Sift 2 hari ini, hari yang berat untukku, jahitan cepat tapi ceckingnya ribet, keteter untuk orderan prioritas, harus selesai hari ini juga, aku diwajibkan lembur untuk menyelesaikan pekerjaanku, ada rasa cemas karena Rasta tidak bisa menemani, dia memang sedang tidak sehat, kira-kira bakal selesai jam berapa ini?, lah kalaupun nanti takut pulang, tunggu saja dipabrik sampai pagi, pikirku menenangkan hati saat melihat teman satu sift yang lain satu persatu pulang, aku bersyukur karena mas Sabar mau membantuku jadi pekerjaan bisa selesai lebih cepat, sekitar jam 00:15, aku disuruh pulang duluan dan mas Sabar yang akan membereskan sisanya.
Akupun pulang dengan jantung bedebar hebat, ini tengah malam, dari pabrik kejalan raya tidak terlalu takut, karena masih ada beberapa orang yang mengobrol dipinggir jalan, yang kutakutkan adalah jalan masuk kekontrakan yang agak jauh dan gelap dibeberapa tempat, ketika masuk ke angkot, ada rasa sedikit lega karena ada 2 penumpang pria berseragam PT. tapi sebentar saja karena mereka turun di Jabarwood, aku bergeser ke dekat pintu, hanya untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang mecurigakan bisa langsung lompat, pikirku, hingga sampailah aku disebrang masjid dimana gangku tepat disebelahnya.
”Kiri pak!” ucapku sopan, ada sedikit rasa bersalah karena sempat berfikir buruk tentangnya, aku menyeberang jalan dengan perasaan bimbang dan juga takut, hingga ada sesosok pria berjalan mendekat ... “itu dia ...” aku melonjak senang, syukurlah kak Alief datang menjemputku, aku merasa lega hingga menitikkan air mata, ”seharusnya jangan mau kalau disuruh lembur di waktu malam, lagian KRmu ga mikir apa anak perempuan tengah malam pulang sendirian, si Rasta juga, tau kamu sendirian bukanya nemenin, katanya teman ...” dia bicara tanpa kujawab sepatah katapun, bukan tidak mau, tapi tenggorokanku terasa tertekan, sampai didepan kontrakan, ”terimakasih kak, aku langsung masuk ya?” ia menatapku iba, dan mengangguk.
Aku terbangun oleh suara ketukan dipintu, kubuka dan berniat tidur lagi saat ku tau yang datang Rasta, ”tumben dah bangun” kataku, diapun ikut selonjoran disampingku, aku meraih jam tangan yang tergeletak didekat dinding, ” lah ... sudah jam 8 aku kira masih jam 6“ gumamku, “semalam gimana?, cowokmu jemput ke pabrik?, abis aku diomelin ... ”, ceritanya, sambil bersungut-sungut, ” Maksudmu kak Alief?” tanyaku merasa heran dia menyebut cowokku, “iyalah memang ada yang lain lagi?” jawabnya ketus, ”oh ... enggak, dia jemput didepan gang, kamu diomelin? Sama kak Alief? massak?” tanyaku tidak percaya “cuma menegur kali ... kamu mah suka melebih-lebihkan ...” kataku sambil mencolek dagunya bermaksud mengajaknya tertawa, tapi dia malah melengos dan pasang muka serius, “kamu tau ga?, sebelum dia nembak kamu ... dia dah nembak aku duluan, aku aja bisa nolak masa kamu enggak”.
Aku menatap Rasta, antara percaya atau tidak, ah, tentu saja percaya, Rasta tidak mungkin berbohong, tapi ... walaupun iya aku baru tau, kurasa, itu bukan hal yang perlu dipermasalahkan, karena memang dari awal aku tau dia hanya coba-coba, dan Rasta memiliki face yang lebih menarik, dia juga memiliki gaya yang lebih gemulai selayaknya wanita, itu sangat wajar jika Kak Alief tertarik padanya lebih dulu sebelum padaku, “yaa ... kenapa aku harus menolak?, aku tidak menemukan alasan untuk menolaknya, aku malah merasa beruntung menerima ajakannya meski aku tau dia hanya sekedar coba-coba awalnya” ucapku akhirnya dengan nada yang kubuat setenang mungkin, karena aku tidak mau terpancing emosi seperti harapannya, “kamu tuh kenapa sii Nan?, jangan buta oleh cinta ... dia itu cuma mau mainin kamu, ga ada niat sungguh-sungguh, siapapun bisa saja dipacarinya, ga ngerti amat kalau dibilangin!” nadanya meninggi, aku mengambil nafas ... sangat dalam dan kulepaskan dengan keras, itu caraku merelease emosi, aku tersenyum, dan mengelus pundaknya, ”terimakasih sudah menghawatirkan aku, itu karena kamu peduli kan?, tapi ... lihat aku ... apa aku seperti orang bodho yang begitu mudah dimainin? Enggak dong, jadi ... percaya saja sama aku, okey?” Rasta hanya mendengus kesal, tapi dia masih tetap tiduran ditempat, itu yang terpenting, dengan dia tetap ada disisiku, semarah apapun dia, lagi pula dia begitu hanya karena sedang kesal.