Akhirnya aku mengalah pada kakek, kali ini agak tetpaksa, karena aku benar-benar tidak pernah membayangkan harus kuliah di sekolah pemerintahan yang katanya impian banyak orang. Saat tes pun aku merasa bingung, apa aku harus semangat atau tidak, tapi wajah kakek selalu terbayang, bagaimana kakek mengupayakan semua hal terbaik dalam hidup ku, rasanya ini adalah waktunya aku juga mengupayakan yang terbaik untuk kakek.
Akupun mengikuti serangkaian tes dengan sangat serius. Dalam setiap kesempatan tes pun kakek selalu ikut mengantarkan ku untuk memberi semangat. Beberapa kali aku merasa ingin menyerah karena takut akan adanya kekerasan, sebanyak itu juga kakek meyakinkan ku untuk tetap kuat dan harus mengahadapi apapun yang terjadi. Kakek sangat mencintai Indonesia, namun selama ini kakek malah berjuang di luar pemerintahan dan tidak pernah bisa berbuat apa-apa untuk menentang kebijakan yang merugikan masyarakat.
Selama ini kakek hanya sibuk membantu masyarakat secara pribadi dan malah beberapa kali hanya dimanfaatkan oleh orang-orang yang katanya akan berjuang untuk masyarakat. Beberapa kali kakek mendukung tokoh politik yang ia percaya hingga kakek berkorban fisik dan materi, namun sebanyak itu juga kakek merasa dikecewakan karena pada akhirnya beberapa orang itu malah melakukan hal yang hanya menguntungkan golongannya.
Karena semangat dan keinginan kakek agar aku bisa mnjadi generasi bangsa yang melanjutkan perjuangannya, serta do'a dari kakek, akhirnya aku dinyatakan lulus di kampus itu. Aku cukup bahagia sudah membuat kakek bahagia, namun kedepannya aku harus lebih siap lagi menghadapi apapun yang terjadi.
Entah kepercayaan seperti apa yang kakek letakkan pada diri ku, hingga kakek benar-benar percaya aku bisa menjadi pemimpin yang ideal di masa depan. Satu sisi aku merasa bangga karena kakek sangat percaya pada ku, namun di satu sisi aku juga merasa ini akan menjadi beban yang sangat berat bagi ku. Apakah aku benar-benar bisa menjadi seperti yang kakek mau atau tidak. Saking kakek mendoktrin ku agar mencintai Indonesia lebih dari apapun, beberapa kali aku mulai menyukai gadis kakek selalu memperingatkan ku untuk hati-hati, karena perempuan bisa menjadi penghancur terbaik dalam kehidupan laki-laki.
Kakek selalu berpesan untuk aku jangan dulu jatuh cinta, tunggu sampai benar-benar dewasa dan harus memilih wanita yang benar-benar bisa mendampingi sebagai seorang istri. Kakek selalu berpesan agar aku memilih wanita berdasarkan kepribadiannya bukan fisiknya, kakek selalu mengingatkan ku kriteria wanita yang baik sebagai istri adalah wanita yang tidak mudah mengeluh, berwawasan luas serta jujur dan konsisten dalam tindakan dan perkataannya.
Dan aku juga masih menuruti mau kakek, aku tidak pernah menjalin hubungan yang serius, walaupun aku juga tidak menutup diri untuk berkenalan dengan perempuan yang mampu menarik perhatian ku.
***
Sebelum aku masuk kampus, kebetulan ayah ku pindah tugas ke daerah yang cukup pelosok di daerah Jambi, benar-benar harus melakukan perjalanan yang melelahkan menuju daerah itu, namun sesampainya di sana ternyata daerahnya kaya akan sumber daya alam dan memiliki penduduk yang cukup ramai. Udara disana terasa sangat sejuk, ada hamparan kebun teh yang sangat luas dan juga gunung tertinggi di pulau Sumatera menjulang di ujungnya.
Hari itu aku disuruh ayah untuk main ke rumah tetangga yang letaknya tepat di depan rumah yang ditempati ayah. Di rumah itu ada seorang anak laki-laki yang sebaya ku dan juga berasal dari Jakarta. Saat aku sampai dirumahnya, ternyata benar, aku langsung disambut dan berkenalan dengan anak itu.
"Nama ku Dalli!" ucap anak laki-laki yang sebaya dengan ku.
"Aku Tio."
"Kamu benar dari Jakarta?"
"Iya."
"Bagaimana Jakarta sekarang?"
Pertanyaan Dalli membuat ku bingung, Dalli menanyakan kabar Jakarta yang di bidang atau di bagian apa?