Madya terus memainkan pita yang berada di depan tas selempangnya. Sudah beberapa menit, ia menunggu seorang laki-laki yang akan menyatakan cinta, sayangnya itu membuat Madya tidak ikhlas membantu seseorang kali ini.
Ia terus memikirkan akan bersikap apa di sana? Akankah ia bisa tersenyum. Oh kelupaan. Ia terbiasa tersenyum tanpa benar-benar ingin tersenyum, bukan?
Di saat keresahan yang tengah ia rasakan, suara deru motor terdengar mendekat. Madya sudah hafal suara motor itu, suara yang selalu ia damba di sela-sela hari yang melelahkan. Hari yang juga begitu didamba kaum rebahan.
Minggu! Ya, hari di mana ia bisa santai dari pekerjaan yang sebenarnya tidak ia harapkan meski dulu ia mencarinya.
Minggu juga hari di mana lelaki bernama Satria, selalu datang hanya untuk menemaninya membeli cemilan di supermarket.
Tapi, sepertinya hari itu akan hilang dari rutinitasnya. Mana mungkin ada seorang perempuan yang rela membiarkan kekasihnya menghabiskan malam minggu bersama perempuan lain, meski itu adalah sahabatnya sekali pun.
"Mad?" tanya lelaki itu membuyarkan lamunan.
"Eh, iya kak?" kagetnya.
"Kamu kenapa?" lelaki itu membuka helm berwarna cokelat miliknya.
"Gak, gimana udah siap?" alihnya.
Lelaki itu terlihat menghembuskan napas, berdiri tegapnya pun tidak terlihat seperti biasa.
Madya pun tersenyum mencoba menetralkan wajahnya yang ingin ditekuk. "Santai kak, aku yakin hari ini pasti berhasil."
"Kamu, lama nunggu?"
"Nggak kok kak," jawabnya.
"Bagus deh, karena biar aku aja yang nunggu chat kamu yang lama."
Entah apa yang membuat lelaki dihadapannya ini malah mulai menggombal.
"Bercanda terus kak, mending kita berangkat yuk," ajaknya berjalan mendekati motor dan hendak mengambil helm.
"Tunggu!" lantangnya membuat Madya beralih ke hadapan lelaki itu.
Terlihat beberapa kerutan di dahi gadis itu. "Why? Lebih cepat lebih baik kak."
Lelaki itu menegakkan badan dengan helaan napas yang tidak tenang.
Tangannya terulur, hingga jari lelaki itu merapat untuk memegang tangan Madya. Sontak saja perempuan itu mengernyit heran.
"Jika ada laki-laki yang berniat menjadikan kamu pacarnya, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Satria dengan tatapan ke wajah gadis dihadapannya.
"Hah? Kok aku dikasih pertanyaan itu." Madya mencoba melepaskan tangan yang menggenggam itu tapi ternyata lelaki itu tak membiarkannya.
"Jawab, please," pintanya.
"Oke-oke aku bakal jawab," ucapnya menyerah. "Aku bakal terima dia Kalo...," ucapnya menggantungkan kalimat.
Satria yang begitu penasaran pun menimpali, "kalo, apa?" Madya menghela napas mendengar pertanyaan itu.
"Kalo, laki-laki itu orang yang aku cinta." Madya tersenyum setelah mengatakan itu.