Sembilan Bulan Diganggu Setan

Nyimas Aksara
Chapter #6

BAB 6 PERTARUNGAN MAKHLUK MENGERIKAN

Aku terkejut, wanita berkebaya hitam yang tadi pagi menusuk perutku dengan keris datang lagi. Tapi kini, dia sedang menyerang sang penari berwajah mengerikan itu. Wanita berkebaya hitam menusuk kepala penari berkali-kali dengan tusuk konde. Aku menangis ketakutan karena melihat kedua sosok mengerikan itu bertarung. Darah berwarna kehitaman terpercik dimana-mana, hal itu yang membuat bau busuk semakin menyengat.



Sosok penari itu bangkit dan berbalik hendak menyerang dan langsung mendorong sosok wanita berkebaya hitam itu. Wanita berkebaya hitam itu langsung terpental ke belakang cukup jauh, melihat hal itu, sang penari tertawa terbahak-bahak. Suaranya mampu membuat telingaku sakit, aku langsung menutup telingaku dan duduk sambil menekuk lututku.


Kemudian, sang penari itu berjalan tertatih ke arah sosok berkebaya hitam. Sang penari dengan cepat menyerang dengan kuku jarinya yang panjang, dia mencakar-cakar wanita berkebaya hitam. Darah kembali terciprat ke segala arah, menambah bau anyir dan bau busuk. Aku menjadi mual, namun aku berusaha menahan diri sekuat tenaga agar aku tidak muntah dan mengeluarkan isi perutku.


Setelah puas mencakar sosok wanita berkebaya hitam, sang penari itu mendatangiku. Aku yang sedang duduk tak tahu harus melakukan apa, hingga akhirnya dia berdiri di depanku. Sang penari itu langsung menjambak rambutku sampai aku berdiri, rasanya kepalaku sakit sekali, aku semakin menangis ingin berteriak meminta tolong, tapi suaraku masih tak dapat keluar, suaraku seperti tertahan.


"Hemm, wangi, hahahaha, getih wangi," ucapnya sambil menyeringai, suara penari itu sangat jelek seperti nenek-nenek. Darah hitam mengalir dari mulutnya, sementara belatung yang ada di mulutnya melompat-lompat mengenai bajuku, benar-benar menjijikan.


Di belakang sang penari, aku melihat sosok wanita berkebaya hitam itu bangkit. Dia menyerang lagi sang penari yang sedang menjambakku dan kembali menusuk sang penari dengan tusuk konde. Sampai akhirnya sang penari itu tumbang dan cengkraman tangannya di rambutku pun terlepas. Meski aku sudah bebas, wanita berkebaya hitam itu masih terus menusuk nusuk sang penari itu.


"Goblok, luggo kono lunggo! Pergi Nduk, Cah Ayu pergi!" (Pergi cepat pergi dasar bodoh! Pergi anak cantik! pergi!) ucap wanita berkebaya hitam itu menatap ke arahku.


Aku langsung menganggukkan kepalaku, segera aku berdiri dan berlari menabrak para penonton dengan wajah datar yang berjumlah sangat banyak. Namun aneh sekali sosok-sosok pucat itu masih diam saja di posisinya, aku merasakan tubuh mereka dingin seperti es, benar-benar sangat susah untuk keluar dari kumpulan sosok berwajah datar dan pucat ini.


Syukurlah dengan susah payah akhirnya aku berhasil keluar dari tempat mengerikan itu. Ternyata di luar ada beberapa laki-laki yang sedang berkumpul di depan rumah mertuaku. Aku terdiam sebentar dan aku melihat mereka dengan teliti, aku harus memastikan dahulu apakah mereka itu benar-benar manusia atau mahluk jadi-jadian. Ku lihat mereka juga langsung melihat ke arahku secara bersamaan.


"Astaghfirullah Dek kamu ke mana saja, kami mencarimu," ucap Mas Aji yang berlari ke arahku dan langsung memelukku dengan erat.


"Dek, syukurlah kamu baik-baik saja," imbuh Mas Aji, terdengar suara isakan lirih, sepertinya Mas Aji sedang menangis sambil memeluku.


"Mas, aku takut Mas, tadi di sana, di ruang gamelan itu aku aku melihat banyak hantu di sana, ada yang mau membunuhku Mas," aduku sambil menangis di pelukan suamiku.


"Sudah-sudah, ayo kita masuk rumah Dek! Ayo kita ke kamar sekarang!" Mas Aji lalu mengandeng tanganku ke kamar dan aku didudukan ke kasur. Setelahnya Mas Aji memberikan air putih padaku, dan aku langsung meminumnya sampai tandas.


"Dek Tia, tadi kamu ke ruang gamelan ya?" tanya Ibu mertuaku yang masuk ke dalam kamar dan duduk di sampingku.


"Iya Buk, Tia ke sana karena penasaran gamelannya bunyi, ternyata ada orang banyak yang lagi nonton. Pas aku masuk, aku lihat ada penabuh dan sinden yang berwajah tampan dan cantik. Terus datanglah penarinya, dia menari dengan anggun, tapi ternyata mereka semua bukan manusia, apalagi penari itu berniat menusuk perutku. Untung aku di selamatkan oleh perempuan berkebaya hitam yang tadi pagi nusuk perutku di dalam mimpi," jelasku dengan detail, rupanya Bapak mertuaku dan Raden sudah berdiri di depan pintu.

Lihat selengkapnya