"Allahummagfirlaha, warhamha, waafihi,wafuanha...” Ucap ustadz Adam. Sembari kedua tangannya diangkat. Diikuti beberapa orang yang ikut hadir dipemakaman.
Damayanti
Binti Sukma
Lahir 02 07 1976
Wafat 08 02 2015
Terlihat tinta yang masih mengkilat di atas papan kayu itu. Dhea menuangkan air diatasnya. Lalu ia arahkan tangannya mengikuti tanah merah yang menggunduk. Lalu ia menaburkan bunga diatas kuburan itu.
Untuk terakhir kalinya ia mengantar ibunya ke tempat peristirahatan terakhirnya. Air mata masih mengalir dipipinya. Seseorang memegang bahunya kemudian membantunya bangkit. Ia membungkukkan badannya sedikit lalu berterimakasih kepada semua yang telah ikut mengantar ibunya.
Di bagian belakang, terlihat Akbar yang tengah berdiri mematung. Dengan mengenakan pakaian yang cukup santai. Ia hanya memakai jaket dan celana berwarna hitam senada. Lalu kepalanya ia tutupi dengan sebuah topi yang senada berwarna hitam. Pandangannya kabur, dadanya terasa sesak. Namun, kakinya tetap terdiam saat semua orang berjalan melewatinya.
Perlahan ia melangkah kan kakinya, mendekati makam milik ibunya. Tiga detik kemudian pertahanannya roboh. Akbar memegang erat nisan milik ibunya. Terlihat, air matanya yang berjatuhan. Namun, pria itu tidak mengeluarkan suara sedikit pun.
Sudah setengah jam ia seperti itu.
Ia menutup matanya dengan tangan kirinya, lalu mencoba mengatur nafasnya. Beberapa detik kemudian ia menundukkan kepalanya lalu kedua tangannya mengelap bekas air matanya.
****
Kediaman Darmawan
“Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Teddy sambil tangannya bergerak membuka sebuah map.
Darma mengangguk mengiyakan.
"Tenang pa, saya sudah pastikan kedepannya tidak akan ada masalah." ucapnya meyakinkan.
"Dan saya pastikan hari ini rumah ini sudah kosong." ucapnya lagi menambahkan.
Ucapan Dharma terdengar meyakinkan dan Teddy sudah merasa cocok dengan tempatnya kali ini. Rumah yang luas, bersih dan lingkungan yang menyenangkan.
Ia segera menanda tangani perjanjian jual beli antara dirinya dengan darma. Begitupun sebaliknya. Teddy menyerahkan koper miliknya. Dharma memegang koper berwarna cokelat itu kemudian tangannya terlihat mengusap bagian atas koper dengan senyum yang tidak berhenti menungging. Ia membukanya, matanya membelalak ketika melihat tumpukan uang dengan mata uang US dolar. Lalu melemparkan senyumnya ke arah Teddy.
Tangan kirinya mengambil sebuah amplop berwarna cokelat. Kemudian menyerahkannya kearah Teddy. Teddy membukanya kemudian mengeluarkan beberapa lembar surat dan memastikan bahwa surat surat itu asli. Keduanya saling mengangguk lalu berjabat tangan untuk mengakhiri pertemuannya.
Seusai kepergian Teddy. Beberapa Menit kemudian terlihat Dhea yang baru pulang.
“Bagaimana pemakamannya, lancar?” tanya Dharma.
Dhea mengangguk. Namun matanya tidak berhenti memerhatikan darma yang tengah asyik menghitung uang.
Dharma menyadari tatapan Dhea. Ia kembali menatap ke arah Dhea kemudian menghentikan aktivitasnya sejenak. Lalu, mengganti posisi duduknya menyalakan gasolin lalu mengarahkan ke satu batang rokok yang dipegangnya. Menghisapnya, lalu asap terlihat keluar dari kedua hidungnya.
“Ada yang perlu dibicarakan” ucap Dharma.
Dhea menggeleng kemudian ia kembali melangkahkan kakinya menuju kamar.
“Ngga, bukan kamu tapi ayah” lanjutnya lagi.