack bisa mengulangnya, tapi rasanya pasti tidak akan pernah sama seperti saat ini.
“Jack, Ya Tuhan. Ini sangat indah.” bisik Tiffany parau sambil menarik tangan Jack untuk berdiri. Pria itu kemudian berdiri, dan menyeka bulir-bulir air mata yang telah menganak sungai itu dengan ibu jarinya yang besar. Tiffany kemudian memeluknya sambil menganggukan kepalanya dua kali sebagai jawaban atas lamaran sebelumnya. Lagipula ia tidak mungkin akan menolak Jack, karena Jack adalah satu-satunya pria yang sangat dicintainya selama ini.
“Aku mau Jack. Aku mau menjadi istrimu.”
Suara riuh sorak sorai para tamu undangan mengiringi suasana bahagia yang melingkupi dua orang anak manusia yang saat ini sedang berbagi kehangatan bersama dengan berpelukan satu sama lain. Sembari memeluk tubuh kekasihnya, Jack berbisik pelan di telinga Tiffany dengan merdu.
“Sayang, aku bahagia.”
“Aku lebih bahagia darimu. Emm... aku benar-benar sudah tidak sabar untuk menjadi istrimu.”
“Aku janji aku akan menjadi suami terbaik untukmu.” bisik Jack penuh janji di telinga Tiffany.
Semua orang berebut untuk menyalami Tiffany dan Jack setelah acara lamaran itu selesai sebagai bentuk rasa bahagia mereka atas kebahagiaan pasangan serasi itu. Di akhir acara Tiffany mengumumkan pada semua orang jika malam ini ia akan menggelar sebuah pesta makan malam di sebuah restoran Jepang yang terletak tak jauh dari butiknya. Ia merasa ingin membagi kebahagiaannya hari ini pada semua orang. Ia ingin semua orang tahu jika ia sedang bahagia dan ia ingin orang lain juga bahagia atas kebahagiaannya.
-00-