“Bukannya Akbar masih belajar di Australia ya Dhe? ” tanya Fita yang sedikit tahu tentang Akbar.
“Udah beres fit. Tinggal nunggu kelulusan” ucapnya lagi.
"Terus ngapain masih di sini" tanyanya lagi.
Dhea terdiam.
“Cewek yang tadi ngantar lo tahu siapa? ” tanya Fita lagi.
“Dari awal dia terus loh yang dampingin” sambungnya.
Dhea menggeleng.
“Akbar belum ngenalin” ujarnya menjawab.
****
“Kata dokter gimana?” tanya Indah melepaskan keheningan antara dirinya.
“Pulih dengan baik, kurang dari seminggu gipsnya udah bisa lepas” ucapnya sambil mengayunkan tangannya ke arah indah.
"Bisa gak kamu aja yang lepas gipsnya?"
"Ga perlu kesini lagi" pinta Akbar.
Indah menghentikan langkahnya. Kemudian melihat kearah Akbar.
“Kenapa?” tanyanya sambil mengernyitkan dahi.
“Hanya” ucap Akbar kemudian terdiam.
“Disini pengap, bau” sambungnya lagi.
"Lagian kamu dokter juga kan?" timpalnya lagi.
Indah terdiam, kemudian menggeleng.
“Hei” Akbar protes.
“Dari penampilan juga kelihatan”
“Buku yang kamu bawa, cara kamu tolong saya. Itu udah cukup” ucap Akbar, Kemudian berjalan meninggalkan Indah.
Beberapa detik kemudian indah memasuki mobilnya. Terlihat Akbar di kursi penumpang sudah terlihat rapi dengan sabuk pengamannya.
Indah mengalihkan pandangannya kemudian menahan senyumnya.
Ia menyalakan mobilnya, tidak berselang lama mobilnya meninggalkan parkiran Rs.
###
30 menit berlalu.
Mobil berwarna silver itu terparkir di depan gedung universitas.
Akbar mengikuti Indah dari belakang. Perlahan langkahnya membesar.
Satu
Dua
Tiga
Ia berjalan melewati indah lalu berdiri di hadapannya.
Pergerakan Akbar membuatnya menghentikan langkahnya.
Tanpa banyak bicara. Akbar langsung meraih tas milik indah. Dengan sorot matanya indah mengikuti pergerakan Akbar.
“Kenapa?” tanyanya.
Akbar mengeluarkan uang 20000 dari dompet milik Indah.
"Pinjam" jawabnya.