Semesta Ayat : Sakinah Di Palestina

Raz Aka Yagit
Chapter #26

DNA Kitabullah

AKU melihat bus yang mengantarkan teman-teman pulang dengan hati yang sedih dan juga sedikit iri. Aku iri karena mereka telah pulang kembali menuju Indonesia sementara aku masih ada urusan disini. Tapi ini pilihanku sendiri. Aku mendoakan semoga mereka semua selamat melewati perbatasan, menuju bandara hingga tiba di rumah masing-masing di kampung halaman mereka dengan aman tanpa kurang sesuatu apapun. Sekarang rasanya agak sepi tanpa ada mereka. Aku tiba-tiba merasa sendirian di negeri asing ini. Segera setelah aku mengantar kepulangan teman-teman, aku pun meninggalkan hotel dan segera menuju ke kota Ramallah tempat tinggal keluarga Abu Ghazalah di jalan El Han'nun Street. Aku telah mengemas segala barang dan bawaanku tadi malam jadi akupun juga segera meninggalkan hotel. Aku berniat memesan sebuah taksi untuk menuju ke kota Ramallah tapi sebelum itu aku akan berjalan kaki menuju waffle bar tempat pertemuan kami kemarin untuk kembali bertemu Profesor dan membahas urusan kami. Selama berjalan kaki menuju bar tersebut, aku memikirkan seperti apa keluarga Abu Ghazalah itu. Mas Hamidun telah menjamin bahwa mereka orang-orang yang baik, ramah dan religius. Jika mas Hamidun saja bisa betah tinggal bersama mereka selama berbulan-bulan, maka tidak akan masalah bagiku yang hanya akan tinggal disana selama kurang lebih dua minggu. Perasaan canggung dan antusias menjadi satu. Rasanya tidak sabar ingin cepat-cepat tiba disana. Akan seperti apa sambutan mereka nanti.

Akupun kembali bertemu dengan Prof. Abdul dan Risme. Profesor membawakanku beberapa berkas dan data lagi tapi yang ini sebagian besar merupakan hasil riset, tesis dan data eksklusif yang beliau kumpulkan sendiri selama beberapa tahun mengkaji perihal Tabut Perjanjian dan belum beliau publikasikan.

"Bagaimana kabarmu hari ini nak? Apa teman-temanmu sudah berangkat kembali pulang?" tanya Profesor Abdul.

"Iya Prof, baru saja. Mereka telah berangkat ke Yordania dan aku barusan mengantar keberangkatan mereka sebelum datang kesini. Dan setelah dari sini, rencananya aku akan langsung ke Ramallah dan melihat sendiri tempat tinggalku disana Prof."

"Jadi kau benar mau tinggal disana bersama keluarga itu?" tanya Risme. Aku menganggukkan kepala.

"Maaf sekali lagi ya Rani. Aku melibatkanmu dalam urusan ini sehingga membuatmu belum bisa pulang ke Indonesia." Kata Profesor Abdul merasa agak bersalah.

"Sungguh tidak apa-apa Prof. Aku juga ingin membalas jasa atas kebaikan dan kesempatan yang anda berikan untukku sampai bisa datang ke negeri ini. Dan aku ikhlas lillah ingin membantu anda dalam urusan ini, terlebih ... ketika telah mengetahui motif anda yang sesungguhnya, aku tidak bisa menolaknya Prof. Setidaknya ini yang bisa kulakukan tapi aku terlebih dahulu ingin meminta maaf, karena tidak bisa menjamin keberhasilannya. Tapi aku akan berusaha."

"Terima kasih banyak Rani. Sekarang aku ingin menunjukanmu sesuatu yang bisa kau gunakan dalam usaha pencarianmu. Ini semua merupakan kumpulan data eksklusif milikku sendiri. Hasil riset kajian selama beberapa tahun penelitianku dan baru kali ini kutunjukan padamu. Semua data ini kukumpulkan dari berbagai sumber bahkan aku lacak sendiri sumber datanya mulai dari Mesir, Libya, aku juga sempat ke Ethiopia dan beberapa kali ke sini, ke Palestina." Profesor Abdul menyodorkan berkas penelitian beliau padaku.

"Jadi semua data ini, dan yang kemarin ... apa aku hanya harus menggunakan ini saja Prof untuk pencarian?"

Prof. Abdul mengangguk. "Benar, data yang kemarin hanya sebagai pelengkap. Kau bisa fokus pada penelitian milikku saja karena ini juga merangkum semua data terkait penelitian tabut dari berbagai sumber. Kau gunakanlah ini sebagai perangkat dalam pencarianmu." Kata Prof. Abdul sembari menatap berkas penelitiannya yang berbentuk dua buah buku.

"Selama dua minggu ini, aku akan mengawasi dan menemanimu dalam pencarian ini Rani. Kau tidak usah khawatir. Seperti yang kubilang, mungkin aku sedikit lebih muda darimu tapi aku akan menjagamu selama disini." Sahut Risme yang kali ini tampil agak sedikit modis dari biasanya.

"Terima kasih Risme. Kau hari ini tampak berbeda." Jawabku.

"Apa terlihat jelas?" Risme tersenyum manis.

"Ya, biasanya kau tampak kasual hanya dengan kaos, rambut terurai dan celana jeans biasa tapi sekarang kau nampak sebagai diplomat sungguhan."

"Karena aku memang seorang diplomat." Tegas Risme tersenyum.

"Risme kebetulan juga akan magang di salah satu kantor penerangan disini selama satu minggu, untuk bulan depan ia akan ditempatkan di kantor urusan Turki di Albania dan kantor PBB di Swiss." Terang Profesor Abdul.

"Ya, sekaligus mengantarkan papa ke bandara. Hari ini papa juga akan kembali ke Turki."

"Anda balik ke Turki hari ini Prof?" tanyaku.

"Tenang saja Rani, Risme akan menemanimu selama disini. Kau fokuslah pada pencarianmu. Kabari aku perkembangannya. Beberapa hari sebelum kepulanganmu ke Indonesia nanti, aku akan kembali kesini. Tidak usah memikirkan apakah kau akan menemukannya atau tidak, fokus saja. Aku akan ikhlas apapun hasilnya. Semua keperluanmu untuk pencarian Tabut itu ada dalam risetku itu. Sebagai Theos Intelegensia aku yakin kau mampu menemukannya. Insha Allah. Kita serahkan saja apapun hasilnya pada Allah Swt."

"Baiklah Prof!"

Jadi hari ini adalah hari terakhir pertemuanku dengan Profesor Abdul sebelum beliau menjumpaiku kembali ketika nanti hendak pulang ke Indonesia.

Aku terus menatap dan memperhatikan buku-buku penelitian Prof. Abdul yang akan kupakai sebagai pedoman untuk pencarian. Ternyata, banyak temuan Profesor yang sangat menarik dan baru aku ketahui. Seperti Sayyidina Umar bin khattab yang dalam kunjungan beliau ke Yerusalem, ternyata juga dalam rangka pencarian rahasia dari Tabut Perjanjian Musa.

"Prof ... jadi, ketika Khalifah Umar bin khattab ke kota ini, beliau sedang mencari Tabut tersebut?" tanyaku terbelalak membaca sebuah fakta tertulis disini.

"Ya itu benar! Banyak yang tidak mengetahui fakta ini tapi konon, Sayyidina Umar memang mencari Tabut Musa tersebut saat beliau berkunjung ke Yerusalem. Itulah kenapa beliau didampingi oleh seorang sahabat yang dikenal memiliki latar belakang yahudi. Kau pasti tahu siapa yang aku maksudkan, bukan?"

"Ka'ab Al Ahbar!"

Profesor mengangguk sembari memegang kacamata beliau. "Dan seperti yang kita tahu, Ka'ab tidak hanya seorang sahabat nabi berdarah yahudi, melainkan dia juga merupakan seorang Rabbi yahudi sebelum akhirnya convert menjadi Islam. Jadi, menurutmu ... kenapa Sayyidina Umar mengajak dan menjadikan Ka'ab sebagai pendampingnya ketika datang kesini, ke Yerusalem?"

"Sebagai seorang Rabbi, yakni mantan ulama yahudi maka Ka'ab Al Ahbar lah yang paling memahami sejarah Taurat dan tentu saja sejarah Tabut tersebut. Jadi, maksud anda ... Sayyidina Umar ... sengaja menjadikan Ka'ab sebagai pakar dan konsultannya dalam misi rahasia pencarian Tabut mereka?" tanyaku dengan nada agak tendensius, dijawab dengan anggukan ringan oleh Prof. Abdul.

"Ka'ab adalah sosok yang tepat, jika memang Sayyidina Umar berniat mencari Tabut Perjanjian Bani Israil itu. Ka'ab sendiri mendapat gelar 'Al-Ahbar' karena kedalaman ilmu dan wawasannya akan Taurat. Sebagai seorang Rabbi yahudi, kemungkinan besar Ka'ab merupakan ahli tafsir Taurat yang kompeten dan seorang Rabbi yang fokus dan ahli di bidang profetik. Inilah kenapa sahabat Abdullah bin Zubair bahkan pernah mengatakan bahwa Ka'ab sering membuat prediksi yang terbilang sangat akurat. Jadi tidak salah jika Ka'ab merupakan orang yang tepat dijadikan konsultan pencarian Tabut oleh khalifah Umar bin Khattab."

"Apakah Sayyidina Umar berhasil menemukan Tabut itu Prof? Dan kenapa sahabat mulia sekelas Umar bin khattab juga terobsesi akan legenda Tabut itu?"

"Semua yang kau tanyakan telah terangkum secara detail dalam kompilasi data penelitianku itu. Baca dan pelajarilah. Semoga kau menemukan sesuatu dari situ. Yang jelas, disitu aku berkesimpulan bahwa akhirnya Sayyidina Umar memang menemukannya. Dan tentang alasan kenapa sahabat Umar juga tertarik akan legenda itu, kemungkinan karena ada kecenderungan beliau merupakan seorang sahabat yang bibliomaniak terlebih pada literatur-literatur ahlul kitab."

"Itu masuk akal juga jika beliau menaruh perhatian khusus pada literatur ahlul kitab. Dalam sebuah riwayat yang dikisahkan oleh Jabir bin Abdillah dan termaktub dalam musnadnya Imam Ahmad bin Hanbal, diceritakan suatu hari Sahabat Umar bin Khattab diberikan potongan-potongan Taurat oleh salah satu yahudi Bani Quraizhah di Madinah. Umar terlihat sangat tertarik dan antusias dengan itu sehingga beliau bawa dan tunjukan untuk diberikan kepada Nabi. Hal ini menurut penuturan Jabir bin Abdillah, membuat wajah Rasulullah seketika itu berubah dan langsung memerah karena marah. Karena memang bagi seorang muslim, cukuplah Al-Qur'an sebagai perangkum segala esensi hukum-hukum Allah dari kitab-kitab sebelumnya. Hal ini ditekankan oleh Rasulullah dengan berkata 'Apakah engkau termasuk orang yang bingung, wahai Ibnu Khattab? Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama yang putih bersih. Jangan kalian bertanya sesuatu kepada mereka (Ahlul kitab) karena (bisa saja) mereka mengabarkan kebenaran kepada kalian namun kalian malah mendustakannya atau mereka mengabarkan suatu kebatilan lalu kalian membenarkannya. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa as masih hidup atau dibangkitkan kembali, niscaya ia pun akan mengikuti aku' Dalam kejadian itu diceritakan Umar kemudian merasa amat menyesal sehingga berucap 'Aku rela Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai Nabiku'. Dari sikap Nabi tersebut jelaslah bahwa beliau menekankan kehati-hatian jika menyangkut literatur kitab dari ahlul kitab yang memang tidak lagi otentik, yang haq dan yang bathil telah tumpang tindih, saling bercampur kelindan sehingga rentan bagi kita mengingkari kebenaran di dalamnya atau membenarkan kebatilan di dalamnya."

"Ya, itu salah satu bukti jika Sayyidina Umar memang familiar dengan Taurat. Bagi Sahabat Umar sudah cukup Al-Qur'an sebagai pedoman dan kitab suci akan tetapi kemungkinan Umar kembali menelaah literatur ahlul kitab untuk mencari harta atau pusaka legendaris yang tersebut di dalamnya. Pusaka yang akan membawa kejayaan bagi kekhalifahan kaum muslimin yang saat itu banyak melakukan konfrontasi demi memperluas dakwah Islam lewat jalur invasi. Bukan, bukan invasi, melainkan fatah atau pembukaan masyarakat demi syiar agama. Bayangkan Rani ... apa yang bisa kekhalifahan capai dengan memiliki Tabut itu?! Kejayaan, hanya kemenangan demi kemenangan."

"Jadi maksud anda, kejayaan Islam di masa kekhalifahan Umar tercapai atas penyertaan Tabut yang telah mereka temukan Prof?"

"Ini hanya baru dugaan saja. Setidaknya dengan Tabut itu, pasukan muslimin jadi tak terkalahkan di masa itu, sangat superior. Sayyidina Umar tidak menyentuh kitab milik ahlul kitab lagi sejak teguran dari Rasulullah, tapi Umar telah cukup familiar dengan Taurat dan legenda-legenda di dalamnya sehingga ketika beliau menjabat sebagai khalifah, kemungkinan terpikir untuk mencari benda pusaka Tuhan nan bertuah itu lagi sehingga dimulai lah misi rahasia pencarian Tabut di Yerusalem dengan bantuan mantan Rabbi yahudi, Ka'ab Al Ahbar."

"Anda benar Prof. Sayyidina Umar memang sangat familiar dengan Taurat karena mungkin sebelum kejadian teguran dari Rasulullah itu, beliau telah lama tertarik dan mempelajari literatur ahlul kitab. Sebuah fakta menyangkut moment paling terkenal terkait awal mula keislaman Umar bin Khattab adalah karena bacaan Surah Ta-Ha yang beliau dengar dari rumah adik perempuan beliau. Dan muqatta'at Ta dan Ha dalam surah Taha, konon merujuk pada Ta untuk Torah atau Taurat dan Ha untuk Hijrah atau arabisasi dari exodus (keluaran), salah satu kitab dari kelima kitab Musa."

Lihat selengkapnya