Krekk pintu terbuka.
Akbar melihat ke arahnya.
Dhea muncul dari belakang pintu. Lalu, ia melepas sepatunya. Menentengnya di tangan kiri sedangkan tangannya terlihat membawa dua bungkus nasi Padang.
Ia bergerak meletakkan sepatunya di bagian paling belakang. Lalu beranjak ke dapur mencuci tangannya juga langsung mengambil piring, sendok dan gelas masing-masing dua.
“Kamu bar?” ucap Dhea setelah melihat tempatnya yang sudah bersih.
Akbar mengangguk bangga.
“Kertas-kertasnya ngga di buang kan?” tanya Dhea.
“Tuh” jawab Akbar sambil kepalanya bergerak mengarah ke depan menunjukkan hasil kerjanya kepada.
“Baguslah. Ada peningkatan” puji Dhea. Kemudian ia bergegas duduk di hadapan Akbar dengan kaki yang menyilang.
“Satu buat kamu, satu buat kakak” ucapnya menyiapkan makanan yang Baru dibelinya. Kemudian memberikan satu bungkus kepada Akbar.
Lengannya bergerak menekan tombol kipas angin, kemudian mengangkatnya lalu meletakkannya di dekat Akbar. Tangannya kembali bergerak mengambil gelas kosong itu, lalu mengisi dengan galon air yang terletak di samping kirinya selanjutnya ia meletakkan gelas di samping piring Akbar, dan satu lagi dia letakkan di sampingnga.
Akbar membuka bungkus nasi Padang miliknya. Terlihat dua potong rendang di tumpukan nasi,.Pucuk daun singkong, juga kuah dan sambal khas nasi Padang.
“Wahh” Akbar berdecak kagum.
Dhea tersenyum melihat reaksi Akbar. Kemudian ia juga ikut membuka bungkus makanan miliknya. Berbeda dengan Akbar, ia memilih ayam balado sebagai lauknya. Keduanya menikmati hidangan itu, suara ketukan dari piring dan sendok saling beradu yang mengisi seluruh ruangan.
Lima belas menit berlalu. Akbar telah menghabiskan seluruh makanannya. Ia melipat bungkus nasi itu lalu memasukkan ke dalam plastik. Membuangnya kembali ke tempat sampah di bagian belakang pintu. Lalu tubuhnya bergerak menuju tempat tidur Dhea.
Ia merebahkan tubuhnya.
“Yaaaa. Ga boleh” protes Dhea.
Akbar menggerakkan kepalanya ke sebelah kanan lalu melihat kearah Dhea.
“Lima menit aja” pintanya.
“Ngga, gabisa.” ucapnya kemudian ia beranjak mendekati Akbar.
“Bangun” perintahnya sambil menarik tangan kanan Akbar.
Dengan kesal, ia mengikuti perintah Dhea. Ia membangkitkan tubuhnya, merubahnya menjadi duduk dengan punggung yang bersandar menyentuh tembok.
“Ujian kamu udah kan bar?” tanya Dhea.
Akbar mengangguk.
“Tinggal kelulusan aja” jawabnya.
“Kapan?” tanya Dhea lagi.
Akbar menggeleng, tidak tahu.
“Ya ditanya dong” protes Dhea.
“Pake apa?”cucap Akbar balik bertanya.
“Email lah” jawab Dhea
Akbar menatap ke laptop di hadapannya.
“Kalo mau pake, pake aja” ucap Dhea.
Akbar mengangguk kemudian mengambil laptop di depannya. Membukanya lalu langsung menuju surel email miliknya.
"Pertengahan April" ucapnya.
“Mau ke sana?” tanya Dhea.
Akbar menggeleng.
“Datang aja, sekalian nanti cari kerja” usul Dhea.
Kemudian ia bergerak membuka lemari bagian paling bawah miliknya. Mengambil sebuah amplop kecil, Lalu melemparkannya ke arah Akbar.
Akbar mengambil amplop yang jatuh ke tubuhnya. Lalu, dengan satu tangannya ia membuka amplop itu, selanjutnya ia mengeluarkan isinya.
Terlihat sebuah paspor, id. pelajarnya juga satu gepok uang dengan mata rupiah negara lain.
Ia melihat ke arah Dhea. Kemudian mengernyitkan keningnya.
“Itu uang dari ayah. Waktu kamu pergi dia ngasih itu” ucap Dhea.
Akbar terdiam.
“Itu uang dari hasil jual rumah ibu. Hak kamu juga bar” sambungnya lagi.
Hening, tak ada jawaban yang di keluarkan Akbar.
“Tahu berita kakek?” tanya Dhea.
Akbar menggeleng.
“Dia di rawat di RS. Bareng pas kamu ke RS juga.” lanjutnya memberi tahu.
“Kambuh, lagi?” tanya Akbar keheranan.