Jam 06.00 pagi di kediaman indah.
Indah tersenyum melihat kearah cermin. Ia mengikat rambutnya, kemudian menambahkan lipstik yang berwarna sama dengan bibirnya. Dengan mengenakan seragam warna biru itu ia beranjak dari tempatnya. Meraih tas berwarna hitam lalu menggendongnya di bagian belakang punggungnya. Juga tangan kanannya membawa beberapa buku tebal yang ia letakkan di tas jinjing.
Indah berjalan keluar dari rumahnya. Menuju perhentian bus. Ia tersenyum senang. Ini hari pertamanya. Ia menggerakkan kakinya dengan sepatu putih yang terpasang dikakinya.
Lima belas menit berlalu perempuan itu sudah duduk manis di salah satu bangku penumpang. Dengan tas di pangkuannya, Kepalanya mengarah ke arah jendela. Lalu tangannya bergerak menyentuh kaca mobil.
Indah mengernyitkan dahinya. Setelah melihat beberapa mobil yang bergerak berdampingan dengan bus yang ia tumpangi. Indah melihat ke arah sopir. Kurang dari lima detik ia sudah mengalihkan pandangannya setelah menerima lambaian dari sopir sedan berwarna hitam itu.
“Apa-apaan sih” gerutunya kesal.
Jam 06.30
Indah memasuki loby utama rumah sakit Dharma. Kemudian ia berjalan menuju ruang paling belakang. Memasuki sebuah ruangan kecil, di bagian paling sudut. Pandangannya berhenti ketika melihat seseorang yang tengah duduk di salah satu kursi.
Indah berjalan pelan memasuki ruangan itu kemudian tangannya bergerak melepas tas jinjing bawaannya. Juga tas gendong miliknya. Perlahan ia mengeluarkan jas berwarna putih dari tasnya. Tak lama kemudian indah meletakkan tasnya di bagian atas lemari.
“Bima” ucap seseorang sambil mengangkat tangannya kearah indah.
Indah terdiam kemudian matanya melihat ke arah kanan dan kirinya.
“Indah” balas indah, lalu mengangkat tangannya bersalaman dengan Bima.
Bima mengangguk mengerti kemudian ia kembali membaca buku yang di hadapannya.
Begitu pun dengan indah, tangannya bergerak mengeluarkan kotak kacamata. Lalu, langsung memakainya. Perlahan tangannya kembali bergerak membuka buku, ikut membacanya. Sebelum jam koasnya dimulai.
Dengan sudut matanya, Bima memperhatikan indah. Entah kenapa meskipun baru pertama kali. Indah benar-benar memesona. Tangannya bergerak menutupi telinga sebelah kirinya yang terasa mulai memanas.
####
09.00 pagi di kafe indah.
Terlihat Akbar keluar dari pintu kamar mandi. Mengenakan kaos berwarna putih yang gombrang, dengan bawahan celana hitam. Juga sendal jepit yang terpasang di kakinya. Rambut hitam yang masih terlihat basah. Bagian sudut mata dan mulutnya masih lebam. Di tambah lagi dengan plester berukuran sedang yang menempel di pergelangan tangannya.
“Udah gapapa. Mas Akbar istirahat aja” ujar Fadly melihat kehadiran Akbar.
Akbar Menggeleng, kemudian ia menegak minumannya.
“Aaah” ujarnya mengerang dengan menyipitkan sebelah matanya. Perih, itu yang ia rasakan ketika air menyentuh sudut bibirnya yang terluka.
Krakkkk
Pintu kafe terbuka.
Fadly menoleh ke ambang pintu. Kemudian beberapa detik kemudian ia menyunggingkan senyumnya.
Setelah melihat kehadiran Icha. Tak lama setelahnya ia bergegas berjalan menghampiri Icha. Mengambil alih dua keresek yang dibawanya.
Keduanya berjalan menuju tempat pesanan. Mendekati Akbar yang tengah terduduk.
Icha membelalakkan matanya, setelah melihat keadaan Akbar. Kemudian, beberapa detik kemudian matanya menatap ke arah Fadly yang berada di sampingnya.
Fadly menggeleng, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Icha lewat sorot matanya.
“Sarapan yu” ajak Fadly kepada kedua temannya.
Akbar mengangguk mengiyakan. Kemudian mereka pindah menuju salah satu meja kafe yang terletak di sudut bersebelahan dengan jendela besar. Akbar duduk di bagian kanannya. Sedangkan Fadly duduk di kursi bagian depannya. Diikuti oleh Icha, perlahan Icha meletakkan satu mangkuk juga sendok di meja, lalu berikutnya ia menuangkan bubur yang di belinya ke dalam mangkuk.
Akbar menyeret mangkuk ke depannya agar lebih dekat dengan tubuhnya. Tak lama kemudian ia mulai melahap satu sendok bubur miliknya.
“Huh” Akbar menghela nafasnya. Kemudian tangannya bergerak melepaskan sendok yang di pegangnya. Beberapa detik kemudian ia mengangkat kepalanya. Kemudian matanya terlihat bergerak melihat ke dua orang di depannya.
“Bisa ga jangan liat in gue terus” ujar Akbar.
Keduanya terdiam. Dengan mata yang saling melihat ke arah satu sama lain. Beberapa detik kemudian keduanya menggeleng. Menyanggah ucapan Akbar.
Akbar mengangguk, mengerti. Kemudian ia kembali melanjutkan makannya. Sesekali matanya terlihat menyipit menahan rasa sakit yang kembali timbul.
“Mas kalo mau istirahat, gapapa istirahat dulu aja” ujar Fadly menyarankan.
Akbar terdiam.
“Iya, gapapa. Biar gue yang jaga” cap Icha menambahkan.
“ Ngga kuliah? ”tanya Fadly.
“Lagi gaada jadwal” jawab Icha singkat.
Akbar menatap ke arah Icha.