20 Februari. Pukul 17.00
Indah menghentikan mobilnya tepat di sebuah gerbang perumahan elite. Perlahan ia membuka dompet milik Akbar. Lalu, matanya tertuju ke arah alamat yang tertera di KTP milik Akbar.
Seorang pria paruh baya, dengan memakai seragam satpam terlihat menghampirinya.
Tuk-tuk. Suara ketukan berasal dari pria yang mengetuk jendela mobil Indah.
Ia membuka jendela mobil.
“Selamat siang, Ada yang bisa saya bantu?” tanya satpam.
“Siang pak. Saya mau tanya kenal Akbar ga?” jawab Indah diiringi sebuah pertanyaan.
“Oh mas Akbar”
Indah mengangguk. “Keluarganya masih tinggal di sini?”
“Ngga mbak, beberapa hari yang lalu. mereka pindah termasuk mas Akbar. Sekarang rumahnya sudah ditinggali pemilik barunya.” jelas satpam.
“Beberapa hari lalu?” tanya indah memastikan lagi.
"Iya, kurang dari dua minggu ini, tepat seusai pemakaman. Rumah itu juga ditinggalkan" jawabnya.
“Pemakaman?” tanya Indah.
“Iya pemakaman ibunya” jawab satpam.
“Oh, hm makasih pak” ucap Indah kikuk.
Ia kembali menaikkan kaca mobilnya. Kemudian memutar balik mobilnya, Perlahan mobil itu berjalan menjauh dari tempat.
“Kurang dari dua minggu? Bukannya itu pertemuan pertama kita. Apa hari itu juga ia kehilangan ibunya?” tanya Indah dalam hati.
"Sekarang gue harus nyari keluarganya ke mana?" tanyanya lagi, bingung.
“Semua gara-gara gue. Kalo aja hari itu gue ngga kasar ke Indra pasti kejadiannya ngga kayak gini” sambungnya.
****
Indah menghentikan mobilnya di depan sebuah kafe, Ia melepas sabuk pengamannya. Kemudian meraih tas miliknya. Ia mendekati Akbar kemudian sedikit membungkukkan badannya untuk membuka laci dasbor mobil. Dari dalamnya ia mengeluarkan sebuah dompet berwarna hitam.
“Nih” ucap Indah sambil melemparkannya ke arah Akbar.
“Cepat keluar” suruhnya.
Akbar menuruti perkataan indah. Tangan kanannya membuka pintu mobil, Perlahan kaki kirinya keluar meninggalkan mobil. Dengan langkah yang gusar ia berjalan mengikuti indah ke dalam kafe.
“Udah di siapin?” tanyanya kepada Fadly.
“Udah mbak” jawab Fadly.
“Kalo mau pulang, pulang aja fad” suruh Indah.
"Boleh mbak?" tanyanya antusias.
Indah mengangguk sambil tersenyum.
Fadly bergegas menuju ruang karyawan.
Beriringan dengan Akbar memasuki kafe, Matanya terlihat memerhatikan seisi kafe.
Bangunan yang dipenuhi material dari kayu, Meja yang kosong juga beberapa ornamen cantik mengisi kafe milik indah.