Sembilan belas sembilan-sembilan

Suyanti
Chapter #4

Sahabat dan pacar sama pentingnya

Rasta datang menyusulku dikamar Kus, ”ayo anterin kedepan” katanya, akupun pamit, mengiringi langkahnya, sesampai didepan, ”mau kemana emang neng?” tanyaku karena dia terlihat bingung, “mau traktir kamu makan mie ayam, di Mitraindo saja kali ya?” jelasnya, “lah gaya banget mau nraktir, itu sii kamu pengen ditemenin, ha ... ha ... makanya cari pacar!” kataku ngakak. Dia itu memang begitu, pengennya jajan tapi malu kalau sendiri, “kamu sii, mentang-mentang sekarang ada pacar, ga ingat lagi sama aku, malangnya nasibku ... punya teman satu saja diambil orang, ha ... ha ... ”. Katanya diakhiri tawa sumbang.

Meski bercanda aku tau dia itu sedang berusaha protes, “lah, bukannya kamu yang lupa?, biasanya jedal-jedul kerumah ga perlu diundang, ini malah menghilang” balasku. “Ya gimana mau maen, tiap kali mau maen ada dia, masa iya mau ganggu yang lagi asyiik” katanya lagi. “Oh ... begitu ya sudah nanti ku bilang jangan tiap hari main kerumah, sahabatku ini jadi ga berani datang, padahal mah kalau ada kamu, dia juga ga kerumah kali, paling duduk diteras, selamanya kamu ga akan kuanggap penggannggu neng, kapanpun kamu mau main, mau ada dia sekalipun, kamu main aja ... bagiku sahabat itu setara dengan pacar, ga ada yang lebih penting, satu sama lain sama”.

Aku berharap dia tidak berubah, karena memang aku butuh keduanya, tidak semua hal bisa kubagi dengan kak Alief, tetap saja lebih nyaman curhat ini-itu dengan sesama cewek, diluar alasan itu aku memang tidak mau kehilangan satu sahabatpun, “bener ya! Ga apa-apa kalau aku main?” dia masih berusaha memastikan. “Iya, ga apa-apa mainlah kapanpun kamu mau, tapi aku ijin tiap malam minggu ya … ha ... ha”. Sineng menunjukkan raut tidak sukanya “sengke!” katanya tapi terus tertawa. Mie pesanan kami datang, kamipun melahap makanan kesukaan kami itu, kemudian pulang.

Sudah adzan magrib saat kami sampai dirumah, seperti biasa diluar sepi, kami menyelinap masuk ke kontrakan dan melanjutkan obrolan kami didalam, tak lama kemudian Shanti dan Kus bergabung, ternyata Shanti seorang yang lumayan humoris, selama ini kulihat dia sekilas seperti sangat serius, karena kami berbeda sift, jadi jarang bisa ngobrol bareng, wajahnya cantik khas sunda banget.

”Eh, kapan bisa ngumpul, kita ngaliwet yuk, urang papadangan seru kaya’nya” ajak si Shanti. “Papadangan tu apa?” kataku. “Makan bareng-bareng” jawab Shanti. “Oh ayoklah kalau begitu” kataku semangat, meski aku belum tau itu akan seperti apa pokoknya asal bareng-bareng pasti seru pikirku.

Lihat selengkapnya