Sakit! Hentakan angin menerbangkanku melewati jembatan menara keempat dan kelima. Kakiku ngilu karena mendarat keras. Tidak sempat pula Kekuatan Keinginan meredam jatuh. Aku melirik sekeliling, aku yakin sedang berada di halaman tempat latihan para Kesatria tadi siang.
Suara para Kesatria hiruk pikuk. Ini gawat! Mereka bisa menyergapku di deru debu ini. Aku melihat komandan ganjen mengarahkan tangannya membentuk lingkaran sambil berkomat-kamit di udara.
“L__t a___n t__a ne___
Bad__ ter___at buyar___ su___
__hat! ___ai __bu ____era!"
Storm Nirnetra
Mantra dari Storm! Aku telat bereaksi! Ah, tabir asap dan debu yang tadinya terbaur kembali memusat dan berputar di dekatku. Tingginya sampai lima tombak. Tidak bisa sembarang dilompati.
Aku mengerahkan Kekuatan Keinginan untuk melindungi mata dari gangguan debu. Tebalnya tabir asap ini sepertinya sampai delapan langkah. Aku tidak bisa melihat siapa saja yang berada di luar dan mengepung.
Nyaris! Satu bulu Merak hampir menghantam kepalaku. Kudengar suara retak pepohonan di belakang sana. Semoga tidak ada yang marah esok hari. Kalau saja aku tidak menghindar barangkali besok akan rusuh di istana.
“Hup!”
Ugh! Ia juga bisa menyibak tabir dan menyerang dengan bulu Merak yang paling panjang. Bilah-bilah bulu itu pun bisa terpencar tiba-tiba. Sembarang menangkisnya bisa perkara.
Aku bisa saja menggunakan Kekuatan Keinginan untuk mendeteksi serangan. Tapi itu akan sangat menguras tenaga. Melindungi mata ini saja juga cukup mengganggu. Menghapus tabir ini juga bisa tapi firasatku bilang bukan jalan yang benar. Sibak sejenak saja membuat mereka bisa menyerangku dari jarak jauh apalagi kalau semua tersibak. Aku bisa terkurung dengan formasi yang lebih ketat.
Lagipula, sekarang tujuanku hanyalah kabur dari sini dan sampai dengan selamat tanpa curiga di menara terakhir. Pikir, Saravine. Serangan si ganjen ini pasti memiliki pola.
Aku benar, semua serangannya berirama seperti lagu “Pergilah Dari Sini”. Sial, itu kode atau justru caranya melawak? Atau bisa jadi karena ia menganggapku lemah?! Hush hush Saravine, kau sedang Lelah. Tetap fokus.
Rupanya benar itu kode. Dua hitungan lemparan bulu, satu tebasan jarak dekat, lalu satu hitungan bulu. Semuanya berirama sama. Aku bisa menghindari serangannya walau masih harus menghadapi panah besi yang bisa tiba-tiba muncul dari tabir. Tapi itu lebih mudah karena kebanyakan salah sasaran. Tabir ini melindungiku.
“Jangan buka tabirnya!”
Si komandan ganjen bisa baik hati rupanya!
Aku melihat tabir asap di belakangku terbuka. Di sana pepohonan rimbun tanpa satu penerangan pun menanti. Aku menunggu saat komandan ganjen itu kembali menyerang dengan dua lemparan. Di saat itulah, aku melompat mundur.
Aku beruntung bisa keluar dari tabir asap dan jebakannya dan masuk ke pepohonan. Harusnya aku bisa berlindung menggunakan bayang--
“UGH!” hampir saja! Lima panah barusan itu semua mengincar kakiku. Keluar dari tabir asap dan ke bayangan ini mungkin bukan pilihan terbaik.
Mereka terlatih! Kulihat berkali-kali Kesatria lain menunjuk ke arahku. Bahkan beberapa juga menembakkan panah dari busur silang ke arahku. Mantra Sylph membuat panah mereka sangat cepat dan bisa berbelok!
“Biar aku saja! Kalian awasi sekitar! Siaga penyusup lain! Penyusup ini bisa meredam suara dan kehadiran!” perintahnya agak aneh. Dari obrolan latihan pedang tadi siang harusnya kredo Kesatria Zirah putih adalah menyerang bersama dan menjaring lawan dalam koordinasi akurat.
Apa ia yakin bisa mengalahkanku sendirian? Ugh, poinmu makin minus di mataku, Arche!
Tapi mungkin dia benar! Dalam kegelapan begini dia masih bisa melempar ke arahku dengan akurat. Salah satu bulu merak yang dilemparnya menembus pepohonan dan hampir saja menusukku yang berlindung di belakangnya. Padahal tebal pohon ini bisa sampai satu lengan.