Deg
Matanya membelalak. Melihat seseorang yang dikenalnya berada di tempat yang sama.
Indra, ia melihat ke arah Akbar. Dengan cepat ia menundukkan kepalanya.
Akbar berjalan, memasuki lift. Lalu, dengan cepat ia langsung menutupnya.
Ia melihat ke arah Indra yang sejak tadi menghindari kontak mata dengannya.
“Gue ga punya waktu banyak” ujar Akbar mengawali pembicaraannya.
“Soal hari itu. Kenapa, lo bisa tahu?” tanya Akbar.
Indra menelan ludahnya, terlihat ia yang sedang memejamkan matanya.
“Cepetan, jawab” ucap Akbar terdengar memerintah.
“Yang lawan Ravi pas balapan. Itu...” ucapnya kemudian berhenti, mengurungkan ucapannya.
“Reno kan” timpal Akbar dengan cepat.
Indra menggeleng ragu.
“Gue bar.” lanjutnya.
Akbar menatap ke arah Indra dengan tajam. Ia membalikan tubuhnya 90 derajat. Kemudian, dengan sorot matanya terlihat mengancam ke arah Indra.
“Malam itu, Reno nyuruh gue gantiin dia. Sama kaya yang lo lakuin ke Ravi” lanjutnya.
Akbar mendengarkan dengan seksama.
“Gue dan Ravi balapan, dia pembalap yang baik bar jauh di atas gue." ucapnya terdengar memuji.
Akbar menungging kan senyumannga.
"Gue ga pernah punya kesempatan buat nyalip dia." lanjutnya.
Akbar mengangguk, setuju.
"Sampe beberapa menit setelah dia ngelewatin gue." ujarnya ragu.
"Duarrr” ucap Indra memeragakan dengan suaranya.
Akbar terperanjat.
“Suara benturannya keras banget."
Akbar menatap kosong. Membayangkan kecelakaan yang menimpa sahabatnya.
"Kurang dari lima meter, gue lihat Ravi udah tergeletak di jalanan jauh dari motornya." ujar indra menjelaskan.
"Bahkan, helmnya sampai ke lepas” lanjutnya lagi dengan suara yang bergetar.
Akbar menelan ludahnya, tak percaya dengan apa yang di dengarnya saat ini.
Ia menghela nafasnya. Rasa sesak di dadanya muncul lagi.
“Yang anehnya” lanjut indra. Kemudian kepalanya menunduk ia menghentikan ucapannya.
Akbar menengadahkan kepalanya.
“Kenapa?" tanya Akbar, penasaran.
“Di tempat yang sama gue lihat seseorang bar." jawab indra terdengar ragu.
"Dia berdiri di samping Ravi, tapi ngga ngelakuin apa-apa” ucap Indra menambahkan.
Akbar mengernyitkan keningnya.
“Setelah orang itu lihat gue. Dia buru-buru pergi bar” timpal Indra.
Tubuh Akbar mematung, mendengar ucapan Indra.
Entah benar atau salah ia belum bisa mempercayai semuanya.
“Maaf gue ga bisa ngejar orang itu." ujar Indra merasa bersalah.
"Yang gue pikirin saat itu, cuma panggil ambulance” ucap Indra lagi.
Akbar masih terdiam.
"Malam itu gue takut banget bar."
"Gue takut kalau lo mau bunuh gue. Makanya, gue sembunyi di markas” lanjutnya.
Akbar menatap ke arah Indra. Dengan sorot matanya ia terlihat kebingungan.
“Orang yang lo pukulin, itu juga gue bar.” ucap Indra.
Akbar mengernyitkan dahinya, semakin tak mengerti dengan ucapan Indra.