Semesta Ayat : Sakinah Di Palestina

Raz Aka Yagit
Chapter #8

Tafsir Kinestetik

MALAM ini adalah malam pertama kami sebagai suami istri. Ayah dan ibu Zahra tidur di kamar yang satu sementara aku disuruh untuk tidur di kamar Zahra. Pertama-tama ini membuatku sangat canggung. Dulu aku biasa tidur di samping rumah ini sebagai penyewa, sementara sekarang aku tinggal bersama Zahra dalam rumah ini bahkan di kamarnya. Ayah dan bibi Alpukah tidur di rumahku, hanya bibi Salamah dan anaknya yang pulang kembali ke Teluk Tiram.

Aku dan Zahra menunaikan sholat Maghrib bersama-sama untuk pertama kalinya. Biasanya kami memang sholat bersama tetapi hanya di musholla. Sekarang berbeda, ia menjadi makmumku dan aku menjadi imamnya. Selepas sholat kutolehkan wajahku sedikit pada Zahra dan mengulurkan tangan. Ia menciumnya tanda takzim seorang istri kepada suami. Setelah itu kami sambung dengan dzikir dan bacaan wirid yang lain. Aku membaca sebuah doa yang kudapat sebagai ijazah dari Habib Umar bin Hafidz. Dilanjutkan dengan membaca kitab suci Al-Qur'an bersama sembari menunggu masuknya waktu Isya. Aku membaca surah Al-Araaf empat lembar dan Zahra membaca An-Nisa satu lembar.

Tidak lama, adzan waktu Isya pun berkumandang dan kami kembali menunaikan sholat berjamaah bersama. Selepas menunaikan sholat Isya dan sholat ba'diyahnya, Kutanyakan padanya. "Apa mau malam ini?" yang kumaksudkan adalah zafaf.

Zahra terpaku dan sedikit senyum tersipu. Ia menggerak-gerakan bibirnya canggung.

"Apa kamu tidak capek? Bagaimana kalau besok saja?" tanyaku.

"Terserah sayang saja." Sahutnya tak ada sedikit pun gurat wajah kekecewaan.

"Sebagai istri, sudah tugas Zahra untuk taat pada suami." Katanya sambil melempar senyum padaku. Kesan pertama yang baik sebagai seorang istri dari Zahra.

"Bukannya apa-apa. Kan kita berdua sudah cukup capek untuk hari ini. Bagusnya nanti-nanti saja. Sabar ya, Allah bersama orang-orang yang sabar." Kataku. Zahra hanya menganggukan kepala. 

Kubuka kopiah putihku dan baju kokoku serta berganti sarung. Hampir-hampir aku merasa kaget dan sangat malu karena mengetahui Zahra ada di dekatku. Tapi kusingkirkan rasa canggung dan malu itu. Zahra juga berganti pakaian dan berbaring. "Yuk! Kita tiduran sayang ...." ajaknya. Ia benar-benar tidak canggung sama sekali.

Aku berbaring di samping Zahra. Jantungku sedikit berdegup. Ini baru pertama kalinya aku ke kamar Zahra dan langsung tiduran di ranjangnya yang empuk. Aneh gumamku dalam hati.

Di malam ini tidak ada yang terjadi. Zahra memahami kondisiku yang terlalu capek dan mungkin dia pun juga menahan lelah karena kesibukan acara seharian ini. Lagipula apa tidak apa-apa zafaf ketika walimah bahkan belum dilakukan? Ya, aku tahu ini sudah sah tetapi alangkah lebih bagus jika melakukannya setelah walimah, jadi seandainya Zahra langsung isi, tidak ada fitnah.

"Belum tidur?" tanyaku.

"Belum sayang," sahut Zahra pelan. Aku menyadari kata "Sayang" menjadi kata favoritnya malam ini. Malam pertama kami sah dan halal sebagai suami istri.

"Sayang capek?" gumamku, untuk pertama kalinya membalas panggilan sayangnya.

"Sedikit sih," gumam Zahra.

Kurangkul dan kupeluk mesra istri sahku ini dan kami pun berdua tidur. Fakta bahwa aku saat ini dengan mudahnya tertidur sambil memeluk istriku adalah bukti betapa lelahnya tubuh dan pikiranku selama seharian. Energiku terkuras banyak. Aku tidak yakin akan bisa bangun untuk menunaikan sholat tahajjud seperti yang telah konsisten aku kerjakan ketika sendirian.

Dugaanku salah! Aku terbangun tepat jam tiga kurang sepuluh menit. Ternyata selelah apapun diriku, reaksi biologis tubuhku mampu membaca rutinitas yang sering aku kerjakan dan menyesuaikannya. Secara alami aku terbangun seperti biasa. Kutatap wajah indah bidadari di sampingku. Aku hendak membangunkannya untuk sama-sama mengerjakan sholat tahajjud, namun aku merasa segan dan malah takut membangunkan karena merasa akan mengganggu tidurnya. Aku tidak pernah tahu apakah Zahra juga sering bangun malam karena ibadah merupakan ranah pribadi yang tabu dan tidak etis jika diceritakan. Tapi harus kulakukan demi kebaikannya. Sekarang kami adalah satu. Jika aku hendak mengambil sebuah kebaikan, tentu saja aku akan mengajak istri tercintaku. Memetik dan menenggak manisnya buah keimanan bersama-sama.

Aku secara perlahan membangunkannya, pelan-pelan kugerakan tubuh Zahra. Ia pun perlahan membuka matanya. Seketika aku mencium keningnya. "Bangun ... malam ...." bisikku.

"Tahajjud sayang? Zah sudah menantikan ini. Impian Zah selama ini." Ucapnya lirih karena masih sedikit ngantuk.

"Ayo ambil wudhu dulu." Kataku.

Kami berdua pun mengambil wudhu bersama-sama. Kencang dan derasnya aliran air yang mengucur keluar dari keran memecah kesunyian malam.

Kami menjalankan sholat tahajjud berdua...!

Selepas kami menunaikan sholat, aku menoleh setelah salam sholat witir. Kutatap wajah Zahra dan ia mencium tangan yang kusodorkan. Kulanjutkan dengan membaca suratil furqon ayat 70 sampai 77 bersama Zahra dan memberi kuliah singkat kepadanya terkait ayat tersebut.

"Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."

(QS. Al Furqon 74)

"Kau tahu kenapa dalam ayat 74 Al-Furqon, Allah memakai kata qurrota a'yun dan bukannya qurrota qulub?" tanyaku. Zahra menggelengkan kepalanya.

"Karena mata merupakan jendela hati ... sejuk di hati belum tentu sejuk di mata, tetapi jika sejuk di mata ... maka hati pun pasti akan sejuk. Seperti itulah dirimu sekarang bagiku. Mataku tertuju pada keindahan dan kesejukan yang sekarang ada di hadapanku." 

Zahra tersenyum lebar sampai memperlihatkan lesung pipi di pipi kanannya.

"Bisa bangun tahajjud dan menunaikannya bersamamu ... adalah impian Zah selama ini."

"Benarkah?" tanyaku membalas senyum indah Zahra.

"Zah sering mendengar bunyi air keran ditengah malam, tiap kali sayang Zah bangun untuk tahajjud. Dan selama itu juga Zah sangat ingin bisa melakukan itu bersama kakak. Bersama Ahmad Rizalul Qur'ani yang Zah kagumi."

"Sejak kapan? Sejak kapan kau menyimpan perasaan untukku, sayang?" tanyaku.

Lihat selengkapnya