"Loh? Tapi kan tanding bola sama tanding basket, di hari yang sama? Minggu depan kan ya, Adi?" kata Felix sukses membuat Nala panik.
"Yoi," jawab Adi santai.
Nala merenung di kursinya. Dia melipat kedua tangan dan nampak berpikir keras. Sedangkan Felix dan Adi masih tenang dan belum menyadari kebingungan Nala.
"Jamnya sama juga?"
"I think so?" ucap Felix tak yakin.
Nala membuang nafas frustasi. Dia berhadapan dengan pilihan yang cukup sulit. Antara Langit dan Bintang. Tak mungkin Nala memilih hanya satu di antara kedua sahabatnya.
"HADEEUUUH PUSING!"
"EH COPOT KAGET! NAL! Apaan sih!?" protes Adi yang sudah terbangun mendadak dari kursinya.
Tanpa sadar dia sudah menghampiri kursi Felix, bahkan memeluk sang pemilik kursi karena terkejut dan latah.
"Pusing gue! Di tanding bola ada Langit, tanding basket ada Bintang. Terus gue harus nonton siapa..." kata Nala bingung.
"Oohhh," ucap Felix dan Adi berbarengan.
Nala pun meringkuk di atas meja, menenggelamkan kepalanya ke dalam lipatan tangan. Dia tak mau mengecewakan siapapun tetapi harus mengambil suatu keputusan.
"Adi."
"Ya Lix?"
"Gue berasa sesak ini dipeluk sama lo," protes Felix tak nyaman.
"EHIYA MAAP. Uh... jadi, gimana Nal? Kalo gue sendiri udah keburu janji sama Bintang buat nonton dia," kata Adi yang mendekati Nala.
Adi sudah kembali duduk di kursinya, yakni di sebelah Nala persis. Adi merasa canggung melihat Nala bersedih seperti ini. Karena walau pendiam, Nala selalu terlihat ceria.
"Lah gue malah janji nonton bola sama Ical, Langit, sama Kak Andra," sanggah Felix.
Pandangan Adi segera beralih pada Felix. Sepasang sahabat bagai kembar itu saling beradu tatapan tajam.
"Lix."
"Adi."
"Bukannya kita mau nonton basket?"
"Gue kemaren bilangnya nonton bola?"
"Kapan anjir?" tanya Adi kesal, dia sama sekali tidak ingat Felix pernah berkata begitu.
"Ya kemaren pokoknya, mana gue inget jam berapa?"
"Yaampun Lix, enggak."
"Denger ya Di—"
"Berisik."
Itu bukan Nala. Melainkan suara dari ambang pintu kelas. Sang pemilik suara lalu berjalan masuk ke dalam kelas bersama seseorang di sampingnya.
"Berantem terus lo berdua."
Adi dan Felix hanya mendengus kesal, mereka kini tak bisa melanjutkan perdebatan.
"Nala?" panggil suara kedua.
Nala tak mengangkat kepalanya, dia tahu benar kedua pemilik suara familiar tersebut. Sehingga dia memilih untuk tetap diam.
"Ini gara-gara kalian ya?"
"Eh engga ya, gara-gara lo berdua justru. Kantin yuk Lix, gue laper," ajak Adi yang berdiri dari kursinya.
Adi dan Felix lalu keluar kelas dan pergi menuju kantin. Keduanya sudah lupa akan pertengkaran dua menit lalu. Sedangkan Bintang dan Langit saling berpandangan bingung, berusaha menerka maksud dari perkataan Adi yang ambigu.
"Nala."
"Nirmala."
"Gue bingung," ucap Nala jujur tanpa mengangkat kepalanya.