Blurb
Apa yang lebih buruk dari patah hati? Terdampar di abad ke-16.
Satu pertengkaran hebat memisahkan Angie dengan kekasihnya, Aiden. Angie dengan mimpi-mimpi penanya, dan Aiden dengan ambisi sains yang membumbung. Ketika ego bertubrukan dan hati terluka, Angie memilih pelarian—tanpa menduga sang langit akan menggiringnya lebih jauh dari yang pernah terbayangkan.
Satu keputusan untuk meninggalkan Cambridge. Satu penerbangan menuju Indonesia. Satu badai misterius yang menelan pesawat ke dalam portal waktu—dan Angie terlempar ke tahun 1555, di Kota Sembilan Tiga Perempat—kota yang bahkan Atlantis pun tak berani menyebut namanya.
Era di mana perbedaan adalah dosa. Penyihir diburu. Dan wanita dari masa depan seperti dirinya? Bisa jadi mangsa empuk untuk dibakar di tiang pancang. Sementara di tahun 2024, Aiden menolak menyerah. Meski dunia menganggap Angie telah tiada, Aiden tahu lebih baik. Dia berusaha memecahkan misteri ruang dan waktu—atau mati mencoba. Namun yang lebih mengerikan dari ancaman kematian di abad ke-16 adalah kenyataan bahwa di masa kini pun, mesin waktu masih sebatas angan-angan.
Ketika cinta diuji oleh waktu, siapa yang akan menyerah lebih dulu?
Akankah Angie menemukan jalan pulang dari era yang menuntut darah?
Atau justru ... Angie akan menemukan alasan untuk tetap tinggal?