Semesta Ayat : Sakinah Di Palestina

Raz Aka Yagit
Chapter #7

Akad Kilat

PONSEL ku berdering. Panggilan telpon dari ayah dan bibiku di Palangkaraya yang menanyakan kapan acara akadnya. Kukatakan lima hari lagi. Beliau mengatakan akan datang esok bersama keluarga yang lain. Ayahku menanyakan apa semua persiapan lamaran dan akad sudah siap? Kukatakan bahwa semua sudah beres. Aku dan Zahra telah mengurus segalanya. Lamaran dan akad akan dilaksanakan di hari yang sama. Tepat dua hari sebelum aku berangkat ke Palestina, jadi ayah dan keluargaku mungkin akan bisa ikut mengantarkanku ke bandara nanti.

Kusempatkan diriku berkumpul dengan teman-temanku di Circle of Idiot. Kumpulan dari lima orang yang berasal dari prodi berbeda tapi menjalin suatu komunitas diskusi bersama. Kami selalu berkumpul dua minggu sekali kadang seminggu sekali dan selalu bergantian antar anggota terkait siapa yang menjadi tuan rumah untuk tempat ngumpulnya. Salah satu anggota the circle of idiot adalah Zakir. Ini pasti membuatku sangat canggung. Aku pasti merasa serba salah ketika nanti pertemuan.

Hari ini, pertemuan diadakan di rumah Ridwansyah yang satu prodi denganku. Dia juga mengikuti salah satu tarekat sufi, aku lupa nama thoriqohnya, kalau tidak salah tarekat Al Khodiriyah Al-hamidah. Temanku yang satu ini memiliki halusinasi tinggi. Ia pernah mengklaim dihampiri oleh Nabi Khaidir dan akhirnya mereka berdua pun berdiskusi panjang, begitu klaim darinya. Entah pengalaman psikidelik macam apa yang Ridwan alami atau dia hanya seseorang yang mengidap Mythomania. Aku dan temanku yang lain sesama anggota circle of idiot hanya mengernyitkan dahi setiap kali Ridwan ini bercerita. Dia memang terkenal suka berkata berlebihan dan kurang konsisten dalam ceritanya. Dia juga pernah mengklaim dapat berkomunikasi dengan Wali Khatum, salah satu wali yang lumayan terkenal di Kalimantan Selatan. Anggota yang lain adalah Muhammad Nor, seorang pengemudi ojek online dan berasal dari prodi filsafat Islam. Nor, kami biasa menyebutnya, adalah pengagum dan penikmat lagu-lagu India. Anggota yang lain bernama Anshori Saleh. Dia ini memiliki kemampuan bisa menyembuhkan orang sakit hanya dengan menyentuh atau menyemburkan sedikit nafasnya ke dalam segelas air. Secara empririk memang metode penyembuhannya ini tidak bisa dibuktikan dan tidak ilmiah, namun aku pernah merasakan sendiri khasiat tangan ajaibnya satu kali. Ketika itu, kepalaku sangat-sangat pusing sampai muntah-muntah ketika kami ngumpul bareng. Anshori menyentuh kepalaku dan memberi segelas air yang sudah ia semburkan terlebih dahulu. Aku hampir enggan meminumnya karena aku melihat sendiri setetes air liur darinya yang muncrat masuk ke dalam air di gelas itu. Tapi qadarullah, kesembuhan hanya dari Allah. Melalui wasilah keajaiban tangan dan air liur Anshori itu tiba-tiba pusingku hilang seketika. Dunia memang bekerja secara misterius dan penuh kata ajaib yang sulit dimengerti. Sungguh terbukti kesaktian air ludah Anshori layaknya celupan batu magic sang legendaris Ponari, mungkin jauh lebih trusted pengobatan si Anshori ini. Namanya sendiri persis seperti nama salah satu rumah sakit terkenal di kota Banjarmasin, yakni RS Anshari Saleh di daerah kayu tangi. Jadi kami biasa menyebutnya "Rumah sakit berjalan" atau "Anshori Saleh portable".

Anggota terakhir kami adalah Hassan Zakir. Dia satu prodi dengan Anshori di pendidikan agama Islam. Dialah yang aku tahu menyukai Zahra. Hari ini ketika kami ngumpul, kulihat raut muka wajah Zakir, tetapi tidak ada guratan sedih, kesal ataupun putus asa darinya. 

Alhamdulillah! Gumamku dalam hati, jika dia bisa memaklumi. Teman-teman yang lain memberiku ucapan selamat untuk pernikahanku, hanya saja untuk Zakir, ia terasa berat dan enggan mengucapkannya walaupun dia masih tetap mengucapkannya. Dugaanku ternyata salah! Hatinya bergemuruh dan berkecamuk. Ya Allah, apa yang telah kulakukan. Tenangkanlah jiwanya, dinginkanlah hatinya yang sedang dibakar bara panas dan isi lah pikirannya dengan ketenangan dan keikhlasan. Tenangkanlah ombak dan badai yang sedang melanda, menyambar-nyambar tanda kiamat hati baginya sedang terjadi.

Ridwansyah secara blak-blakan lantang berujar. "Sudahlah Kir, ikhlaskan saja! Kita semua sebenarnya termasuk kamu juga sudah lama tahu kan, bahwa Zahra itu memendam rasa sama Rani." Celetuknya ringan, benar-benar tidak bisa membaca dan memahami situasi.

"Iya ... hanya Rani saja yang kurang peka selama ini." Timpal Anshori.

"Nggak apa-apa kok. Insha Allah aku ikhlas. Aku tahu Zahra sendiri kan yang minta dilamar sama Rani. Semua orang sudah pada tahu." Balas Zakir masih memaksakan senyum di wajahnya.

Zakir menyentuh pundakku dan berkata. "Rasa sakit ini akan hilang dengan berlalunya waktu." Aku hanya tertunduk lesu. Siapa yang tega melihat temannya merasakan hal menyakitkan seperti ini. 

Mungkin inilah polemik hidup. Kita tidak akan pernah tahu rahasia besar nan agung seperti apa yang terdapat di dalamnya. Aku hanya mengangguk, masih tidak enak hati padanya.

"Jangan merasa bersalah padaku ya ketua! Zahra sendiri yang memilihmu." Zakir kembali menguatkanku, entahlah mungkin juga sedang menguatkan dirinya sendiri.

Aku sering disebut ketua oleh mereka, karena IPK ku yang paling tinggi disini walaupun IPK Muhammad Nor pun cukup tinggi, ipk nya 3,8. Ini adalah hari terakhir kami berkumpul sebelum keberangkatanku ke Palestina. Mereka semua berjanji akan datang ke acara lamaran dan akad nikahku nanti termasuk Zakir.

Hari ini kami benar-benar bersenang-senang. Makan nasi samin bareng, main playstation di rumah Ridwan, sampai-sampai salah satu stick controlernya rusak karena gaya bermain Anshori yang barbar. Dan kemudian kami mengupas banyak isu dan melakukan bedah buku. Berdiskusi untuk menajamkan khazanah berpikir kami. Buku yang kami bahas kali ini salah satunya adalah Tafsir Ayat-ayat Ahkam karya M. Ali Al Shabuni. Salah satu literatur yang mengupas tuntas khusus perihal pandangan dari Mazhab Malikiyahnya Imam Malik.

Beberapa hari sebelum acara akad, keluargaku datang. Ayahku Nurrohman Aslam, bibi Alpukah, dua adik sepupuku, Haris dan Mita serta anak dari Mita, si kecil Teguh Pratama. Sedangkan keluarga Zahra datang keesokan harinya, sekitar tiga hari sebelum hari H. Yang datang dari pihak Zahra adalah Ummi Zainab, ibu Zahra. Kak Maryam, kakak dari Zahra dan kedua keponakan Zahra, Azzam dan Selena, sedangkan suami kak Maryam katanya lagi sibuk di Singapura dan tidak bisa datang karena mengurus bisnisnya. 

Bibiku sangat cerewet perihal pernikahan ini. Pasalnya beliau sudah dua kali menikahkan anak beliau yaitu Haris dan Mita. Tinggal aku sendiri katanya yang belum menikah padahal lebih tua dari mereka. Jadi bibi Alpukah terlihat amat antusias. Ayah, bibi dan keluarga-keluargaku yang lain tinggal di Teluk Tiram untuk sementara waktu di salah satu rumah bibiku yang nomor tiga, bibi Salamah, dikarenakan rumah yang kusewa ini sangatlah kecil dan tidak muat jika harus dijejalkan dengan begitu banyak orang. 

"Kamu ini tidak terdengar punya pacar dan berhubungan dengan wanita malah tiba-tiba nikah kak." Kata Haris, adik sepupuku, kakak laki-laki dari Mita. Anaknya yang bernama Syifa dan istrinya tidak ikut, katanya juga sedang mengurus orangtua disana yang lagi sakit.

"Kakak pacaran kok, kamunya aja yang nggak tahu." Gumamku meledek Haris.

"Tapi kak Rani nggak salah pilih kok kalau sama Zahra." Sahut Mita.

"Alhamdulillah dek...!" kataku sembari menyeruput secangkir kopi susu.

"Nanti kapan pergi ke Palestinanya?" tanya bibi Alpukah sembari membereskan pakaian dan barang bawaannya di dalam tas besar.

"Ya dua hari setelah akad bi,"

"Oh, ya sudah, kamu harus hati-hati ya disana. bibi agak khawatir."

"Lama disana kak?" tanya Mita

"Ada semacam apa disana? Seminar atau apa?" tanya ayahku yang memang super udik terkait apapun. 

"Seminar Internasional PBB bah...!" jawabku yang biasa memanggil ayahku dengan sebutan 'abah'.

"Hmm ... ada uangnya?" tanya ayahku langsung to the point ke masalah manusia yang paling fundamental, uang!

"Ada lah bah, tapi untuk akomodasi disana dan sebagiannya Rani pakai untuk acara akad nanti dan Rani tabung untuk kehidupan Rani dan Zahra ke depan."

"Baguslah ... ngomong-ngomong, guru Abdulhaq apa kabarnya? Sudah terlalu tua beliau sekarang ya, sudah lama tidak berjumpa dengan beliau."

"Beliau sehat alhamdulillah. Biarpun sudah tua tapi fisik beliau selalu terlihat fit dan prima kok bah."

Lihat selengkapnya