“Saya yakin, kamu belum tidur” ucap Akbar sambil membenarkan tubuhnya membentang.
Ia tidur diantara Lukman dan Fadly mencoba berbicara ke arah Indra terlihat berbaring di bagian ujung.
“Malam itu, saya gatau masalah apa yang lagi kalian hadapi” lanjut Akbar.
“Tapi, jika dengan kehadiran saya saat itu memperkeruh keadaan” ucapnya berhenti sejenak.
“Maaf ” lanjut Akbar lagi.
“Tapi, tolong jangan memperumit keadaan. Apalagi ngelibatin yang lain” tambah Akbar lagi.
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Indra. Meski matanya belum benar-benar terlelap.
-----Hari ke dua
“Serius Akbar bilang gitu?” tanya Ajeng penasaran kepada Fadly.
Icha, Dita, mengangguk. Meminta jawaban dari Fadly.
“Beneran, semalam kita belum tidur kan man?” tanyanya kepada Lukman.
Lukman mengangguk mengiyakan ucapan Fadly.
“Udah ngegosipnya?” Tanya indah muncul tiba-tiba dari belakang Fadly.
“Ahhh” ucap kelimanya serentak kaget dengan kehadiran indah.
“Udah ya fad jangan ngomong in orang Mulu” ujar indah.
Kemudian tak lama setelahnya terlihat Indra menghampiri mereka.
Sesuai dengan perjanjian mereka berkumpul kembali setelah sarapan. Bersiap siap untuk menuju acara selanjutnya.
Terlihat tubuh Akbar keluar dari dalam tenda. Ia mengenakan jaket sama seperti kemarin, berwarna hitam dengan dominasi warna putih. Sedangkan kali ini ia memakai celana pendek selutut berwarna hitam. Dengan sendal jepit terpasang dikakinya. Di bagian kepalanya terlihat melingkar topi rimba milik indah.
Sementara indah terlihat mengenakan atasan berwarna putih. Dengan bawahan celana di atas lutut berwarna hitam.
#####
Tiga puluh menit kemudian mereka sudah terlihat duduk melingkar di sebuah tempat permainan paintball. Dengan atasan sudah memakai rompi, helm dengan masker yang sudah terpasang. Juga masing-masing yang sudah memegang pistol.
“Ini lodor, tempat peluru” ujar pelatih menjelaskan.
“Harus ditutup sampai berbunyi klik” sambungnya lagi sambil memeragakan dengan kedua tangannya.
Mereka mengangguk berbarengan.
“Maskernya jangan asal dibuka. Kalo mau dibuka harus diluar arena” sambung pelatihnya lagi.
“Kasih aba-aba angkat tangan kearah pengawas. Lalu mundur ke belakang, keluar arena” tambahnya lagi.
Mereka mengangguk, mengerti.
Tak lama kemudian mereka membagi menjadi dua tim. Berisi lima orang dengan tambahan orang dalam dari masing-masing tim. Tim satu Akbar, Indra, Dita, Icha ditambah satu orang yang baru dikenalnya begitu pun dengan Lukman, Fadly, Ajeng, dan indah yang membentuk satu tim ditambah satu orang lainnya.
“Waktu permainannya satu jam ya. Kita mulai lima menit lagi” ujar pelatih lalu langsung mengajak kedua tim memasuki lapangan.
Kedua tim berpencar mencari tempat persembunyian. Indah bersembunyi di sebuah tong berukuran besar, Fadly dan Lukman terlihat bersembunyi di sebuah kayu yang cukup besar di samping kanan dan kiri indah. Di belakangnya terlihat Ajeng yang bersembunyi di punggung indah meskipun badannya masih terlihat.
Sementara di bagian kanan terlihat Akbar bersembunyi dibelakang tembok, Indra berada jauh di depan Akbar bersembunyi di tumpukan karung. Sementara Icha dan Dita berada jauh di belakangnya.
“Tiga... Dua...Satu...Go” terdengar suara speaker berbunyi. Diiringi suara Peluit panjang setelahnya.
Perlahan kedua tim bergerak maju, saling mendekat.
“Dorrr” lukman mengarahkan senapan ke arah musuh di depannya. Namun, sayang Dita berhasil menghindar.
Begitupun setelahnya terdengar suara bunyi tembakan dari masing-masing tim secara bergantian.
Empat puluh lima menit berlalu dengan begitu cepat. Satu persatu temannya mulai tumbang. Sisa pemain tiga orang, dengan perbandingan dua banding satu. Di tim biru terlihat Akbar dan Dita masih bermain sedangkan di tim merah. Hanya tinggal indah sendiri yang bermain.
Akbar menghentikan langkahnya tepat di depan indah memberinya jarak sekitar lima meter. Ia mengangkat senapannya kemudian terlihat akan membidik indah.
Begitu pun indah, melakukan hal yang sama. Kedua pandangan mereka bertemu. Terlihat jemari tangan Indah menarik pelatuk.
“Doorrr” suara senapan berbunyi.
Terlihat cairan berwarna merah itu berhasil mengenai dada Akbar.