Pak Abidin membagikan kertas ulangan Biologi. Alfia mendapatkan nilai mendekati sempurna.. Nilai tertinggi. Nilai Alfia senantiasa tinggi. Dia hanya kalah di matematika dan bahasa Inggris. Kalah dari Nazla. Namun, selebihnya dia masih unggul di kelas pararel.
Alfia bersyukur masih mampu mengawal dirinya dari rasa sedih dan murung berkepanjangan. Dia mampu menghadapi pelajaran dengan baik meskipun dengan kepayahan. Terus terang saja dia tidak tenang lantaran kemelut yang melanda keluarganya. Namun, dia bertekad untuk mempertahankan nilai-nilai rapornya. Dia berupaya masuk jurusan impiannya melalui jalur undangan.
"Aku akan buktikan kepada ayah dan mama bahwa putrinya sangat layak jadi peneliti. Apakah itu akan menghentikan pertengkaran mereka?"
Ah, Mama ….
Mama sudah benar-benar berhenti kerja. Bukan hanya katanya, benar seperti itu yang Alfia ketahui dari sebuah surat dengan kop tempat mama kerja. Akankah selesai masalah keluarga mereka dengan berhentinya mama dari kerja? Semoga saja. Namun, pagi tadi mata mama tampak merah. Apakah mama menangis lagi? Ya, pasti mama menangis lagi.
Mama bahkan tidak antusias saat Alfia mengabarkan bahwa tema yang diajukan untuk lomba telah disetujui dan sudah masuk penelitian. Aneh sekali. Jangankan memberi semangat, menanggapi saja mama seperti enggan. Selalunya mama akan cerewet dan besoknya memberikan arahan juga beberapa jurnal yang bisa Alfia baca. Mama adalah the best!
Saat ujian, atau ulangan mama setia memberikan dorongan. Membuatkan susu jahe, membeli camilan, bahkan mengambil libur di hari Alfia ulangan. Dahulu.
Kemarin ayah dan mama keluar. Persis ketika Alfia turun dari angkot. Entah kemana tidak ada peluang bagi Alfia hendak bertanya. Jarang sekali Alfia melihat keduanya keluar bersama dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan undangan tempat kerja ayah pun, mama tidak pernah datang. Kemarin, ayah memakai baju batik dan mama mengenakan gamis dengan kerudung senada. Seperti pasangan yang hendak pergi kenduri saja. Ke rumah siapa? Sudah lama rasanya mereka tidak keluar berdua.
Lewat petang ayah dan mama pulang. Namun, ayah tidak keluar dari mobil. Ayah terus pergi lagi. Alfia menyaksikan dari balik tirai perpustakaan. Malam turun dengan cepat dan rasanya ayah tampak tidak pulang. Kemana ayah? Dinas keluar kota? Sedangkan mama sejak petang tidak keluar dari kamarnya. Alfia mencoba membuka pintu kamar mama, tetapi terkunci dari dalam. Alfia putuskan tidak mengganggu mamanya. Dari kecil dia sudah belajar, jika pintu kamar mama tertutup dari dalam bermakna mama sedang tidak bisa diganggu. Mungkin mama ingin istirahat. Mama tampak letih dan semakin pucat.
Malam itu seperti biasa, Alfia merasa sangat sunyi. Entahlah, rasanya lebih sunyi dari biasanya. Dia habiskan untuk belajar daripada pikirannya mengembara tak tentu hala tuju. Selain lomba, ujian tengah semester pun sudah hampir tiba.
Sepulang sekolah, Alfia tidak langsung pulang. Ia harus kucing-kucingan dengan Nazla. Alfia sengaja menghindari sahabatnya itu. Ia tidak pernah bercerita soal kisruh mama dan ayahnya. Ia tidak ingin mendengar andaian buruk itu keluar dari mulut sahabatnya. Misalnya ....
"Mungkin ayah, lo punya selingkuhan, Fia?"
Atau ....
"Pernah baca artikel dr.Boyke?"
Masalah seksologi yang membuat kehidupan rumah tangga menjadi hambar. Apakah itu?
Alfia pusing. Sudah cukup pusing dengan penelitian yang untungnya sudah selesai tepat waktu. Kini, gadis itu justru naik bus ke arah Sukabumi. Entah, ia tidak tahu kemana tujuannya. Biarlah menuruti langkah kakinya. Namun, ketika kondektur berteriak nyaring saat berada di sekitar Cicurug, Alfia pun memilih turun.
"Ngantuk nya, Neng. Untung tacan tebih pisan kelewatnya."