Indah mengangguk kemudian berjalan kearah Akbar. Lalu duduk di depannya berseberangan dengan Akbar.
Matanya masih terasa berat, Ia kembali meletakkan kepala di meja dengan tangan yang ia jadikan bantal.
Akbar tak menghiraukan keberadaan Indah, Ia melanjutkan kegiatannya. Tangannya terlihat berada di atas wajan dengan jarak yang cukup dekat. Setelah suhunya terasa cukup ia langsung meletakkan beberapa sendok margarin, Terlihat margarin itu mulai mencair. Akbar segera mengambil dua lembar roti lalu meletakkannya di atas wajan. Seketika margarin itu terisap oleh setiap potongan roti.
Di wajan satunya Akbar terlihat memanggang kornet. Aroma wangi menyeruak di ruangan itu, hingga membuat Indah beranjak memilih duduk dengan tangan yang menopang dagunya sembari memperhatikan Akbar.
Akbar masih bergulat dengan aktivitasnya. Sesekali ia membalikkan roti dan kornet yang tengah ia panggang. Beberapa menit kemudian ia mengangkat rotinya. Ia meletakkan satu lembar roti berwarna coklat keemasan itu di bagian paling bawah. Kemudian di atasnya ia tambahkan dua helai selada, lalu mengisinya dengan salad sayur yang ia buat, di atasnya lagi ia menambahkan kornet dengan keju yang meleleh.Terakhir ia mengangkat rotinya lalu meletakkannya di bagian paling atas.
Pandangannya terhenti ketika melihat dua telur yang masih ada di hadapannya. Ia kembali memanaskan wajan kemudian memasak dua telur itu sekaligus, memasak sebentar. Tak lama setelahnya, ia menambahkan Dua telur yang ia masak tepat di atas keju yang meleleh, sebagai penutup ia kembali menutup karyanya dengan satu lembar roti lagi.
Mata Indah terbelalak melihat karya di hadapannya. Tumpukan roti itu membuat perutnya bergemuruh gembira. Ia menelan ludahnya membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
Akbar terkekeh melihat reaksi Indah. Kemudian ia beranjak mengambil susu dan dua gelas. Meletakkannya di depan Indah kemudian menuangkan susu itu ke masing-masing gelas dengan sebelah tangannya.
Kemudian ia mengambil piring Sandwich itu, membelah Sandwich menjadi dua bagian. Terlihat keju dan telur yang keluar dari isi Sandwich itu meleleh. Akbar memperlihatkannya, lalu duduk di hadapan Indah.
Mengambil satu bagian Sandwich lalu memakannya.
Indah masih menopang dagunya memperhatikan Akbar.
"Cepat. Makan" suruh Akbar, menyadari tatapan Indah.
Indah mengangguk kemudian mengambil alih sisa sandwich juga satu gelas susu di sampingnya.
Indah meraih gelas susu miliknya, Lalu meneguknya. Kemudian ia mengambil pisau juga garpu. Memotong beberapa lapis roti itu menjadi beberapa bagian. Terlihat garpu yang mengayun di tangannya mengambil satu potong roti itu lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.
Akbar menggeleng, kemudian tersenyum. Ia meraih susu di hadapannya lalu menegaknya habis. Kemudian ia beralih membersihkan dapur. Kembali meletakkan sisa yang tak ia pakai ke kulkas lalu setelahnya ia mengumpulkan cucian yang kotor.
“Gak papa biar aku aja” ucap Indah ketika melihat Akbar di depan wastafel.
Akbar kembali menutup katup keran. Mengangguk, kemudian membalikkan badannya. Berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Lima belas menit berselang terlihat Akbar berdiri di ambang pintu. Rambutnya terlihat masih basah, Ia melepas penyanggah tangannya. Dengan kaos pendek berwarna hitam juga bawahan training. Akbar menghampiri indah yang tengah membersihkan piring-piring kotor.
Ia berjalan kemudian tangan kanannya meraih buah apel yang berada di lemari atas, tepat di tempat Indah berdiri.
Ia menunjukkan apelnya, mengelapnya dengan pakaiannya lalu langsung mengigit buah apel itu.
Indah menutup katup kerannya lalu meletakkan piring-piring di tempatnya kembali. Tubuhnya berbalik menghadap Akbar yang tengah terduduk di meja bar miliknya.
“Kenapa ga di pakai?” tanyanya. Matanya menyusuri tangan Akbar yang masih menggantung di udara dengan perban yang masing-masing menyelimutinya.
“Ini” tanya Akbar memastikan sambil sedikit mengangkat tangan kanannya.
Indah mengangguk. ”Iya” tegasnya lagi.
“Udah sembuh” ucap Akbar kemudian menggerak-gerakkan lengannya.
“Yaaa” teriak Indah kemudian menarik lengan Akbar, Lalu membawanya ke kamar tidur Akbar. Mata Indah terlihat menyusuri tiap sudut ruangan.
“Duduk” ucap Indah memerintah.
Akbar mengikutinya, ia terduduk di ranjang.
Indah berjalan ke salah satu sudut ruangan. Ia meraih penyanggah tangan Akbar yang menggantung di paku. Beberapa detik kemudian ia memakaikan di lengan Akbar.
Akbar terdiam, melihat perlakuannya. Ia menelan ludah membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Sesekali ia menatap wajah indah yang terlihat serius.
Ia mengalungkan tangannya di bahu akbar sembari mempererat talinya.
“Nanti buka jam berapa?” tanya Akbar.
Indah menghentikan aktivitasnya. Kemudian menatap tajam ke arah Akbar.
“Kafenya” sambungnya lagi.
Indah tersenyum ”Jam 12”
Ia menepuk bahu Akbar Kemudian berjalan mundur menjauh dari tubuh Akbar.
“Boleh keluar bentar?” tanya Akbar.
“Mau ke mana?” tanya Indah.
“Jalan-jalan. Kenapa mau ikut?” tanya Akbar mengajak bercanda.