SELODOR

Nengshuwartii
Chapter #8

KUNCI GANDA

“KEMBALI DARI HIJAU”

Cahaya hijau dari gerbang itu membelah kabut seperti pedang. Rachel hampir tidak percaya ketika sosok itu melangkah keluar perlahan, setiap langkahnya terdengar seperti hentakan logam ke batu.

Joseph.

Atau sesuatu yang mirip dengannya.

Baju Joseph koyak, tapi tubuhnya tidak terluka sama sekali. Matanya… bukan mata manusia yang lelah berhari-hari. Ada cahaya hijau samar di balik bola matanya, seolah gerbang masih tinggal di dalam dirinya.

Betrand mundur tiga langkah. “Itu… bukan dia.”

Joseph berhenti. Tatapannya dingin, datar, tapi ada sesuatu yang familier. Cara ia mengernyit. Cara tangannya sedikit bergetar, seperti menahan sesuatu yang tidak terlihat.

“Rachel,” bisiknya. Suaranya pelan sekali, tapi tajam. “Kamu sampai?”

Rachel mengangguk pelan. “Joseph… kamu, bagaimana kamu bisa keluar?”

Ia tidak menjawab. Sebaliknya, ia memejamkan mata, dan sebuah kilatan singkat muncul, seakan memori menghantam kepalanya. Gerbang di belakangnya bergetar, lalu cilah-celahnya meredup, seolah kehilangan energi.

Betrand gemetar. “Apa kamu sadar barusan keluar dari ruang yang… menghancurkan orang?”

Joseph membuka mata. “Aku tidak hancur,” katanya pelan. “Aku… dipilih.”

Kata itu membuat udara seolah membeku.

Dan entah kenapa, Rachel merasa kata “dipilih” bukan hal baik.


“WARISAN YANG TIDAK DIMINTA”

Setelah beberapa menit keheningan tegang, layar pada monumen kembali menyala. Wajah Budiman muncul, namun kali ini tanpa senyum sinis. Wajahnya tegang, seolah ia sendiri tidak yakin dengan apa yang sedang terjadi.

“Jika kamu melihat pesan ini,” katanya, “berarti sistem membuat keputusan sendiri.”

Betrand mendecak. “Ini lagi-lagi permainannya dia.”

Budiman melanjutkan:

“Gerbang itu bukan sekadar pintu. Ia adalah sistem pemilah. Ia mencari satu hal: stabilitas emosional dan moral yang paling seimbang.”

Rachel tersentak, menatap Joseph. “Kamu?”

Budiman menatap kamera dengan mata penuh perhitungan.

“Joseph memiliki pola yang tidak dimiliki dua lainnya. Bukan ambisi seperti Betrand. Bukan ketakutan seperti Rachel. Joseph punya… sesuatu di tengah.”

Joseph mengerut. “Aku tidak mengerti.”

Di layar, Budiman menarik napas panjang.

“Ayahku dulu pemilik gerbang pertama. Ia mewarisi sistem ini dari orang sebelumnya. Dan sekarang… aku.”

Rachel mendekat. “Jadi kamu sengaja mencari penerus?”

Budiman mengangguk samar.

“Sistem memilih, bukan aku. Dan sistem memilih… Joseph.”

Layar mati.

Dan untuk pertama kalinya, Joseph terlihat benar-benar takut.


“DARAH YANG SAMA”

Rachel menatap Joseph lama, seolah menemukan sesuatu dalam wajahnya. Cahaya hijau samar di mata Joseph memantul di matanya sendiri, membuat Betrand gelisah.

“Ada yang aneh,” gumam Rachel.

“Aneh gimana?” tanya Joseph.

Lihat selengkapnya