Semesta Ayat : Sakinah Di Palestina

Raz Aka Yagit
Chapter #34

Neraka Di Negeri Para Anbiya

APAKAH ini adalah gehenna? Neraka dunia yang nyata, berada di Palestina. Aku menemukannya!

"Saudaraku, sebentar lagi kau akan menghadapi secara langsung apa yang kalian dunia luar sering dapati beritanya. Kekejaman sebuah negara dengan aparatnya. Kau berada dalam masalah besar saudaraku, aku turut menyesal kenapa kau ikut tertangkap. Ini adalah perjuangan kami, kami biasa mengalami hal ini, tapi kau tidak, kau tidak berhak berada disini dan diperlakukan seperti ini." Kata Said.

"Kau dari negara mana saudaraku? Kau muslim, kan? Apa kau nanti bisa mencoba menghubungi kedutaan negaramu? Kau harus melakukan negosiasi dengan pihak Israel." Sahut salah seorang Palestina. Dia adalah teman Said yang tadi terkena tembakan di kaki dan ditolong oleh Said. Aku bisa melihat sebelah kakinya yang di perban seadanya namun darah segar dan luka menganga masih sedikit keluar dari kakinya.

"Aku dari Indonesia. Aku rasa ini memang masalah besar bagiku karena negaraku tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel." Jawabku.

Mendengar itu, pemuda itu terdiam dengan wajah yang mengasihaniku.

"Dia adalah Faroukh Ammar, dia temanku." Kata Said.

"Ammar merupakan ustadz muda yang biasa berdakwah di sekitaran Ramallah. Dia murid langsung Syeikh Abbas Moersil Husamuddin. Dia juga aktivis penentang rezim zionist dan penggerak kaum muda anti pendirian pemukiman ilegal." Tambahnya.

"Aku sudah tiga kali ditangkap. Tapi kau ... kau mungkin tidak akan sanggup menahan kekejaman ini. Semoga mereka bisa memperlakukanmu berbeda karena mereka tahu kau bukan bagian dari kami dan bukan warga Palestina." Kata Faroukh.

"Semoga saja insha Allah." Gumamku.

Tanganku dan beberapa orang lainnya juga diikat keatas layaknya Said dan Faroukh Ammar. Faroukh Ammar kemudian berujar pada salah seorang tentara Israel dengan bahasa Ibrani. Rupanya sang ustadz muda ini juga fasih berbahasa hebrew atau Ibrani. Said mengatakan padaku bahwa temannya itu sedang mencoba bernegosiasi dengan mengatakan bahwa aku merupakan warga negara asing yang kebetulan lewat dan terseret ke dalam bentrokan. Faroukh Ammar coba meyakinkan bahwa kesalahan besar jika harus menangkap warga negara asing sepertiku dan akan mendatangkan masalah baru bagi pemerintah mereka.

Setelah sedikit obrolan dengan salah seorang tentara zionist, Faroukh Ammar berteriak, "Sial!" ucapnya gusar.

"Ada apa?" tanyaku pada Said. Said kemudian menanyakan sesuatu kepada Faroukh Ammar, mereka berdua berbicara. Said kemudian bertanya padaku. "Apa kau ada ikut melempar batu kepada mereka?" tanyanya.

"Iya." Jawabku disertai anggukan.

"Ya Allah saudaraku. Apa yang kau lakukan? Mereka mengenalimu dan berencana menahanmu karena kau juga ikut terlibat. Salah satu tentara bahkan katanya terluka karenamu. Aku tadi bicara dengan mereka meminta agar penahananmu ditangguhkan dan agar kau bisa dibebaskan tapi karena tindakanmu, kau akan dikira sebagai mata-mata oleh mereka." Kata Faroukh Ammar.

"Mata-mata?" sahutku terkejut.

"Mata-mata atau relawan separatis, mengingat kau berasal dari negara dengan mayoritas muslim. Kau tahu sendiri kan bahwa ada beberapa dari warga negaramu yang juga ikut bergabung dalam gerakan teroris di Irak dan Suriah. Israel mencurigai kemungkinan itu, kau berpeluang dicurigai sebagai salah satu dari mereka. Saudaraku, hanya Allah yang dapat membantumu sekarang. Berdoalah." Kata Faroukh Ammar.

Mata kami kemudian kembali ditutup. Aku heran, kenapa mata kami kembali ditutup, apakah kami akan dibawa ke tempat lain lagi? Ternyata tidak, kami hanya dipukul beberapa kali. Tangan kami keduanya diikat kemudian seperti disetrum lalu dipukul beberapa kali sampai terasa remuk dan mau patah kedua tangan ini.

"Jika disiksa seperti ini kenapa mata kami harus ditutup?" tanyaku sambil menahan rasa sakit.

"Ini salah satu kebaikan kecil dalam anggapan mereka. Para tentara itu menyiksa kita dengan mata tertutup agar kita tidak melihat dengan apa mereka menyiksa kita dan siapa wajah yang telah melakukan itu." Jawab Said.

"Indunisiy ... apakah kau masih tahan dengan perlakuan seperti ini?" tanya Ammar.

Lihat selengkapnya