Semesta Ayat : Sakinah Di Palestina

Raz Aka Yagit
Chapter #11

Protokol Kopenhagen

DALAM pesawat aku melakukan jama untuk menunaikan sholat. Keuntungan dari duduk dekat jendela pesawat adalah aku bisa mengetahui kapan waktu masih terang untuk menjama Dzuhur dengan Ashar dan kapan waktu mulai gelap untuk menjama Maghrib dengan Isya. 

Aku menjama Maghrib dengan Isya ketika kulihat bahwa ini sudah masuk waktu malam dan melakukan tayamum dengan mengusapkan debu di belakang bangku penumpang di depanku, mengusapkannya ke kedua tangan lalu kemudian wajah. Selepas sholat aku kemudian berdoa, melakukan wirid dan kembali membaca Al-Qur'an. Dene yang berada di sampingku sedari tadi asyik memperhatikanku. Dia kadang menyalakan televisi kecil di depannya atau membaca sebuah buku yang sengaja ia bawa dalam perjalanan ini. Salah satu buku yang kulihat sering ia baca adalah novel klasik karya Jules Verne. Setelah selesai membaca Qur'an, kembali kucoba mengajak bicara Dene yang sedari tadi fokus membaca.

"Vernian?" 

"Eh, sudah selesai sholatnya?"

"Sudah untuk hari ini. Jadi ... apa kau vernian?"

Dene tertawa lepas, "ya, ya ... aku seorang vernian." Jawabnya.

Vernian merupakan sebutan bagi pecinta karya-karya sains fiksi ilmiah dari Jules Verne. Konon, bahkan bagi vernian sejati garis keras, militan dan fundamentalis, sebagian mereka benar-benar mempercayai bahwa apa yang ditulis Verne dalam novelnya merupakan sebuah fakta dan kebenaran ilmiah, seperti percaya dengan adanya kehidupan makhluk dalam perut bumi atau dengan kehidupan di bawah laut.

"Aku menyukai Verne sejak kecil. Mungkin ... dialah inspiratorku. Aku tahu yang dia tulis merupakan fiksi, namun fiksi yang mempunyai kekuatan, inspirasi dan sebuah sastra tertinggi yang melampaui batas imajinasi di masanya. Apapun yang dia konsepkan dan imajinasikan, menjadi trigger tersendiri bagi kemajuan umat manusia setelahnya. Mimpi-mimpi Verne—secara sugestif telah mendorong perkembangan dari peradaban manusia, terbukti di era-era sekarang, khayalan Jules Verne menjadi kenyataan." Ucap Dene.

"Layaknya sebuah Nubuat (prophecy) lewat daya imajinasi yang kuat." Gumamku.

"Benar!" Dene tersenyum.

"Ketika ia menulis From The Earth To The Moon, gagasan tentang manusia yang pergi ke bulan itu hampir mustahil dan cukup gila di masanya, di luar nalar dan hanyalah fantasy belaka. Siapa sangka 80 tahun kemudian manusia benar-benar menginjakkan kakinya di bulan." Tambah Dene.

"Apa karena itu kau terdorong untuk menjadi seorang inovator? Karena Jules Verne menawarkan ide dan gagasan yang bahkan tidak pernah dipikirkan oleh siapapun dimasanya. Seorang pioner?" kataku, Dene menganggukan kepalanya.

"Kau pasti bisa, insha Allah! Karena menurutku, kau merupakan orang yang luar biasa. Kau pasti akan menjadi salah satu pioner itu Dene." 

"Terima kasih, Ahmad! Aku memang belum lama mengenalmu tapi entah kenapa, aku merasa ... aku bisa sangat mempercayaimu."

"Alhamdulillah kalau kau berprasangka baik padaku. Aku juga senang bisa berkumpul dengan kalian semua disini." 

"Apa kau mau tahu suatu rahasia, Ahmad?"

"Panggil saja aku Rani karena kita udah jadi teman. Orang-orang di dekatku biasa memanggilku itu. Ya ... aku tahu itu nama panggilan bagi perempuan." Kataku meringis sambil tersenyum.

"Baiklah, Rani!" panggil Dene.

"Rahasia apa?" tanyaku.

Dene kemudian menceritakan sebuah rahasia, bahwa ia direkrut oleh BATAN dalam pengembangan reaktor portable sebagai respon negara terkait sebuah krisis yang mengancam dunia di masa depan. Dene mengatakan bahwa apa yang ia kembangkan di BATAN sangat penting dan berkaitan dengan suatu isu yang bersifat rahasia atau Top Secret negara. 

"Jika ini rahasia, kenapa kau ceritakan ini padaku?" tanyaku heran.

"Entahlah Rani, aku hanya merasa bahwa kau bisa dipercaya dan tiba-tiba saja aku ingin mengatakan hal ini kepadamu. Tidak ada alasan yang spesifik." Jawabnya.

Rahasia yang Dene ceritakan adalah terkait Copenhagen Protocol. Sebuah protokol dengan agenda rahasia yaitu mengharuskan beberapa negara anggota untuk mengembangkan sebuah teknologi untuk energi baru dan terbarukan. Agenda dalam protokol yang diadakan di kopenhagen, Denmark pada tahun 2017 lalu ini menyebut bahwa bahan bakar fosil, minyak bumi, dan energi alam akan segera habis secara bertahap pada tahun 2030 dan akan habis total pada tahun 2050. Manusia di ambang krisis energi.

Salah satu opsi yang sedang dikembangkan oleh Indonesia sendiri terkait energi alternatif adalah melalui PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) dan efesiensinya melalui reaktor fusi, sebuah reaktor portable yang Dene ciptakan dan sedang kembangkan.

"Wow! Itu sebuah rahasia yang besar." Gumamku sembari mulai menguap. Sepertinya tubuhku sudah sangat letih dan aku merasakan kantuk yang sangat. Aku meminta ijin kepada Dene untuk tidur. Kulihat Sidik di ujung sana dan Rahman di belakang sana juga sudah tertidur pulas sedari tadi. Melihat mereka tertidur dengan nyaman membuat mataku semakin mengantuk.

Berselang beberapa waktu kemudian aku kembali terbangun tanpa tahu sudah jam berapa. Sepertinya aku tertidur lumayan lama, mungkin sekitar dua atau tiga jam. Kulihat kesamping dimana Dene berada. Ia belum juga tertidur dan masih terlihat terjaga sambil asyik membaca bukunya.

"Apa kau memang tidak suka tidur? Atau tadi kau sudah tertidur?" tanyaku.

"Oh, kau sudah bangun Ran," sahut Dene sembari masih memegang sebuah buku.

"Hey, Ahmad, sudah puas istirahatnya?" tanya Sidik di seberang kami.

Lihat selengkapnya