2017.
Langit termasuk dalam tim inti sepak bola sekolah dan Bintang masuk di tim inti basket sekolah. Sedangkan Nala adalah tim murid mager.
Bersama dua teman sekelasnya yaitu Adi dan Felix, mereka biasa mengisi deretan kursi kosong di perpustakaan. Ini pun bukan untuk belajar, melainkan mencari buku kompilasi lelucon atau browsing dengan komputer perpustakaan. Maka tak heran kalau Nala juga bisa merangkap sebagai asisten si kembar saat sepulang sekolah. Biasanya Nala akan membawakan batagor kesukaan Bintang atau memberi Langit sebotol minuman dingin.
"Lo digaji berapa Nal?" tanya Adi asal.
Dia dan Nala duduk di kursi lapangan sepak bola. Sedangkan Felix sedang latihan lomba debat sepulang sekolah.
"Lo beneran mikir gue ini pembantu?"
Adi mengangguk pura-pura polos, walau jelas sekali dia bercanda. Lalu pipi gembulnya dicubit gemas oleh Nala.
"Engga ya, Adinata. Lagian mereka juga sering bantu gue, gue juga sering 'ngerampok' rumah mereka. Jadi ya impas aja."
"Ohh. Terus, kalau mereka lagi berantem, lo gimana?"
"Hm? Maksudnya?"
"Kayak sekarang Nal. Masa lo ga sadar sih?"
Nala berpikir sejenak. Antara Nala yang kurang peka atau si kembar cukup pintar berakting. Tadi pagi dia berangkat bersama Bintang karena Langit bangun lebih siang. Selama istirahat, Bintang dan Langit bertingkah biasa saja seolah tak ada masalah.
Tapi kini si kembar bahkan tidak saling menganggu meski lapangan yang mereka pakai cukup berdekatan. Biasanya Langit sengaja menendang bola ke lapangan basket. Lalu Bintang sengaja mengoper jauh ke lapangan bola sampai terkena kepala Langit.
Situasi sekarang ini terlalu kondusif.
"Jadi gimana?" tanya Adi membuyarkan lamunan Nala.
"Jadi apanya?"
"Lo mau dukung pacar lo yang mana?"
Nala baru ingin menjitak kepala Adi, namun didahului oleh bola sepak.
"EH! Sorry sengaja, Di!"
Haikal terkekeh sembari berlari perlahan menuju deretan kursi. Nala tertawa puas, tetapi tangannya juga mengelus lembut kepala Adi yang terkenal bola. Adi nampak sangat kesakitan dan hati kecil Nala tidak tega melihatnya.
"Ical! Sengaja pasti," gerutu Adi.
"Memang, kan tadi gue bilang sorry sengaja. Hahaha..."
Adi balas melempar bola ke arah Haikal, untungnya cepat ditangkap oleh sang calon atlet.
"Eh Nal, Langit kenapa deh?"
"Hm? Kok lo nanya gue, Kal?"
"Dia kelihatan lesu gitu hari ini. Dari tadi ngoper sama gol bola gagal terus. Padahal dia paling jago biasanya. Tuh, lo liat. Yang lain udah boleh istirahat, tinggal dia aja yang masih harus latihan lagi."
"Ohh."
Langit tak berhenti menendang bola yang diberikan padanya. Hampir seluruh bola sukses dihalangi oleh pemain lain. Hanya sekali yang lolos gawang. Lelaki itu beberapa kali mengacak rambutnya frustasi, peluh mulai menetes dari keningnya. Tatapan mata Langit fokus antara bola dan gawang.
Nala melirik tas Langit yang terbuka di atas kursi pemain. Di sana sebotol air mineral dingin yang tadi Nala beli masih tersegel rapat. Langit belum menyentuhnya sama sekali.
"Oi, Nal. Malah bengong," ucap Haikal.
"Hm? Uh... gue belum sempet nanya Langit dan dia juga belum cerita apapun sih. Coba nanti gue tanya."
Haikal mengangguk mengerti.
"Makasih Nal."
"Sama-sama Cal."
Haikal turun kembali ke lapangan. Pada detik yang sama, Langit justru menghampiri Nala dan Adi. Mereka saling bertukar sapa. Langit berjalan sembari meminum air mineralnya. Dia membuka segel botol dalam sekali coba lalu meneguknya cepat sampai hampir habis.
Ketika semakin dekat, Nala baru menyadari kalau Langit memakai headband hitam. Sehingga rambut langit nampak tersisir ke belakang. Langit lalu meminum nestea sampai habis. Kemudian menyunggingkan senyum dan menatap riang Nala. Rambut gelapnya tertiup pelan oleh angin yang baru berhembus.
'lah kok.'
'ganteng.'
'loh.'
'apaan sih.'
"Hayo kenapa."
Itu Adi yang menyadari kalau Nala menatap Langit terlalu lama.
"Hah?"
Nala masih mengalami malfungsi.
"Hah heh hah heh. Ya lo kenapa, liatin abangnya santai aja dong ye," ucap Adi penuh provokasi.
"Apaan sih, lo tuh—"
"Hai."
Langit mengucapkannya begitu tenang dan santai. Tidak ada embel gombalan atau bersifat menyinggung. Murni satu kata sapa dan ini membuat Nala sangat curiga.
"Makasih minumannya," kata Langit kalem.
'masa sih ini laksmana langit shankara?'
Nala menyangkal tegas. Dibilang ini Bintang jelas bukan karena sorot mata Bintang lebih lembut. Bintang juga sangat anti minum sambil jalan karena takut tersedak. Lelaki ini sudah pasti Langit.
"Lo belom pulang?" tanya Langit.