Setelah satu bulan aku dan ibu tinggal bersama kakek akhirnya kami baru tau sebenarnya restoran milik kakek juga sudah bangkrut. Selama satu bulan itu aku, ibu dan kakek fokus merawat om Hendri yang menjadi salah satu korban penembakan di kampus Trisakti, aku rajin mengibur om Hendri agar cepat sembuh dan usaha ku tidak sia-sia, setelah satu bulan akhirnya om Hendri sudah bugar dan bisa pergi kuliah lagi.
Selama merawat om Hendri, kakek dan om Hendri sering menceritakan bagaimana Indonesia merdeka dan juga bagaimana Indonesia akhirnya dijajah oleh bangsanya sendiri, kakek selalu mengatakan hari itu memang harus datang dan om Hendri memang harus tertembak demi Indonesia yang lebih baik.
Sehingga tidak ada sedikitpun kesedihan saat kami merawat om Hendri di rumah, kakek selalu bangga pada om Hendri dan selalu mengatakan bahwa om Hendri adalah seorang pahlawan, dan bukan hanya om Hendri, tapi semua orang yang menajdi korban saat kerusuhan hari itu, semuanya adalah pahlawan. Karena dengan adanya peristiwa itu, akhirnya presiden Soeharto akhirnya mengundurkan diri dan era Reformasi segera di mulai.
Kakek selalu mengatakan jika Reformasi gagal kita raih dan orde baru tidak diruntuhkan maka rezim otoriter akan terus berlanjut, dengan penindasan politik dan pelanggaran hak asasi manusia yang berkelanjutan. Tanpa Reformasi, kemungkinan besar negara akan tetap dalam keadaan yang tidak stabil politiknya, dengan kekuasaan yang terkonsentrasi pada kelompok-kelompok elit yang kuat, korupsi yang merajalela, dan kebebasan berekspresi mungkin akan dibatasi lebih lanjut, dengan sensor media yang ketat dan penindasan terhadap kritik terhadap pemerintah.
Kakek terlihat sangat bahagia menyambut Indonesia yang baru, namun yang membuat kakek jauh lebih bahagia adalah aku seorang anak yang seharusnya belum mengerti apa-apa, ternyata sudah mulai bisa mengerti situasi negara, dan hampir semua perbincangan kakek dan om Hendri bisa ku jelaskan kembali secara detail saat aku ditanya. Perlahan kakek dan om Hendri mulai menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada ku.
Selama satu bulan itu, ibu terus mengatakan pada kakek bahwa ibu akan menjaga om Hendri dan kakek boleh pergi ke restoran. Namun kakek selalu menolak, akhirnya setelah om Hendri sembuh, kakek jujur bahwa restoran kakek sudah tutup permanen dan aset-aset kakek sudah disita untuk membayat hutang.
Pada saat itu ayah ku sebenarnya sudah dapat pekerjaan, namun sangat jauh, ayah dapat pekerjaan di Jambi, di perusahaan perkebunan milik negara. Aku dan ibu memutuskan untuk tidak langsung ikut ayah, agar ayah bisa fokus bekerja dulu. Akhirnya mau tidak mau kehidupan kami harus tetap ditanggung oleh kakek.
Yang aku paling ingat dari kakek adalah cara kakek menceritakan kebangkrutannya, aku mengingat jelas wajah kakek yang terlihat tetap ceria dan ikhlas.
"Semua yang saya punya sudah habis karena krisis moneter ini, beberapa ada yang disita dan beberapa ada yang sengaja saya jual untuk membantu siapa yang membutuhkan. Sudah habis semua! Tapi saya percaya akan selalu ada jalan! Kita harus terus bangkit!" begitu kata-kata kakek yang akhirnya membawa ku menemani kakek merintis usaha baru dari awal.