Akbar bergerak dengan tangan yang membawa tangga meletakkannya di bagian tengah ruangan. Lalu, ia menaiki satu persatu anak tangga untuk mengganti lampu kafe. Dengan lampu yang dihiasi rotan berbentuk lingkaran di tiap sisinya.
***
Indah kembali ke kafenya. Tempat yang selalu ia rindukan juga ingin ia kunjungi saat berada di rumah sakit.
Indah bergegas mendorong pintu. Terlihat Fadly yang tengah berdiri bagian kasir. Indah melambaikan tangannya menyapa.
Fadly membalas menyapa dengan senyumannya.
“Akbar dimana?” tanyanya setelah tak berhasil melihat tubuh Akbar.
“Di atas” ujar Fadly.
Indah mengangguk. Kemudian, ia kembali berjalan memasuki kamar milik Akbar.
“Dia tidur di atas lagi?” ujar indah setelah melihat kamar Akbar yang terlihat masih rapi sama seperti terakhir kali ia berada di tempat ini.
Kemudian tangannya meletakkan tas bawaannya di atas ranjang milik Akbar mengeluarkan baju Akbar yang sudah ia bawa dari tempat penatu. Tangan kanannya bergerak membuka bagian paling bawah terlihat satu amplop berwarna coklat. Mencuri perhatiannya.
Lalu, tanpa sadar tangannya meraih amplop itu. Beberapa detik kemudian ia membukanya.
Matanya terbelalak setelah melihat satu gepok uang. Ia menutupnya kembali, lalu mengernyitkan dahinya. Tangannya bergerak menuangkan isi amplop diranjang.
Untuk beberapa saat ia terdiam, setelah melihat satu gepok uang itu ternyata bernilai dolar. Ia menggeleng tak mengerti kemudian tangannya bergerak mengambil buku kecil berwarna hijau.
Paspor
Republik Indonesia
Tiga kata itu muncul di bagian paling depan buku.
Indah mengernyitkan dahinya semakin tak mengerti.
Lalu ia mulai membuka tiga halaman pertama, terlihat data muncul.
Muhammad Luby akbar
Lalu terlihat di bagian paling bawah foto Akbar.
Indah segera menutup paspor itu kembali. Lalu, memasukkannya kembali ke dalam amplop beserta satu gepok uang.
“Akbar.” Panggilnya.
Tak ada jawaban.
“Fad panggil in Akbar” perintahnya.
Dadanya terasa sesak kemudian kedua tangannya bergerak menghapus air mata yang tiba-tiba keluar dari ujung pelupuk matanya.
###
Fadly bergegas menaiki anak tangga menuruti perintah indah.
“Mas dipanggil mbak indah” ujar Fadly memberi tahu.
“Udah datang?” ujar Akbar. Senang mendengar kedatangan indah.
Lalu ia berjalan turun dari tangga. Kakinya kembali berjalan mengikuti Fadly menuju lantai satu.
“Dimana?” tanyanya. Setelah menyadari indah tidak ada di ruangan itu.
“Kamar” ujar Fadly.
Akbar bergegas berjalan melewati Fadly dengan cepat lalu menghampiri indah.
Langkahnya berhenti, setelah melihat indah yang tengah menundukkan kepalanya. Satu amplop yang tak asing kini terlihat di tangan indah.
Ia menelan ludahnya, lalu menghela nafasnya.
"Dari tadi?" tanyanya mengawali pembicaraan.
Indah menoleh ke sumber suara.
Akbar tersenyum.