Sembilan belas sembilan-sembilan

Suyanti
Chapter #7

Tak kenal maka tak sayang

Masuk pagi, masuk pagi itu segalanya harus sempurna, harus rapi, harus baik dari segi pengemasan maupun penulisan laporan, kebersihan tempat, cara dan posisi saat bekerjapun dibuat sebagus mungkin, karena disaat-saat inilah surveyer, dan calon custumer biasa berkunjung, sehingga semua terkesan lebih formil, beda dengan saat sift 2 dan sift 3 yang lebih santai, begitupun dengan para KR, kostum kebesaran yang biasa datang terus dicantelinpun dipakai dengan rapi, Mas Sabar tampak sibuk saat aku datang, "pagi mas” sapaku seperti biasanya, “pagi” jawabnya tanpa menoleh, itu sudah biasa saat dia sedang sibuk, "eh Nan ...” tiba-tiba ia memanggilku, ”yaa ... mas” sahutku, ”hari ini kamu bantu checking di mesin 5” katanya “ya mas” sahutku, “jangan sampai keteter prioritas siang ini ya!” lanjutnya, “baik mas” aku menuju mesin 3, dimana biasanya aku checking, "Mbak, dipack dulu aja, hasilnya, aku bantu prioritas dimesin 5” pamitku pada mbak Warsiti operatorku, dia hanya mengacungkan jempolnya karena sedang sibuk menyiapkan pola, sepertinya hari ini akan sangat sibuk, berkejaran dengan waktu, aku merasa lebih bersemangat, jika sudah begini, waktupun terasa begitu cepat berjalan hingga menjelang jam istirahat siprioritaspun siap dikirim, aku kembali ke mesin 3, mbak Warsiti sudah bersiap untuk pulang istirahat, "ketempatku yuk, sendirian aku, suami lagi mudik”kata mbak Warsiti, “iya mbak, tungguin didepan aku ke warteg dulu yaa” dan akupun bergegas ke warteg samping pabrik, belum banyak menu makanan warteg yang aku suka waktu itu, sampai penjual warteg hafal betul apa yang akan aku beli, ” telor apa ayam?” tanyanya, karena memang hanya itu menu yang biasa kupesan, mbak Warsiti sudah menunggu, didepan gerbang, ternyata kontrakannya sangat dekat hanya diseberang pabrik masuk ke gang sedikit, hanya satu ruangan persegi lebih kecil dari kontrakanku, dapurnya diteras, tapi bersih dan rapi, dia bercerita anaknya 2 satu cowok dan satu cewek, ditinggal di kampung bersama embahnya, o, iya, mbak Warsiti ini orang lampung tapi bicara dalam bahasa jawa, beberapa kali ia minta aku ajari beberapa kata bahasa kromo jawa yang dia bilang bahasa alus, sepertinya dia suka karena sering kali dipakai sehari-hari, dia bilang mau membiasakan bicara dengan bahasa alus, biar ga malu saat bicara dengan mertuanya, mertuanya juga orang lampung tapi bahasanya lebih halus karena berasal dari wonogiri, katanya, dari beberapa yang dia ceritakan, aku baru sadar, untuk seorang yang terkenal garang seperti dia, ternyata dia itu punya sisi yang lembut, sangat mengabdi pada suami, dan sangat menghormati mertuanya, itu membuatku merasa lebih respect padanya, benar kata orang, tak kenal maka tak sayang.

Pulang dan mendapati pintunya sudah tertutup rapat, ini pertamakali kerjanya disift, aku sudah berusaha pulang secepat mungkin untuk bisa melihatnya berangkat, tapi ternyata tak terkejar, baiklah ... dengan gontai aku melangkah membuka pintu dan langsung merebahkan tubuhku dilantai, seketika lelah dan kantuk terasa, kujangkau pintu dengan kakiku, kututup dan ... lessss ... tidur, hingga terdengar adzan magrib, kubuka mataku, sejenak mengingat itu adzan apa ya? pikirku, setelah ingatan pulih akupun segera bergegas bangun dan pergi mandi, ternyata ada yang sedang mandi, akupun duduk menunggu diterasnya Kus, beberapa saat kemudian, sesorang keluar, ternyata itu kak Andi, "eh, Nan, Alief kemana ya?, kok belum pulang?”, ia bertanya, “kan sekarang disift kak, dari kemarin itu kak Andi baru pulang?” aku balik bertanya, "he ... he ... iya, kok gak cerita kalau disift ya? Gak tau aku jadinya” ucapnya sembari melangkah pergi, “lupa mungkin kak, atau belum sempat” kataku sambil melangkah masuk kamar mandi, "iya, bisa jadi” samar-samar masih kudengar suaranya menyaut.

Malam pertama tanpa dia disebelahku, ha ... ha ... mendadak jadi puitis, tapi memang terasa begitu sunyi, kemana perginya para tetangga ya? Kak upeh, kak jabrik apa ikut disift juga? Sineng juga kemana kali, aku melangkah keluar berharap masih ada pintu yang terbuka, tapi semua tertutup, berarti mungkin mereka kelelahan, hari senin biasanya memang begitu kan? Ya sudah aku masuk saja pintu masih kubiarkan terbuka sedikit, aku belum mau tidur, aku mau menunggunya pulang, ingin melihatnya meski sepintas, karena besok pagi saat aku berangkat mungkin dia masih tidur, tidak tahu mau berbuat apa, akupun tiduran sambil menulis diary, berkali-kali kulihat jarum jam ditangan, jam 12 masih lama, dan aku mulai tidak bisa menahan kantuk,hingga akhirnya tertidur beneran,dengan pintu yang masih terbuka.

Lihat selengkapnya