Semesta Adara

Bunga Ananda
Chapter #22

Cemoro Limo

Semesta

“Selamat pagi rekan-rekan.”

Suara sumbang puluhan orang di Cemoro Limo menyahut enggak serempak. Walaupun begitu, enggak lantas menghilangkan semangat kami pagi ini. 

Ical masih sempat mengitarkan pandangannya ke seluruh orang yang melingkar di sekitarnya. Sebagai On Site Commander tugasnya adalah membagi tugas penyisiran dan melakukan evaluasi masing-masing SRU. Ia berdiri di tengah, memegang peta topografi terbagi dalam puluhan karvak. Sesekali suara derau HT di tangannya berisik. Posko Danau Taman Hidup dan Sabana Lonceng ikut memantau lewat saluran radio, siap menerima perintahnya. 

“Hari ini masuk hari keempat pencarian survivor Adara Laksmi.” Ical memulai briefing. “Alhamdulillah, cuaca pagi ini cerah. Walaupun tadi malam saya terima kabar sempat badai di sekitar puncak, teman-teman kita di Sabana Lonceng masih diberi keselamatan dan kesehatan hingga masih bisa ikut bergabung di pencarian hari ini.” 

Cemoro Limo hari ini sudah mirip pasar. Puluhan orang relawan bergabung dari berbagai Mapala beberapa universitas di Malang dan Surabaya. Wanadri, salah satu organisasi pecinta alam paling disegani di negeri ini juga menambah jumlah relawan sejak kemarin. Masyarakat sekitar dan ranger-ranger BKSDA Pegunungan Hyang Barat juga ikut membantu. Koramil dan Polres Probolinggo juga turut mengirimkan personilnya. Dari selentingan yang beredar, petugas dan relawan di tiga posko sudah mencapai angka dua ratus orang. Sebuah operasi SAR besar untuk menemukan keberadaan seorang gadis di tengah bumi Argopuro. 

“Teman-teman di Danau Taman Hidup, monitor?” 

“Monitor.” Butuh tiga detik bagi suara di seberang menjawab panggilan Ical. 

“SRU satu sampai sembilan akan menyisir area hutan di sekitar danau sampai Hutan Lumut. Pembagian karvak sesuai dengan arahan SMC. Pak Sutoyo sudah ada di lokasi silakan dikondisikan dengan keadaan teman-teman di sana.” 

“Siap. Dimengerti.” Suara keras Sutoyo langsung kukenali. 

Ical kembali fokus kepada orang-orang di depannya. Tatapannya tenang, tetapi kami semua tahu dia sedang enggak main-main. “Sementara teman-teman di posko Cemoro Limo akan fokus penyisiran di area hutan cemara. Setiap SRU akan didampingi petugas Basarnas. SRU sepuluh sampai empat belas menyisir area hutan cemara sampai sepanjang sungai.” 

Banda dan teman-teman mapalanya ada di SRU sebelas. Dia sudah enggak sabar memulai pencarian hari ini. Sejak pagi anak itu sudah siap ketika orang lain masih sembunyi di kantong tidur. Malah, aku enggak yakin dia bisa tidur semalam. Ada lingkaran hitam di sekitar matanya. 

“Cak Arip bersama rekan-rekan Temu Alam akan sisir sungai mati di bawah Cemoro Limo sampai ke air terjun. Ada lima karvak harus disisir. Kalau memungkinkan sampai air terjun di atasnya. Perlengkapan sudah siap semua?” 

“Siap, Mas,” sahut Aji. 

Belum puas sama jawaban Aji, Ical menanti jawaban dari Cak Arip. Sepertinya dia lebih percaya sama anak buahnya sendiri. 

“Aman. Carabiner, webbing, semua siap.” Cak Arip ikut meyakinkan. 

“Posko Sabana Lonceng, monitor?” 

Sabana Lonceng masuk.” Sebuah suara menjawab panggilan Ical dari HT. 

“Sebagian rekan-rekan Wanadri sudah berangkat tadi malam menuju posko. Hari ini SRU yang bertugas di Sabana Lonceng akan menyisir daerah Puncak Rengganis, Puncak Hyang, dan Puncak Argo, sampai turunan ke arah Sijeding. Perlengkapan harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang kurang.” 

“Siap dimengerti.” 

Lihat selengkapnya