Cerita Inspiratif Timnas U-19
di Batu
F.X. Rudy Gunawan
Tim yang tak kenal putus asa dalam setiap pertandingan, meski menghadapi lawan yang sangat berat.
Sssttt, Ada yang Ngidam Timnas U-19
Di tengah udara dingin Kota Batu, Malang, Jawa Timur, saat senja baru saja berlalu, dua buah taksi memasuki kawasan agrowisata. Yuli, calon ibu muda, adalah salah seorang penumpang taksi. Wajahnya bersemangat seakan tak sabar ingin segera masuk menemui Timnas U-19. Sesekali, ia mengelus-elus perut hamilnya. Rombongan yang berkunjung malam itu dikomandani oleh sahabat Coach Indra Sjafri. Sebagian anggota Timnas biasa memanggil ketua rombongan tamu tersebut dengan sebutan “Bunda”. Bagaimanapun, Bunda sudah mengenal beberapa anggota U-19 sejak usia mereka masih 16 tahun. Bunda bernama asli Poppy Savitri. Dia adalah sekretaris Ditjen Ekonomi Kreatif Berbasis Media dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta, yang kebetulan sedang melakukan kegiatan di Kota Malang.
Beberapa anggota Timnas U-19 saat itu tengah bersiap menyantap makan malam mereka. Coach Indra Sjafri nongol di pintu masuk restoran Hortensia, Hotel Kusuma Agrowisata, sesaat setelah rombongan Poppy memasuki restoran. Coach Indra lalu mencari-cari tamu yang ditunggunya, menengok kiri-kanan sesaat, dan akhirnya menemukan para tamu karena suara riuh mereka yang ingin segera bertemu para idolanya. Yuli merupakan tamu yang terlihat paling antusias. Kehamilannya baru memasuki usia 5 bulan, tetapi udara dingin November di Kota Batu tak memengaruhi semangatnya yang menggebu.
Bisa jadi, semangatnya merupakan semangat Timnas U-19 yang pantang menyerah, gigih, dan membatu dalam tiap laga mereka di lapangan hijau. Tim yang tak kenal putus asa dalam tiap pertandingan, meskipun menghadapi lawan yang sangat berat. Sesuatu yang semakin langka di tengah arus kehidupan modern yang serba-instan. Arus yang akhirnya melahirkan generasi muda yang juga ingin serba-instan dalam mendapatkan sesuatu. Tak heran jika kegigihan semakin terkikis. Budaya serba-instan sepertinya sepele, tetapi berdampak serius bagi pembentukan mentalitas dan karakter generasi muda.
“Ayo, pesan makan dulu,” ajak Coach Indra kepada Poppy dan seluruh rombongannya.
Coach Indra lalu meminta pegawai restoran untuk menggabungkan tiga meja menjadi satu agar seluruh rombongan bisa duduk dan mengobrol bersama. Ia tampak segar dan penuh semangat.
“Nah, begini, kan, lebih enak,” ujarnya ramah.
Sebelum mulai memesan, beberapa anggota rombongan meminta Coach Indra Sjafri berfoto bersama. Supaya tidak terlihat terlalu penuh dalam satu frame foto, beberapa tamu lain memilih menunggu giliran sambil menekuri menu makanan Hotel Kusuma Agrowisata yang tersedia di meja. Udara dingin Kota Batu memang membuat perut lebih cepat merasa lapar.
Pilihan Kota Batu sebagai lokasi training center Timnas U-19 jelas dilakukan Coach Indra dengan pertimbangan matang. “Daerah dingin di dataran tinggi seperti ini sangat bagus untuk latihan fisik dan meningkatkan stamina,” jelasnya. Menempa kekuatan dan terus meningkatkan ketahanan fisik adalah prioritas penting bagi Coach Indra. Semua anggota Timnas U-19 tanpa kecuali harus mampu menempa diri untuk terus meningkatkan kekuatan dan ketahanan fisik mereka. Seperti kata pepatah, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. No pain no gain. Secara gamblang, sepak bola merupakan bukti nyata dari kebenaran pepatah itu. Tak ada pemain yang bisa hebat tanpa dedikasi, disiplin, kerja keras, dan perjuangan.
Kita semua tahu, pepatah itu berlaku dalam bidang apa pun. Selanjutnya, tinggal usaha untuk menjadikan pepatah itu sebagai api yang terus menyala dalam diri tiap pemuda Indonesia. Coach Indra dan tim pelatih U-19, Coach Nur Saelan (pelatih fisik), Jarot Supriadi (pelatih kiper), Eko Purjianto (asisten pelatih), Guntur Cahyo Utomo (pelatih mental), Aditya Prameswara Ardhi (fisioterapis), dan Dokter Alfan Nur Asyhar, ibarat bahan bakar yang mampu terus menyalakan api itu. Dua orang staf official Timnas U-19, Muhni dan Ade Ali—sebagai asisten lapangan (kit man)—menambah nyala api itu lebih terang.
“Saya tak pernah sedikit pun membayangkan bisa menjadi bagian dari Timnas U-19. Ini keajaiban dalam hidup saya,” tutur Ali dengan mata berkaca-kaca penuh haru.
Sebelum bergabung sebagai kit man Timnas U-19, Ali berprofesi sebagai tukang becak di kampung halamannya, Cirebon. Namun, kegilaannya terhadap sepak bola dan berkat bantuan beberapa orang, Ali berhasil mempunyai lisensi wasit tingkat dasar. Jadilah ia menyambi sebagai wasit untuk berbagai kompetisi antarkampung sebagai tambahan penghasilan sekaligus ruang ekspresi kecintaannya pada sepak bola. Ali mencintai sepak bola sebagai wujud cintanya pada Tanah Air dan bangsa.
Cinta Tanah Air merupakan salah satu kata kunci dalam kehidupan Timnas U-19. Dalam beberapa kali wawancara dengan berbagai media, salah satu “rahasia” Coach Indra untuk menyalakan semangat perjuangan anak-anak didiknya adalah membangkitkan rasa cinta Tanah Air dalam diri tiap anggota Timnas U-19.
“Mereka tak mau harga diri dan martabat bangsanya diinjak-injak oleh siapa pun. Dan, untuk itulah mereka akan berjuang mati-matian,” tutur Coach Indra Sjafri.
“Saya tahu, dulu Ibu-Bapak yang banting tulang buat saya. Sekarang saya mau gantian, mereka yang di rumah, saya yang ganti bahagiakan orangtua. Cita-cita saya suatu saat pengin menghajikan Ibu-Bapak.”