“Kecurigaan pertamaku muncul pertama kali semenjak Puan Putri tidak takut ketinggian. Puan Putri mungkin tidak tahu alasan menara tertinggi dijadikan kamar pingitan Puan Putri.”
Aku menyanggahnya “Dengan berada di tempat tinggi aku bisa belajar melawan ketakutan. Lagipula, kalau aku terus takut akan ketinggian dan suatu saat diculik, maka setidaknya aku bisa melarikan diri bila dipenjara di tempat tinggi.”
Aku tahu ini sepertinya bukan reaksi Adinda. Tapi setidaknya ia harus tahu perspektifnya tidak selalu benar.
Si komandan tersenyum kecut.
“Kecurigaan kedua adalah saat Puan Putri berjumpa dengan hamba.”
Kali ini aku menjawab “Memangnya tuan Arche tidak berani menyatakan apa hubungan kita berdua?”
“Hamba ingin Puan yang menyadarinya. Hambar adanya bila ikatan kita berdua diucap oleh mulut pemuda saja.”
Setidaknya dari sini aku yakin ada sesuatu di antara mereka. Dan sejenak kudengar kemarahan darinya, entah karena apa. Bukan kemarahan keluar tapi seperti api yang memarahi tungku sendiri.
“Kecurigaan ketiga adalah relasi Puan Putri dengan Yang Mulia Puan Permaisuri. Bagian ini adalah wewenang beliau, hamba tidak berani melangkahi apa yang beliau curigai.”
Bu-bunda bahkan mencurigaiku? Ah… tapi memang benar adanya kalau aku wajib dicurigai.
“Kecurigaan keempat adalah saat Puan Putri memilih turun ke gudang. Tempat itu… jauh lebih menyakitkan bagi Puan Putri. Hamba tidak percaya kalau Puan Putri yang asli berani melangkah ke sana.”
“Komandan Arche!” seru Puri dan Puti bersamaan. Aku tahu keduanya menolak.
“Maaf hamba melanggar batas. Masih ada waktu sebelum putusan dijatuhkan. Selama waktu tersebut, hamba akan menjadi pengawas.”
Arche menengok pada kedua dayang “Terima kasih atas loyalitas dan peringatan kalian. Aku tidak menyangka seorang Sylph sepertiku bisa tenggelam dalam pikiran buruk menyerupai racun pikiran Poseidon.”
Aku tersenyum mendengarnya. Kalau ia ingin mendengar diskrepansi maka akan kuberikan lebih lagi.