Sembilan Tiga Perempat

angel
Chapter #31

Sejarah Ditulis Para Pemenang

Cambridge, 2025

Lonceng Gereja Memorial Harvard berdentang tiga kali, membangkitkan kesunyian Harvard Square ketika kabut tipis menyelimuti pagi itu. Aiden tersentak bangun. Baru saja dia tidur dua jam setelah begadang semalaman. Mata mengantuknya merapat ke jam di samping tempat tidur.

“Sial!” umpatnya pelan saat menyadari ia terlambat 15 menit dari jadwal pertemuannya dengan Detektif Sullivan West.

Dengan kilat, Aiden melompat dari tempat tidur, nyaris mencium lantai karena selimut melilit kakinya. Namun, belum sempat dia mencapai pintu kamar mandi, sesuatu yang hitam dan berbulu melesat di antara kakinya.

“Anile!” Aiden berseru frustrasi saat kucing hitamnya duduk manis di depan pintu kamar mandi dengan ekspresi seolah berkata, “Ini semua salahmu!”

“Ayolah, aku sudah terlambat!”

Anile hanya mengeong, mata hijau itu berkilat jahil. Aiden menghela napas, membungkuk untuk mengangkat Anile dari sana.

“Kau ini ...” Aiden menggaruk dagu Anile. “Kadang aku merasa kau lebih pintar dari kebanyakan manusia, kau tahu.”

Seolah membenarkan ucapan Aiden, Anile mengeong lagi, kali ini dengan nada yang terdengar persis tawa kecil. Aiden menurunkan Anile sebelum masuk kamar mandi.

❾¾

Langkah Aiden terburu-buru di trotoar Harvard Square. Rambutnya masih basah dan kemeja putihnya setengah terbuka.

Saat ia berbelok di sudut jalan menuju kantor Detektif West, Aiden nyaris bertabrakan dengan seseorang.

Refleks, ia menangkap lengan orang itu supaya tidak jatuh. “Maaf, aku tidak—Jocelyn?”

Jocelyn menatapnya terkejut, sekaligus kesal.

“Aku baru saja mau ke apartemenmu. Kau belum balas pesanku.”

Aiden langsung meraba saku celana. Kosong.

“Sial. Pasti ketinggalan di lab.”

Jocelyn menghela napas panjang.

“Lagi? Aiden, ini sudah ketiga kalinya minggu ini.”

“Maaf, Jo. Proyek Wardenclyffe dan—”

“Dan mencari Angie,” Jocelyn memotong dengan nada pahit. “Aku tahu.”

Aiden terdiam. Rasa bersalah menyelimuti dadanya. Ia tahu hubungannya dengan Jocelyn sedang berada di titik kritis. Kesibukan dan obsesi Aiden mencari Angie sudah menciptakan jurang di antara mereka.

“Jo, aku—”

“Ya sudah.” Jocelyn tersenyum, meski tidak mencapai matanya. “Aku mengerti. Hanya saja, bisakah kita bicara nanti? Ada sesuatu yang ingin kukatakan.”

Alarm merah berbunyi di kepala Aiden, tahu betul apa di balik kalimat itu.

“Tentu. Mungkin nanti malam? Kujemput di Stellar Sip.”

Lihat selengkapnya