Tringg
Suara kunci terlepas.
Tubuh Akbar mematung setelah seseorang menutupkan kain di kepalanya. Gelap, itu yang bisa ia lihat saat ini, lalu ia menelan ludahnya membasahi tenggorokan yang kering. Tangannya bergerak menyusuri tangan seseorang yang berada di belakangnya.
Lima detik kemudian Akbar meringis setelah seseorang menyuntikkan jarum di lengan sebelah kirinya beberapa detik kemudian tangannya terlihat menggantung. Ia kehilangan kesadarannya. Kedua orang ber jas itu bergerak bergegas menyeret tubuh Akbar menuju sebuah mobil Van hitam.
Beberapa jam berlalu.
Akbar membangkitkan tubuhnya. Penglihatannya masih sama, gelap. Tak ada yang bisa ia lihat selain warna hitam pekat di depannya.
Tap tap tap
Terdengar langkah seseorang menghampirinya.
Akbar menggerakkan kepalanya, berusaha mendengarnya lebih jelas.
Ia menengadahkan kepalanya setelah seseorang memegang bagian kepala belakangnya. Beberapa detik kemudian kilatan cahaya putih terlihat. Ia memejamkan matanya kembali. Bernafas lega. Kemudian beberapa detik kemudian ia membuka matanya kembali.
Ia tersenyum kearah seseorang yang tengah jongkok di hadapannya.
“Ayah” gumamnya dalam hati. Setelah melihat kehadiran Dharma di hadapannya.
“Gimana udah liburannya?” tanya Dharma kemudian beranjak meninggalkan Akbar. Lalu berjalan menuju tempat duduknya.
Akbar mengangguk. Kemudian matanya mengitari setiap sudut tempatnya saat ini. Beberapa bodyguard terlihat berada di setiap pintu. Ruangan itu kosong melompong tak ada barang berharga di dalamnya. Hanya satu kursi yang terlihat. Akbar mendongakkan kepalanya melihat kebagian samping atas sudut ruangan. Bola matanya terhenti, ketika melihat cahaya yang masuk melalui lubang kecil ruangan.
“Udah pagi” gumamnya dalam hati.
Kemudian ia menoleh ke belakang punggungnya. Tangannya bergerak mencoba melepas simpul tali.
“Mau kemana? santai aja bar?” ujar Dharma melihat tubuh Akbar yang tak berhenti bergerak.
“Langsung ke intinya aja, bisa kan” ujar Akbar berbicara dengan Dharma, kesal.
“Mau ke mana?” tanya Dharma lagi mengejek.
Akbar menggeleng tak menjawab.
Dharma menggerakkan kepalanya ke depan. Memberi aba-aba kepada Rangga.
Rangga mengangguk kemudian ia berjalan ke salah satu sudut paling kanan ruangan itu.
Trek
Dharma menyalakan gasolin miliknya. Lalu, mendekatkannya ke batang ujung rokok miliknya.
“Lihat ke belakang” perintah Dharma. Akbar menggerakkan tubuhnya, berbalik dengan menggeserkan tubuhnya.
Rangga menekan tombol remot kontrol. Seusai Dharma memberikan perintahnya.
Cahaya dari proyektor memantul lurus ke dinding di hadapan Akbar. Perlahan, kumpulan gambar terlihat di depannya.
“Indah” gumamnya. Setelah melihat indah dari balik layar proyektor. Terlihat perempuan itu tengah berdiri di tempat penyeberangan, di sebuah persimpangan jalan.
Selanjutnya Dharma memberi arahan kepada Rangga dengan satu tunjukkan jarinya.
Beberapa detik kemudian, gambarnya berganti. Dengan seseorang yang tengah duduk di balik kendali mobil.
Akbar memicingkan matanya.
“Satu.. dua.. tiga. Empat.. lima.. enam.. tujuh..” gumamnya melihat beberapa pengemudi yang diarahkan Dharma.
Akbar menggeleng tak mengerti kemudian ia menatap tajam ke arah Dharma.
“Target terkunci” ucap seseorang dari telepon.
Akbar membelalakkan matanya.
Dharma tersenyum sinis kearah Akbar. Kemudian ia membangkitkan tubuhnya. Dengan langkah tegap ia berjalan menghampiri Akbar. Tangannya bergerak melepas batang rokok tepat di hadapan akbar. Beberapa detik kemudian ia membungkuk, menyejajarkan tubuhnya dengan Akbar.