Segalanya seakan tampak runyam saat Zaeny membuka mata. Apalagi di ruangan yang baginya sedikit pengap, tentu saja, tapi dilengkapi bermacam perabotan antik seperti bokor tua berisi bunga. Harum merata ke penjuru ruangan.
Dengan sedikit termangu, lelaki itu mengangkat kepalanya, pusing.
Sedetik—dua detik—tiga detik, mendadak ingatannya mulai berangsur kembali, terbersit. “Dasar wanita jalang!” Suara Zaeny meninggi seolah perempuan itu orang yang paling ia benci.
Ah ... haha ...
Si perempuan bernama Mayang tertawa kikuk tak ingin tahu menahu. “Ups, maaf,” katanya hati-hati.
Sebal dan tak ingin memedulikannya lagi, Zaeny sejenak mengalihkan pandangan sebelum pada akhirnya berjengit.
“Di mana aku se—“ Dia berhenti, padahal dia hendak berkata, “Bawa aku keluar.” Namun, sepertinya harus urung tatkala melihat sosok di depannya. Zaeny yakin dia adalah manusia dengan tubuh besar sedang menatapnya lekat. Bersembunyi dalam gelap bersama kengerian wajahnya, aroma badannya juga busuk, selaras dengan suaranya yang serak nan berat kala berbicara.
“Jangan takut! Aku adalah Sadam, yang akan menjadi bosmu sekarang.” ungkapnya, berusaha berkata formal.
Zaeny menunjuk ke arah Bos Sadam dan tertawa, “Hei! Siapa yang takut tahu! Kau bahkan terlihat aneh untuk menjadi bosku!”
Bos Sadam memicingkan bola matanya, tidak terima, “Bedebah!” marahnya hingga melemparkan kursi duduk, meleset. Kali ini Mayang juga ikut tertawa.
“Saat ini, musuh kita adalah tempat tinggal sendiri. Dirampas oleh seorang pemimpin bodoh yang meski melakukan kejahatan tapi bisnisnya tetap meluas ...,” Bos Sadam menderap mendekat, sedang Zaeny terdiam menegang. Berusaha bangkit dan berjalan mundur.
“Kau tahu kenapa, bocah otak kosong? Ya! Karena ada seorang tokoh yang menjadi penyokong di belakang mereka ...
“Konon mereka juga tidak segan mengancam atau melakukan kekerasan terhadap orang yang mengganggu bisnis mereka. Namun, masalahnya, semakin besar kekuasaan si pemimpin bodoh itu, maka semakin besar pula tindak kejahatan di dalam desa.”
Selanjutnya, di tempat yang berbeda, di saat mendengar penjelasan demikian, Mayang pura-pura menguap dan mendesah kasar secara bersamaan, berharap kejadian barusan tidak berakhir dengan cekcok perkelahian. Yah ... dasar laki-laki memang. Atau maksudnya adalah; biarkan saja.
Mayang menepuk pundak bosnya pelan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kecuali ketika berbisik, “Aku akan memberi dia bujukan yang lebih.”
Sambil mengedipkan matanya, Bos Sadam akhirnya menyerah dan berkata, “Baiklah.” Kembali mengambil kursi yang tadi ia lempar sembarangan, lalu duduk di atasnya, “Kabulkan keinginanku.”
Mayang tersenyum tipis. Sebenarnya, dia adalah seorang mantan PL populer sebelumnya. Memiliki kepribadian yang sangat centil dan menarik. Paras wajahnya yang cantik, tentu membuatnya semakin percaya diri untuk melakukan hal itu.