"Pak tunggu sebentar ya” ucapnya pada sopir taksi.
Ia mengangguk, mengiyakan ucapan Indah.
Dengan cepat Indah keluar dari mobil, Tangannya bergerak mendorong gerbang rumah Indra dengan kuat. Pandangannya beralih ke arah mobil Indra yang terparkir. Bagian kap mobil terlihat masih basah.
Indah menggeleng, Kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya. Membuka pintu rumah Indra, berjalan melewati ruang tamu, menaiki tangga, hingga akhirnya langkahnya terhenti tepat di depan pintu kamar Indra.
Indah menghela nafasnya.
Brakkkk
Pintu terbuka.
Indra terperanjat begitu pun dengan seorang wanita di sampingnya.
“Tega kamu ya” ucap Indah.
Indra membangkitkan tubuhnya kemudian menghampiri indah.
Plak
Indah melayangkan tamparan tepat di pipi Indra.
“Kecelakaan tadi, itu ulah kamu?" tanya Indah ragu.
Ia berharap sangkaannya selama ini salah.
“Iya” jawab Indra tanpa merasa bersalah.
Indah menggeleng, Kemudian mengeluarkan nafas berat. Air matanya mengalir namun ia berusaha menahannya agar tidak semakin deras.
“Mau lapor polisi? silahkan. Aku gak takut” sambung Indra.
Indah terdiam, kedua tangannya bergerak menutupi matanya.
“Gimana keadaannya? cacat atau mati?” tanya Indra.
Plak
Indah kembali melayangkan tamparannya.
“Sehat, dia sehat. Dia jauh lebih kuat dari yang kamu kira.” balas indah.
“Dan aku jamin dia 1000% jauh lebih baik dari kamu” ucap Indah memastikan.
Kemudian ia berlalu meninggalkan Indra.
##
Dhea melangkah kan kakinya keluar dari UGD. Pikirannya tertuju dengan keadaan Akbar. Langkahnya terus maju kearah ruang administrasi.
“Bu boleh saya lihat pasien yang tadi baru sampai? ”tanya Dhea.
“Pasien kecelakaan? Akbar?” tanya Bu Nida.
Dhea mengangguk kemudian menerima file yang diserahkan Bu Nida.
Ia memperhatikan setiap detail formulir milik Akbar. Memang benar. Itu Akbar, adiknya.
“Sekarang pasiennya dimana?” tanyanya lagi.
“Masih di ruang operasi” jawab Bu Nida.
“Operasi?” ulang Dhea.
Bu Nida mengangguk. “Walinya sudah menjamin. Jadi, langsung ditangani” ujarnya lagi.
“Wali? siapa, ayah?” gumam Dhea dalam hatinya.
Kemudian ia kembali membaca formulir milik Akbar. Matanya tertuju pada aksara bertulis indah yang tercantum di bagian wali.