Semesta

langitabu
Chapter #7

Markisa

Bintang terbangun di tengah malam.

Pukul 12.32 pagi, ketika dia melihat ke jam dinding. Di sebelah kanan ada sang kembaran yang tidur memunggungi dirinya. Bintang ingin bermigrasi ke kamar Kak Awan tapi takut mengganggu. Kalau sudah bangun tengah malam, dia biasanya sulit tertidur lagi.

Bintang mendudukan diri di pinggiran tempat tidur. Pikirannya kembali pada peristiwa tadi sore. Nala langsung berdiri setelah film selesai. Dia mengucapkan terima kasih lalu keluar dari rumah. Itu seperti bukan Nala. Ini mungkin sisi lain Nala yang baru Bintang ketahui. Seperti sisi gelap Nala yang murka di lorong sekolah waktu Bintang dan Langit dipermainkan.

"Kenapa dia begitu ya," gumam Bintang.

"PMS kali."

"ASTAGA! Duh, Langit!"

Untung suara kaget Bintang tidak terdengar sampai keluar. Langit mengubah posisi tidurnya sehingga dia menatap ke langit-langit kamar.

"Lo ngomongin Nirmala, kan?"

Bintang mengangguk. Langit tak melihat Bintang yang mengangguk, namun dia sudah tahu jawabannya.

"Tapi dia ga bawa tas hitam tadi."

Tas hitam yang dimaksud Bintang adalah tas kecil Nala yang berisi 'keperluan perempuan'. Begitulah Nala menyebutnya. Karena rumah si kembar lebih banyak dihuni para lelaki, dia selalu membawa benda itu setiap berkunjung dan sedang datang bulan.

Nala cukup terbuka tentang hal ini pada kedua sahabatnya. Langit dan Bintang juga tak masalah, mereka cukup terbiasa menerima ocehan ajaib sang Bunda atau Bulan ketika sedang PMS.

"Yha... berarti dia memang lagi sakit hati," kata Langit menyimpulkan.

"Masa sih?"

Bintang menerima lemparan bantal pada wajahnya. Dia tidak menolak atau marah. Dia pantas mendapatkannya, sebagai remaja yang masih belum mengerti kasus menyangkut urusan hati.

"Iya, Bintang. Nala mungkin kecewa karena Kak Awan anggap dia cuman sebagai adik kecil biasa. Sedangkan Nala itu udah suka banget sama Kak Awan. Ini aja udah beberapa tahun sejak mereka pertama ketemu dan Nala masiiiihhhhh aja hahahehe kalo di depan Kak Awan. Cinta tuh buta dan bikin bego, Bin!"

Bintang mengangguk pura-pura mengerti. Lalu sebuah pernyataan muncul di dalam pikirannya.

"Berarti lo selalu jatuh cinta dong, kan lo selalu bego."

Sunyi.

Bantal Langit sudah terlempar tadi, maka tak ada benda lain yang dapat digunakan.

"Ya ga gitu Bintang. Astaga."

"Terus?" tanya Bintang polos.

Ini saatnya Langit kembali menjadi seorang kakak.

"Lo pernah nemuin orang yang rasanya mau lo lindungin setiap saat?"

Bintang berpikir sejenak.

'kayaknya pernah.'

"Pernah nemuin orang yang jadi prioritas, sampai kadang lo lupa peduli sama diri lo sendiri?"

'pernah.'

Bintang mengangguk lagi.

"Pernah nemuin orang yang sukses buat lo senyum setiap saat?"

'iya, pernah.'

"Lalu lo bisa bebas jadi diri lo sendiri dengan dia? Lo merasa aman sama dia?"

'pernah banget.'

Bintang mengangguk berkali-kali. Apa sebenarnya dia sudah jatuh cinta?

"Serius, pernah?"

Langit mendudukan diri, semakin serius ke dalam pembicaraan. Dia harus tahu siapa orang yang berhasil menarik hati sang adik kembar.

"Siapa?"

"Lo, Langit."

Lihat selengkapnya