Cambridge, 2025
Mata birunya memicing, menengadah ke langit kelabu. Di sekelilingnya, berbagai komponen logam dan peralatan canggih berserakan bak mainan raksasa yang ditinggalkan Titan cilik yang bosan. Angin musim semi memainkan rambut acak-acakannya, seolah memperingatkan bahwa apa yang akan dia lakukan adalah kegilaan tingkat dewa.
“Oke, tim! Hari ini kita akan membangun menara yang akan mengukir sejarah!” Aiden berseru dengan semangat menggebu-gebu. Kedua tangannya terentang lebar seolah hendak memeluk langit Cambridge.
Tim Wardenclyffe bersama kelompok ‘ahli’ eksentrik bentukan Dr. Winters berdiri di sebuah lahan kosong di pinggiran kota, jauh dari keramaian, dan cukup luas untuk membangun sebuah menara setinggi ego manusia. Evelyn hanya memutar mata, Theo pura-pura sibuk dengan tablet, sementara Elias menguap lebar seolah-olah pidato Aiden adalah dongeng pengantar tidur.
“Ayolah, teman-teman! Di mana semangat kalian itu?” Aiden cemberut, merasa seperti cheerleader yang salah masuk kelas fisika nuklir.
“Mungkin saja tertinggal di kasur bersama jam tidur normalku,” balas Evelyn malas.
“Atau tersesat di labirin kode yang harus kuperbaiki gara-gara update Windows semalam,” Theo mengimbuhi, masih sibuk dengan layar.
Dr. Quantum tiba-tiba berkomentar, “Tahukah kalian bahwa semangat sebenarnya itu manifestasi dari fluktuasi energi kuantum dalam—”
“Bzzt! bzzt!” Si kembar Spark menyela antusias, entah apa artinya.
“Ah, benar sekali!” Dr. Quantum mengangguk serius. “Kita harus mengkalibrasi flux kapasitor sebelum mulai!”
Aiden menggaruk tengkuk. “Oke ... um, terima kasih atas ... wawasannya? Tapi bisakah kita mulai dengan, ya, menggali?”
Dr. Timeless, yang sedari tadi mengusap-usap batu, tahu-tahu berseru, “Tunggu! Aku merasakan aura kuno dari tanah ini! Sepertinya dulu ini adalah tempat parkir kereta kuda!”
Hening sejenak.
“Wow! Itu sungguhlah bersejarah,” komentar Aiden, berusaha terdengar antusias. “Tapi, um, bisakah kita tetap menggalinya?”
“Tentu! Tapi hati-hati, mungkin kita akan menemukan tapal kuda berhantu!” Dr. Timeless terkekeh, hanya untuk disambut tatapan datar dari yang lain.
Dengan sedikit omelan dan banyak gerutuan, tim akhirnya mulai bekerja. Aiden, bersemangat seperti anak anjing yang baru diberi tulang, memimpin pasukannya dalam misi penggalian abad ini.
“Oke, sekarang kita butuh fondasi yang kokoh,” Aiden menjelaskan, menampilkan sketsa di tablet. “Bayangkan kita membangun kue tart setinggi Empire State Building. Tentu kita tidak mau kuenya ambruk dan menimpa kot— maksudku, menimbulkan masalah, kan?”
“Omong-omong soal kue,” Elias memotong, “apa ada yang bawa cemilan? Aku lapar.”
Evelyn melemparkan sebungkus Snickers pada Elias. “Nih, makan ini dan berhenti merengek.”
“Hei! Aku alergi kacang!” protes Elias.
“Kalau begitu untukku saja!” Theo menyambar cokelat itu dengan kecepatan The Flash kelaparan.