Alfia berlari kecil sambil menyepak guguran bunga bungur di sepanjang trotoar menuju rumahnya. Terlangkaui seratus meter dari tempat seharusnya turun memang tidak mengenakkan. Gadis itu merasa kakinya sudah lenguh karena paksaan Hilda untuk ikut menjadi tim cadangan bola volley.
Alfia mendengkus, " Alhamdulillah sampai rumah juga."
Ketika Alfia sampai, rumah tampak sepi seperti biasa. Namun, apa yang mencengangkan adalah keberadaan mobil ayah yang sudah berada di garasi. Pintu garasi terbuka sedikit, hingga gadis itu dapat melihatnya. Tidak biasanya sang ayah pulang lebih awal dari mama atau putrinya ini.
“Assalamualaikum …. Yah! Ma!”
Salam Alfia hanya dijawab oleh deru kipas angin. Ke mana semua penghuni rumah? Pikirnya.
"Mama! Ayah! Bik Siti!" Alfia mengabsen seluruh penghuni rumah.
"Miko! Kemana, woi!" Miko adalah kucing milik Alfia yang sudah lama dia abaikan.
Gadis itu meneruskan langkah menuju ke dapur, mungkin mama sedang menyiapkan makan malam. Meskipun ada Bik Siti, tetapi ada kalanya sang mama terjun sendiri ke dapur untuk memasak apa yang menjadi kegemaran ayah dan Alfia. Meski dia lupa, kapan terakhir kali mama melakukannya.
Dapur yang lengang membuat Alfia mengerutkan dahi. Eh, kemana orang-orang? batinnya.
Ketika langkah gadis itu baru menapak satu anak tangga menuju lantai dua di mana kamar miliknya berada, ia mendengar suara isakan. Dari kamar mama.
Ada apa lagi?
Hal itu membuat Alfia mengendurkan langkah dan berpatah balik ke arah kamar mama yang ternyata tidak tertutup rapat. Namun, gadis itu segan untuk meluru masuk. Tidak sopan rasanya melanggar privasi orang tua.
Alfia pernah melakukannya. Demi apapun ia lebih baik tak melihat itu semua. Pemandangan yang melahirkan seribu tanya, yang tak ada jawabnya sampai kini. Namun, sekali lagi, rasa ingin tahu terlanjur menarik seorang gadis kecil untuk merapati pintu.
“Ya, aku memang egois!”
Alfia menggigil oleh suara nyaring ayah bersamaan dengan bunyi benda pecah yang menghantam lantai. Ketika ia mencoba untuk menjauh dari depan pintu, secara bersamaan daun pintu itu justru terkuak dari dalam. Mata ayah tampak merah. Beliau melewati Alfia tanpa kata.
Memang bukan sekali ini saja terjadi perbalahan di rumah ini. Alfia menghela napas panjang sebelum mengintip keadaan kamar mama.