—the sky looks gloomy so I'd like to give him stars.
2004.
Langit terlihat muram.
Hari ini dia tak mampu melihat pelangi meski hujan rintik baru saja turun. Padahal kata Bunda, pelangi akan muncul kalau hanya rintik yang datang. Tetapi ke mana pun dia memandang, Langit gagal menemukan fenomena alam favoritnya tersebut.
Maka bocah lelaki itu lari ke dalam kamar untuk mengambil buku gambar dan krayon. Kalau tak bisa menemukan pelangi, lebih baik dia membuatnya sendiri. Langit menempatkan buku gambar di atas meja lalu mengambil berbagai warna yang dia butuhkan. Telapak tangan kecil Langit sibuk memilih warna. Sampai tiba-tiba indera penciumannya menangkap aroma dari krayon.
Bintang yang sedari tadi mengawasi dari dekat tangga, hanya menggeleng kecewa. Dia tak mengerti mengapa sang kakak beda sepuluh menit itu begitu tertarik pada aroma krayon baru mereka.
"Baunya enak tahu," jawab Langit seolah membaca pikiran sang kembaran.
Perkataannya itu cukup membuat Bintang ikut penasaran. Maka dia mendekati Langit perlahan dengan wajah polos. Namun, Bintang segera berbalik badan dan memanggil bunda dengan suara keras ketika dia melihat tindakan Langit selanjutnya.
"BUNDA ITU LANGIT MAU MAKAN KRAYON!"
Betapa Bintang sangat ingin menukar saudaranya dengan orang lain. Apalagi kalau diganti oleh seorang perempuan seperti adik sepupunya yang baru lahir kemarin. Dapat dipastikan kehidupan Bintang jauh lebih tentram. Daripada terjebak bersama saudara lelaki yang—
"LANGIT JANGAN DIKUNYAH! ADUH BUNDAAAA!"
Bintang yang setengah panik dan setengah kesal, segera keluar rumah untuk mencari Bunda. Siapa tahu beliau sedang menyiram tanaman di halaman depan.
Bintang melangkahkan kaki sembari menggerutu. Hari masih pagi tetapi sudah dihadapi tingkah unik kakaknya. Bintang semakin yakin ingin menukar Langit dengan orang lain. Dia melihat ke sekeliling tetapi masih tak dapat melihat sosok bunda.
"Hai Langit!"