Ruangan yang sebenarnya tidak layak disebut dapur itu akhirnya mengepulkan asap. Wanita yang masih sangat muda di sana berusaha mengkondisikan kepulan asap supaya tidak diketahui dari orang-orang luar gubuk bahwa masih ada orang di sini tengah bersembunyi. Sementara itu, temannya yang membantu turut pula menyelesaikan tugasnya dalam mengulek sambal untuk dicocol.
"Bukannya ibu menyusui tidak boleh makan pedas ya?"
"Iya kah? Kenapa?"
"Kata orang-orang sih nanti ASI-nya jadi pedas."
Sang teman yang mendengar hanya menyunggingkan senyum, tidak acuh pada ucapan barusan yang menurutnya mitos. Gerak tangannya segera membawakan makanan ke kamar tengah. "Nindi, nanti kamu cerita langsung ya ke ibu kandung anak angkatmu. Hahaha!"
Wanita bernama Nindi memasang wajah masam oleh tatapan ejekan temannya yang tidak lain adalah Citra. Tidak ia tanggapi secara serius, segera disusulnya Citra dengan membawakan hal-hal lain yang bisa dibawanya.
"Wah, Mas Bisma sudah tidur?" Citra bertanya setelah meletakkan apa yang sudah dibawanya ke ruang tengah.
Tidak lama, Nindi yang juga telah meletakkan apa-apa yang sudah dibawanya turut menyembulkan kepalanya ke kamar Kanaya. Senyum tulus terukir di wajah manis itu saat Kanaya terlihat hati-hati meletakkan bayi itu dalam keadaan terlelap setelah menyusui. Akan tetapi senyum terukir itu memudar tatkala melihat wajah kesal Kanaya, masih terlihat begitu jelas belum menerima kehadiran bayi itu.
"Namanya Bisma?" tanya Kanaya menghampiri Citra.
"I-iya, Nindi yang kasih nama...," Citra menjawab dengan takut-takut.
"Kalau kamu tidak berkenan...," Nindi tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Kanaya segera memotong.
"Aku tidak peduli siapa namanya. Yang aku mau adalah kamu datang ke sini bukan untuk mengembalikannya padaku," jawab Kanaya dengan pandangan tenang menikam pada Nindi.
Nindi mengembuskan napas ringan dengan pandangan menunduk miris, namun segera mengendalikan diri untuk kembali tersenyum. "Ohya, makanannya sudah siap. Biar bagaimana kamu harus sehat supaya Bisma bisa mendapatkan ASI yang cukup."
"Persetan!" desis Kanaya seraya keluar di antara Citra dan Nindi.
Cukup mengejutkan bagi Kanaya setelah Yamamura mengirim makanan dan buah-buahan, tak lama kemudian Citra datang tidak seorang diri. Kanaya mematung sesaat demi melihat siapa yang tengah bersama Citra, membuatnya teringat masa ketika Jepang belum menginjaki kaki di negeri ini. Lebih dari itu, rupanya Citra menitipkan sang bayi pada sosok yang tidak lain adalah Nindi.
Kanaya mempersilakan mereka masuk, mendengarkan rasa prihatin dan miris dari Nindi atas apa yang dialami Kanaya hingga melahirkan putra seorang penjajah. Sesekali diselingi Citra yang menunjukkan takjub karena meski Kanaya diperlakukan tidak senonoh oleh seorang tentara Jepang, ternyata ada tentara Jepang lain yang menolongnya dari sejak masa kehamilan sampai melahirkan. Segera Kanaya membuang muka seraya mengatakan bahwa bisa saja Yamamura hanya sedang berpura-pura.