SEMINGGU telah berlalu selepas aku mendapatkan "Surat Dari Langit" itu. Dalam seminggu ini aku bolak-balik kota Banjarbaru untuk mengurus keperluan seperti membuat passport dan mengisi berkas-berkas pembuatan visa yang telah diurus pihak panitia di Jakarta. Alhamdulillah, urusan birokrasi di kantor imigrasi tidaklah rumit dan tidak terlalu merepotkan seperti yang kukira. Prosesnya cepat dan juga lumayan mudah walaupun harus bolak balik Banjarmasin-Banjarbaru satu minggu terakhir.
Zahra yang mengetahui aku akan berangkat ke Palestina selalu memberi selamat padaku setiap kali kami bertemu dan berpesan agar aku hati-hati disana. Kurasa Zahra pun khawatir dengan situasi keamanan di Palestina yang tidak terlalu kondusif dan turun naik dalam setengah bulan terakhir. Kuyakinkan padanya dan tentu saja pada diriku sendiri yang ada menyimpan sedikit kegelisahan ini—bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Kami pun akan didampingi pihak dari KBRI mulai dari keberangkatan di Jakarta sampai Yerusalem nanti.
Aku masih memikirkan selain daripada urusan seminar, juga terkait maksud dari Prof. Abdul Rashied yang menyebutku sebagai Theos Intelegensia dalam suratnya. Dan juga memikirkan apa maksudnya dengan menemukan Sakinah itu?
Karena aku secara akademik memiliki latar pendidikan teologi keagamaan yang beragam dan cukup memahami serta menguasai pembahasan legenda-legenda serta kisah tarikh para nabi baik dari sumber Islam maupun sumber dan teks pra-Islam, jadi aku tidak asing dengan banyak istilah. Sakinah sendiri seakar dengan kata Shekinah dalam bahasa hebrew. Dalam yudaisme, dikenal istilah "Shekinah Glory" atau kejayaan dari Sakinah. Shekinah dianggap oleh kepercayaan yudaisme sebagai kehadiran ilahiyah di tengah-tengah mereka. Allah Swt memerintahkan Nabi Musa as untuk membuat sebuah peti emas yang bentuk dan ukurannya diinstruksikan sendiri oleh Allah. Hal tersebut tercantum dalam teks Taurat atau perjanjian lama tepatnya dalam kitab keluaran (exodus) pasal 25.
Tabut sendiri dalam perjalanan sejarah Bani Israil sejak pembuatannya di zaman Musa as sampai pada era penaklukan tanah kanaan, berperan penting sebagai benda bertuah yang membuat Bani Israil selalu memenangkan setiap peperangan mereka. Biasanya Tabut ini akan dipanggul oleh sekelompok imamah dari suku lewi, suku Nabi Harun as dan Musa as. Di zaman Nabi Musa, Tabut diletakan di sebuah kemah suci portable atau tabernakel dikarenakan bangsa ini dilarang Allah memasuki tanah kanaan selama 40 tahun karena pelanggaran mereka membuat berhala lembu emas dan kesombongan mereka tidak ingin berbagi lahan dengan penduduk yang telah lebih dulu mendiami tanah perjanjian itu, walaupun Bani Israil lah warga pribumi asli sehingga mereka dihukum hidup nomaden dan berpindah-pindah tanpa tanah.
Pelanggaran mereka ini tercantum dalam Al-Qur'an.
"Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu."
(QS. Al Maidah 26)
Baru di zaman Nabi Daud dan Nabi Sulaiman as lah Tabut Perjanjian ini dibuatkan sebuah bangunan permanen yang megah dan khusus sebagai pusat peribadatan bangsa Israel kala itu. Inilah kiblat bagi mereka dan syariat mereka dari dulu hingga sekarang. Beit HaMikdash (Bayt Al-Maqdish) juga kiblat pertama bagi umat Islam sebelum beralih ke Ka'bah di Mekkah. Tempat yang juga sering disebut sebagai Haikal Sulaiman atau Solomon Temple yang sekarang hanya tinggal sisa-sisa tembok baratnya saja, tembok ratapan atau Har-Ha Bayit.
Faktor yang menjadikan bait suci atau Beit Hamikdash sebagai tempat suci bagi mereka orang-orang yahudi sejak dahulu adalah Tabut itu sendiri sebagai sentralnya. Dalam kepercayaan mereka, Tabut itu merepresentasikan atau sebagai perwujudan dari kehadiran Allah dan penyertaan Allah kepada bangsa mereka. Tabut sendiri adalah sebuah kotak emas yang mengandung segala peninggalan Musa dan Harun seperti dua buah tablet berisi 10 firman Allah (The Ten Commandment), tongkat Nabi Musa yang penuh mukjizat, roti manna yang menjadi supply makanan abadi bangsa Israel ketika mereka berada dalam pengembaraan di gurun puluhan tahun. Makanan yang konon berasal dari langit dan tak habis-habis dimakan dan dibagikan, lalu juga kasut atau terompah semacam sendal dari Nabi Musa as.
Sebagaimana tertulis dan termaktub dalam ayat suci Al-Qur'an.
"Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan (Sakinah) dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun. Tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman."
(QS. Al Baqarah 248)