2014.
Langit sedang menikmati keindahan Minggu pagi bersama angin semilir kesukaannya.
Dia duduk anteng di teras rumah ditemani secangkir teh manis hangat di atas meja. Hidupnya begitu tenang tanpa ada Bintang mengomel seperti biasa. Bintang mau jalan-jalan sama Kak Awan di sekitar taman, katanya. Kedua orang tua mereka pun sedang ada urusan di luar kota dan sudah pergi sejak pagi buta. Langit begitu menikmati quality time ini tanpa ada gangguan dari—
"Pagi."
Baru saja Langit ingin melempar protes pada gadis yang tiba-tiba sudah duduk di sebelahnya. Namun melihat ekspresi Nala, dia mengurungkan niat.
"Kenapa lo? Kusut kayak sapu ijuk rumah."
Nala melirik sinis ke arah kirinya.
"Langit toh, kirain yang satunya lagi," kata Nala membuang nafas kecewa.
Langit merengut karena merasa dibandingkan dengan Bintang. Memang tak salah sih, akhir-akhir ini Nala justru lebih akrab dengan adik kembarnya itu. Mungkin karena Bintang yang juga mulai protektif terhadap Nala. Dia tak mau Nala teracuni oleh segala pikiran dan tindakan cenderung bandel sang kakak.
Saat melihat dari halaman rumahnya tadi, Nala langsung keluar rumah dan memutuskan untuk menginvasi rumah tetangganya ini. Dia pikir Bintang lah yang sedang duduk di teras.
"Tapi gapapa deh. Gue butuh temen sekarang."
Kini Langit membuang rasa kesalnya. Hatinya begitu mudah melunak kalau Nala berbicara serius. Dia mengambil cangkir dan meminum teh perlahan sebelum berani bertanya pada Nala.
"Gapapa nih temen curhatnya gue? Biasanya lo kalo ada apa-apa lapornya ke bos besar."
Bos besar alias tuan muda Satrugna Bintang Aswindra.
"Kata siapa gue mau curhat ke lo?"
"Lah terus?"
"Maksudnya tuh butuh temen buat nungguin Bintang ke sini. Bukan buat ngobrol."
Untung saja Langit sudah meletakkan cangkirnya. Jika tidak, mungkin Nala sudah tersiram teh hangat.
"Heheh maaf, Lang. Gue beneran butuh temen kok."
"Yaudah curhat aja."
Langit malah mendapat pukulan pelan di pundak.
"Dibilangin bukan curhat."
"Lah ya terus lo butuh temen maksudnya buat apa?" tanya Langit heran.
Ini Langitnya yang lamban atau Nala yang tak jelas. Mungkin keduanya. Langit berusaha memaklumi Nala karena kata Bunda, perempuan memang kadang sulit dimengerti.
Nala menghela nafas kembali. Di saat seperti ini biasanya Bintang muncul untuk menyentil kepala mereka berdua dan menyuruh untuk berhenti bertengkar. Padahal Langit dan Nala berkenalan lebih dulu, kemudian Bintang masuk ke dalam lingkaran pertemanan mereka.
Walau begitu Bintang malah berada pada posisi tertinggi di hierarki kasat mata pertemanan trio ini. Diikuti Nala sang putri maharaja, lalu Langit sebagai rakyat jelata. Status kembar antara Langit dan Bintang seolah tak ada ketika Nala muncul. Bintang rupanya tidak bercanda ketika dia berpikir ingin menukar sang kembaran dengan orang lain.
"Ya temen buat duduk bareng aja. Nikmatin pagi hari sejuk gini, kan bosen kalo sendirian," jelas Nala sang anak tunggal.
"Ohh oke oke."
Langit pribadi lebih ingin menghabiskan waktunya sendirian. Karena selama ini rumah selalu terasa ramai bersama kehadiran tiga saudara, setiap kali Awan dan Bulan datang selama waktu libur mereka. Terkadang teman-teman lain pun datang berkunjung.
Walau Langit tipe yang suka berinteraksi, dia tetap membutuhkan waktu untuk sendiri. Hanya khusus untuk Nala dan Bintang, dia rela memberikan waktu tersebut. Kalaupun dia menolak permintaan Nala, dapat dipastikan Bintang akan mengomel lagi padanya dan Langit tidak mau itu terjadi.
Langit lalu berdiri dari tempat duduk, setelah salah satu sel otaknya berinisiatif untuk melakukan sesuatu.
"Mau ke mana?"
"Sebentar."
Langit masuk ke dalam rumah, tak lama kemudian dia kembali dan membawa secangkir teh manis hangat serta sepiring kukis cokelat. Dia menaruh benda panas itu di samping cangkirnya.
"Minum," ucapnya singkat.
Nala sedikit terkejut. Bahkan sempat menyangka kalau jiwa Bintang sedang merasuki Langit. Apa mungkin orang ini sebenarnya Bintang tapi berpura-pura menjadi Langit?
"Lo beneran Langit? Bukan Bintang yang lagi cosplay?" tanya Nala tanpa dipikir.
"Gue ini Langit yang takut sama Bintang marah-marah kalo nanti pas pulang, dia lihat lo ga minum apapun padahal lo tamu di sini," jelas Langit panjang tanpa jeda.
Oh ternyata benar ini Langit.
Nala mengangguk-angguk mengerti. Meski menyandang status sebagai adik palsu kesayangan Bintang, ia juga pernah mendapat serangan murka dari lelaki manis itu.
"Bener juga sih. Makasih Git."
"Sama-sama La. Nah kan pas tuh, baginda raja datang."
Oh?