"Gimana bisa selesai hari ini kan?" tanya Indah ke seseorang yang tengah mengecek laptopnya.
“Bisa kan bang, saya DP dulu deh” ucap Indah membujuk.
“Saya usahain” balasnya.
“Ayolah bang Jafra, kan udah langganan, saya dari dulu kesini terus loh” bujuknya lagi.
“Lusa saya mau pake, ada bimbingan. Datanya juga jangan sampe hilang yah” sambungnya lagi.
“Iya neng iya” balasnya.
“Makasih bang. Kalo udah, telpon saya ya.” ujar Indah.
Bang Jafra mengangguk mengiyakan.
****
Ruangan dengan dominasi warna putih itu terlihat sangat sepi dan dingin. Furnitur khas rumah sakit nampak tak asing. Selang yang masih saling terhubung di tubuh Akbar. Laki-laki itu masih terbaring di tempatnya, Matanya masih menutup seolah-olah ia tertidur untuk waktu yang cukup lama.
Akbar membuka kedua matanya, Cahaya putih berkilauan menghampirinya. Ia menutup kembali matanya untuk beberapa saat, kemudian ia kembali membuka matanya. Seseorang nampak hadir. Perempuan paruh baya itu menghampirinya.
Akbar tersenyum melihat kehadiran ibunya. Ia beranjak dari tempatnya. Kemudian langsung memeluk tubuh ibunya.
“Maaf” ucapnya terisak.
"Ibu pergi karena Akbar nakal ya?" tanyanya merengek seperti anak kecil.
“Jangan pergi lagi Bu.” terusnya memohon.
Suara isakkan terdengar dari ruangan itu.
“Pak, pak Akbar” ucap seseorang memanggil. Kemudian menyentuh tubuh Akbar yang masih terbaring untuk menyadarkannya.
“Hah huh huuhhh” terdengar suara nafas Akbar yang keluar dari mulutnya. Kepalanya menggeleng-geleng dengan mata yang masih tertutup.
“Pak Akbar” panggil seorang suster lagi.
Perlahan Akbar membuka kedua matanya, Pandangannya tertuju pada seorang suster yang masih berdiri di sampingnya. Ia memejamkan kedua matanya lagi, Berharap kali ini yang dilihatnya benar- benar sang ibu.
Nihil, Usahanya gagal. Yang muncul persis seperti apa yang ia lihat sebelumnya. Akbar membangkitkan tubuhnya, Lalu tangannya sibuk mengelap pipinya yang terasa basah. Penglihatannya tampak sibuk memperhatikan hal-hal di sekitarnya.
Ia menundukkan kepalanya, lalu menyadari bahwa saat ini ia adalah seorang pasien yang mengenakan pakaian berwarna biru tua. Kemudian matanya tertuju pada sebuah kalender yang tepat berada di hadapannya.
“Tanggal berapa sekarang?” tanyanya.
“21 Februari pak” jawab suster.
Akbar mengangguk.
“Permisi, boleh saya pinjam handphone?” tanya Akbar lagi.
Suster mengangguk. Lalu, ia merogoh saku baju miliknya dan menyerahkan ponselnya kepada akbar.
Dharmawijaya tulisnya di papan pencarian.
Beberapa artikel muncul setelahnya. Ia mengeklik sebuah artikel yang di rilis beberapa hari yang lalu. Perlahan-lahan ia membaca berita hari itu, Pandangannya terhenti ketika sebuah kalimat menjelaskan tentang kematian ibunya.
Ia menghentikan aktivitasnya lalu menyerahkan kembali ponselnya. Tatapannya kosong, bagian kepalanya terasa berat, Pandangannya kembali kabur.
###
“Ichaaaaa” panggil Indah dari pintu kafenya.
Icha menatap Indah kemudian menghiraukan kehadiran sahabatnya, ia kembali melanjutkan aktivitasnya yang tengah menyiapkan pesanan.
“Isshh” Indah berdecak kesal. Kemudian berjalan melewati beberapa meja tamu. Dan langsung masuk ke bagian dapur. Ia meletakkan tasnya lalu mengambil celemek yang menggantung dan memakaikannya.
“Dari mana aja?” tanya Icha ketus sambil memukul pelan kepala indah dengan sebuah nampan kecil.
“Maaf” ucapnya sambil cengengesan.
Satu jam berlalu, Suasana kafe yang tadinya ramai kini mulai terlihat sepi. Kali ini terasa singkat tapi cukup menguras tenaga Icha, indah juga Fadly salah satu pegawai indah.