Jam 08.00 malam
Akbar menghentikan langkahnya. Matanya mengitari setiap sudut sekitar dengan tubuh yang bersandar di depan mobilnya.
Dari sudutnya terlihat sebuah bangunan berlantai dua dengan cat berwarna putih begitu khas. Jendela besar terlihat menunjukan beberapa pengunjung yang tengah asyik bercengkrama.
“Mas Akbar” panggil fadly.
Panggilan itu membuyarkan lamunannya.
Akbar menunggingkan bibirnya membalas sapaan Fadly. Lalu, tubuhnya beranjak menghampiri Fadly yang tengah membawa tiga kantong sampah.
Akbar mengambil salah satunya.
“Gimana udah ngomong sama Icha?” tanya Akbar mengawali pembicaraan.
Fadly tersenyum mendengar ucapan Akbar “Udah mas” jawabnya antusias.
“Gimana? di terima?” tanya Akbar lagi.
“Alhamdulillah iya” lanjutnya diiringi senyuman.
“Kalau ngga. Mana mungkin saya masih disini?” tambah Fadly.
Akbar mengerutkan keningnya.
Buggg-buggg
Fadly melempar kantong sampah miliknya secara beriringan.
Buggg
Diikuti Akbar setelahnya.
“Fad” panggil Akbar.
Fadly menoleh.
Triiingg
Sebuah kunci melayang kearahnya. Dengan sigap, ia segera menangkap kunci mobil itu.
“Pulang lebih awal yah. Bawa Icha juga sekalian.” perintah Akbar.
Fadly terdiam dengan kening yang mengerut. Tak mengerti dengan ucapan yang dikeluarkan oleh Akbar.
“Pulang sekarang?” tanyanya memastikan.
Akbar mengangguk dengan pasti mengiyakan ucapan Fadly.
“Soal Indah lo gausah khawatir” lanjutnya.
“Anggap aja ini hadiah dari gue buat kalian” timpalnya.
Lalu, langkahnya terus berjalan meninggalkan Fadly di tempatnya.
Untuk sesaat Fadly terdiam. Dengan tangan yang masih memegang kunci mobil.
####
Pukul 20.00 wib
Tring
Tangan kanan Indah mendorong pintu masuk kafe. Tak lama setelahnya ia menghentikan langkahnya dan berdiri di ambang pintu dengan mata yang membelalak.
Dari tempatnya, eseorang yang ia kenali berdiri di dapur dengan tubuh yang berjalan kesana dan kemari untuk menyiapkan beberapa pesanan.
Celemek berwarna coklat menutupi sebagian kemeja putih yang ia kenakan. Bagain ujung lengannya terlihat menggulung di bawah siku lengannya.
Akbar menghentikan aktifitasnya. Kemudian matanya menatap ke arah pintu kafe.
Beberapa detik kemudian senyum menungging dari bibirnya.
“Udah pulang?” tanya Akbar menggerakkan bibirnya.
Indah masih terdiam di tempatnya dengan kening yang mengerut.
“Permisi mba” ujar sepasang kekasih yang berdiri di belakangnya.
“Oh maaf” ujar Indah kikuk.
Tak lama setelahnya ia berjalan menuju dapur cafe.
Tangan kanannya bergerak menggantungkan tas yang dibawanya. Diikuti dengan tangan kiri yang mengambil celemek.
“Ngapain disini?” tanya Indah ketus sambil memasukkan celemek ke kepalanya.
Akbar diam tak menjawab. Tangannya masih bergerak menyiapkan satu cangkir latte.
“Ngapain disini?” tanya Indah mengulangi ucapannya.
Masih tak ada jawaban yang dikeluarkan oleh Akbar.
“Yaaaa” ujar Indah berteriak kesal. Suaranya mengisi seluruh ruangan di kafe, membuat semua pengunjung menatap ke arahnya.
Akbar menghentikan aktifitasnya, kemudian tubuhnya berbalik.
“Ngapain?” tanya Indah lagi dengan sorot matanya yang tajam.
“Kan gue udah bilang. Malam itu, semua urusan kita udah selesai” ujarnya tegas.
Akbar menghela nafasnya. Kemudian bola matanya bergerak menatap ke arah Indah.
“Kamu baik-baik saja kan?” tanyanya lembut.
Indah mendengus kesal dengan wajah yang menghindar tatapan Akbar.
“Apakah itu begitu sulit?” tanya Akbar.