Semesta

langitabu
Chapter #6

Retak

2016.

Nala berjalan santai sembari membawa sekardus oleh-oleh.

Padahal satu bulan lalu dia berencana mau memberi satu bungkus untuk setiap orang. Kenyataannya tiap kali Nala melihat camilan baru di Malang, dia selalu membelinya untuk oleh-oleh. Dia ingat betapa si kembar sangat suka makan dan tentunya Kak Awan terkasih harus mencoba oleh-oleh pilihan Nala. Maka jadilah satu kardus besar yang dia bawa menuju rumah ketiga lelaki bersaudara itu.

nanti juga pasti makannya bareng gue, jadi harus bawa sebanyak mungkin, pikir Nala.

Sesampainya Nala di depan rumah, dia mendorong pagar rumah yang tidak terkunci. Kemudian berjalan ke depan pintu rumah dan meletakkan kardus itu di kursi teras. Cukup berat rupanya.

Nala hendak membunyikan bel, sebelum ada sosok yang dikenalnya membukakan pintu.

"Waduh, udah sampe nih oleh-olehnya."

Dari cara bicaranya, jelas sekali itu Langit. Tapi kok—

"Lo tambah tinggi, ya?" tanya Nala tak percaya.

Langit mengangguk bangga. Sekarang dia harus menurunkan sedikit jarak pandang matanya untuk menatap Nala. Padahal baru dua bulan lalu dia, Bintang, dan Nala memiliki tinggi yang setara. Apalagi Nala memang gadis berkaki jenjang.

"Bintang juga tambah tinggi, tuh orangnya," ucap Langit menunjuk Bintang yang asik tiduran di sofa.

Bintang melambaikan tangannya pada Nala. Tumben sekali si anak berbakti terlihat bersantai di waktu senggang. Bahkan ini Langit yang menyambut Nala, bukan Bintang.

"Masuk Nal," kata Bintang.

Nala melangkah masuk. Masih tak percaya karena dua lelaki ini sudah jauh lebih tinggi dalam kurun waktu dua bulan.

"Jadi kalian selama liburan nambah tinggi, gitu?"

"Iya," jawab si kembar bersamaan.

"Tapi Kak Awan enggak," sahut Langit yang sudah membawa kardus di teras tadi.

Nala mendengus. Ya jelas saja, sang pujaan hati itu sudah menjadi lelaki dewasa dan tidak mungkin bertumbuh lebih tinggi.

"Kak Awan emang ga tambah tinggi, tapi pasti tambah ganteng," tanya Nala dengan wajah berseri.

Langit dan Bintang tak ada yang mau berkomentar. Mereka memasang wajah 'bodo amat' dan mengabaikan sang tamu terkekeh sendirian.

"Tadi kata kamu, aku kenapa Nal?"

Nala mematung. Bintang dan Langit menahan tawa. Awan berjalan turun tangga, nampak terlihat berwibawa dan elegan dari perspektif Nala.

"Eng... engga kok kak hehe. Salah denger kali kak," Nala berdusta.

Namun, rona merah muda di wajah tak dapat disembunyikan layaknya kata-kata. Awan tertawa pelan.

"Kata Bintang, kamu abis pulang kampung?"

Nala mengangguk. Awan kini berdiri di sampingnya. Dia sedikit menunduk ke bawah untuk memandang Nala karena Nala lebih pendek darinya.

Lihat selengkapnya