Cambridge, 2025
Seekor tupai.
Ya, seekor tupai.
Entah bagaimana, tupai kecil itu menyelinap ke dalam laboratorium ultra-aman Aiden dan mengira kabel-kabel Proyek Wardenclyffe adalah camilan lezat setelah keju.
“Demi Tuhan, Evelyn!” pekik Aiden frustrasi, menatap nanar pada layar komputer yang kini hanya menampilkan deretan angka acak serta simbol-simbol tidak bermakna. “Kita punya sistem keamanan berlapis-lapis!”
Evelyn hanya mengangkat bahu. “Mungkin dia punya gelar Ph.D. dalam Ilmu Menyusup?”
Aiden mengerang keras, seperti yang diharapkan hari-harinya yang penuh stres dan kegelapan. “Kemarin kucing hitam, sekarang tupai. Apa lagi besok? Giliran pasukan tikus bersenjatakan laser?”
“Hei, lihat sisi baiknya,” Theo menepuk bahu Aiden. “Setidaknya kita tahu sistem kita kebal terhadap serangan hacker, tapi tidak serangan pengerat. Mungkin kita perlu merekrut kucing sebagai staf keamanan?”
“Oh, diamlah kalian berdua!” gerutu Aiden, memijat pelipis yang berdenyut-denyut. “Elias, katakan padaku kau punya back up data?”
Elias mengangguk mantap. “Tentu saja, Bos. Tapi ...”
“Tapi apa?” Firasat buruk spontan menyusup ke benak Aiden.
“Back up terakhir kita ... seminggu yang lalu.”
Hening.
Kemudian ...
“Argh!”
Raungan frustrasi Aiden menggema di setiap sudut lab, membuat para burung yang bertengger di Wardenclyffe Tree—pohon pinus raksasa yang kini jadi sumber listrik nirkabel kampus—beterbangan kaget.
“Oke, oke, tenang semua,” Evelyn mengambil alih saat Aiden merosot lemas di kursi. “Kita bisa mulai lagi dari back up terakhir. Bukan masalah besar.”
“Bukan masalah besar?” Mata Aiden membulat penuh. “Data simulasi seminggu terakhir lenyap! Data yang bisa membuka jalan untuk—” Dia spontan terbungkam seraya menggigit bibir.
Ketiga rekannya saling bertukar pandang. Mereka tahu persis apa—atau lebih tepatnya, siapa—yang dimaksud. Angie, tentu saja.
Nama itu menggantung di udara, tidak terucap, tetapi terasa kehadirannya.
“Aiden,” Theo berkata lembut, “kau tahu sendiri, kan, kemungkinannya—”
“Jangan!” potong Aiden tajam. “Jangan berani-berani kau katakan itu!”
Keheningan menyelimuti, hanya dipecahkan dengung lembut Wardenclyffe Tree di luar. Pohon itu, dengan daun-daun berpendar kebiruan serta batang yang dimeriahkan Tesla coil, tiba-tiba mulai melantunkan nada-nada yang akrab.
♪ Is this the real life? Is this just fantasy? ♪
Aiden mendengkus. Tentu saja. Bahkan pohon ikut-ikutan mengolok-oloknya.
♪ Caught in a landslide, no escape from reality ... ♪
“Diam kau!” pekik Aiden pada pohon itu, mengundang tatapan khawatir dari rekan-rekannya.