Sore sehabis sholat ashar, Mas Aji mengajakku ke rumah sakit untuk bertemu dengan dokter kandungan, kamu ingin memastikan apakah aku benar-benar hamil atau tidak. Kata Mas Aji, perjalanan dari rumah ke rumah sakit membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit. Enaknya jalanan di kota Jogja, tidak macet seperti jalanan di Jakarta, jadi kami tiba di rumah sakit sebelum tiga puluh menit.
"Mas, rumah sakit ini usianya udah lama ya? Dari jaman Belanda?" Aku bertanya pada Mas Aji untuk memastikan.
"Iya Dek, di sini ada dokter bagus, kata temen Mas, kalau mau periksa di sini aja, para nakesnya sudah berpengalaman semua Dek," jawab Mas Aji sambil melepaskan sabuk pengamannya.
"Em harus di sini ya Mas? Apa enggak ada rumah sakit yang lainnya? Yang bangunannya baru gitu loh Mas," protesku, entahlah, rasanya aku enggan untuk turun dari mobil, aku juga merasa ketakutan.
"Emang kenapa Dek? Kamu lihat sesuatu?" tanya Mas Aji sambil melepaskan sabuk pengamanku dan dan menatap wajahku.
"Iya di sana Mas, aku lihat ada banyak tentara Belanda sedang berdiri berjejer-jejer. Mereka tuh seperti security yang sedang berjaga di depan pintu masuk," jelasku menunjuk ke arah depan pintu masuk rumah sakit.
"Duh gimana ya Dek? Mas udah reservasi. Mungkin mereka cuma menjaga saja, udah bismillah aja Dek ayo masuk. Mas udah nggak sabar mau ketemu dokter, pengen memastikan kesehatan kalian berdua. Mas khawatir Dek, sama calon anak kita yang ada di perutmu," timpal Mas Aji sambil mengelus pipiku dengan lembut dan tersenyum.
Aku hanya menganggukkan kepala lalu turun dari mobil. Setelahnya aku memegang erat tangan Mas Aji, takut sekali melihat penampakan para tentara Belanda. Badan mereka tegap, tinggi dan kekar, kulit mereka yang putih terlihat pucat, tatapan mata yang tajam menghadap lurus ke depan. Sebenarnya tidak seram, justru malah terlihat tampan, yang membuat seram adalah saat aku melihat kaki mereka yang tidak menapak ke tanah, yah namanya juga mahluk halus.
Aku teringat cerita YouTube yang pernah viral tentang seorang gadis yang jatuh cinta pada jin tampan berwajah bule, sungguh dia sangat bodoh, kalau mau nyari yang tampan hantu tentara di sini banyak, kok bisa sih jatuh cinta sama hantu cuma gara-gara wajahnya yang tampan. Memang godaan jin kafir itu nyata adanya dia sengaja menunjukkan penampilan yang sempurna di mata manusia yang di sukainya.
Saat sudah dekat dengan pintu masuk, entah kenapa para hantu tentara itu mengalihkan pandangan mereka ke arahku secara serentak. Itu membuat bulu kudukku berdiri, tiba-tiba wajah tampan mereka berubah perlahan menjadi menakutkan, wajah mereka memiliki luka sayatan yang memperlihatkan daging merah dan darah yang sudah membeku berwarna merah kehitaman.
Yang membuatku tersentak adalah saat kepala para tentara itu tiba-tiba lepas dan menggelinding hingga sampai di samping kakiku, tak hanya itu sebagian tangan dan kaki mereka juga terlepas. Kepala yang tadi menggelinding di samping kakiku melihatku dengan tatapan tajam. Mereka semua seperti para korban mutilasi, anggota badan mereka terpisah tak beraturan.
Pegangan tanganku aku kencangkan pada Mas Aji, bukan hanya merinding, saat ini rasanya aku mau menangis, rasanya aku mau pulang saja, aku tak mau masuk ke dalam rumah sakit ini. Bau amis, bau busuk, bau kapur barus dan kemenyan bercampur menjadi satu dan menusuk hidungku. Karena bau itu aku menjadi sangat mual, namun sekuat tenaga aku menahannya. Aku tak ingin merepotkan suamiku nantinya dan aku juga tak mau jadi pusat perhatian di sini.
"Mas ayo pulang saja aku tak mau masuk." Aku merayu suamiku, berharap dia akan menuruti permintaanku.