Dharma menggertakkan giginya, kesal dengan sikap Dhea yang masih enggan memberitahunya perihal keberadaan Akbar.
Matanya melihat dari ujung kaki hingga ujung rambut Dhea. Perlahan ia melangkahkan kakinya mendekat. Dhea memundurkan tubuhnya satu langkah ke belakang. Tangan kanannya mengangkat, kemudian mengelus rambut hitam Dhea.
Dhea mengepalkan tangannya, matanya melihat ke bawah tak berani menatap Dharma.
“Kalo lihat Akbar” ucap Dharma.
Mata Dhea terbelalak melihat kehadiran Akbar dan Indah yang tengah berada di pekarangan rumah sakit.
“Iya” ucap Dhea spontan.
Dharma mengernyitkan dahinya.
“Iya kalo lihat Akbar, Dhea kasih tahu” kata Dhea meneruskan ucapannya.
“Sekarang Ayah pulang ya” bujuk Dhea.
Dharma terdiam. Ia melihat tajam ke arah Dhea. Kemudian tangannya terlihat mengangkat lalu jari telunjuknya menunjuk kearah Dhea.
Dhea mengangguk, memastikan bahwa ucapannya tidak akan pernah salah.
“Ok. Kali ini ayah percaya” ucap Dharma kemudian tubuhnya bergerak menjauh dari tubuh Dhea.
“Ahhh” rintihnya dengan tubuh yang tiba-tiba ambruk.
***
Fita menurunkan hasil Rontgen yang ia letakkan di X-ray film viewer. Matanya melihat kearah Akbar, lalu tiga detik kemudian melihat kearah Indah.
“Gimana? gapapa kan?” tanya Indah penasaran.
“Walau kelewat sehari?” tanyanya khawatir.
Fita tersenyum kemudian mengangguk.
“Gapapa. Hasilnya udah jauh lebih baik dari sebelumnya.” balas Fita sambil menjelaskan.
“Bisa lepas sekarang kan?” ucap Akbar bertanya.
“Kenapa? udah ga betah?” tanya Fita.
Akbar mengangguk mengiyakan.
“Gerah, susah ngapa ngapain” keluhnya.
Fita tersenyum. Kemudian ia memanggil salah Satu seorang perawat.
“Kalau masih harus di gips, gapapa gausah dilepas” ucap Indah memotong.
Akbar mengernyitkan dahinya, kemudian matanya menatap kesal kearah Indah.
“Bisa kok. Bisa dilepas sekarang” ucap Fita memberi kabar baik untuk Akbar.
Beberapa menit kemudian terlihat perawat datang dengan membawa troli terlihat baskom, gergaji listrik, juga gergaji manual yang berukuran Kecil, di bagian paling atas.