Kota Sembilan Tiga Perempat, 1556
“Dahulu kala, di sebuah negeri antah berantah, hiduplah seorang wanita yang terjebak di antara dua dunia ...” Suara lembut Angie mengalun, mengisi malam, sementara Layla meringkuk nyaman di pangkuannya. Mereka duduk di balkon kamar Angie di Manor Kertakala, memandangi rembulan yang menggantung rendah, seolah-olah kue puding besar berkilau di langit malam yang kelam.
“Wanita itu datang dari masa depan, di mana orang-orang bisa melayang tanpa sayap dan berbicara dengan siapa pun di seberang dunia hanya dengan kotak ajaib.”
Mata Layla membesar. “Wah! Apa dia itu penyihir?”
Angie tertawa kecil. “Bukan, Sayang. Dia hanyalah manusia biasa yang terdampar di tempat yang salah pada waktu yang salah.”
“Lalu apa yang terjadi padanya?”
“Nah, dia bertemu dengan pangeran alkemis yang tampan.” Angie menerawang sejenak ke rembulan. “Dia jatuh cinta pada sang pangeran, tapi hatinya selalu resah, teringat pada kekasihnya di masa depan.”
Layla mengerucutkan bibir. “Kenapa dia tidak memilih salah satu saja?”
“Ah, andai semudah itu,” Angie mengusap kepalanya. “Cinta itu rumit, seperti benang kusut yang sulit diurai.”
“Seperti rambutku setelah bermain di sawah?”
Tawa Angie meledak. “Ya, kurang lebih begitu!”
Tiba-tiba, seekor kupu-kupu merah muda hinggap di bahu Layla, membuat gadis kecil itu memekik girang.
“Lihat, Nona Angie! Kupu-kupu ajaib!”
Angie tertegun. Lagi-lagi makhluk mungil itu muncul di saat yang tak terduga.
“Nona Angie? Apakah kupu-kupu ajaib ini bagian dari ceritanya?”
“Mungkin saja. Katanya, kupu-kupu merah muda akan selalu menuntun kita ke jawaban yang kita cari.”
“Benarkah? Kalau begitu, aku ingin bertanya padanya di mana ayah menyembunyikan kue jahe terakhir!”
Tawa Angie memenuhi malam. “Ah, Layla. Andai saja semua masalah bisa diselesaikan hanya dengan kue jahe.”
Saat tawa mereda, Layla menatap Angie dengan mata hijau terang penuh rasa ingin tahu. “Lalu bagaimana nasib wanita itu? Apa dia bisa menemukan jalan pulang?”
Angie terdiam sesaat, kali ini menerawang lebih jauh. “Entahlah, Sayang. Ceritanya masih berlanjut.”
“Tapi semua dongeng pasti ada akhirnya, kan?”
“Tentu, tapi tidak semua dongeng berakhir bahagia.”
Wajah Layla mendung seketika. “Aku tidak suka cerita sedih!”
“Hei, siapa yang bilang cerita ini akan berakhir sedih?” Angie mencubit hidung Layla gemas. “Mungkin saja ada keajaiban menanti di ujung cerita.”
“Seperti peri gigi yang membawa permen?”
“Hm ...” Angie memicingkan mata. “Mungkin seperti naga yang membawa es krim.”
Layla terbahak-bahak. “Nona Angie, kau ada-ada saja! Mana ada naga suka es krim!”
“Oh, kau akan terkejut, Sayang. Di dunia ini, apa pun bisa terjadi.”