MASA pemulihanku sangat cepat. Aku sudah sangat sehat dan sepenuhnya pulih setelah beristirahat selama sehari di rumah keluarga Abu Ghazalah. Selama beristirahat disini aku diperlakukan bak seorang raja. Nyonya Ruqayya tidak henti-hentinya membuatkanku makanan-makanan enak. Tuan Hisham juga layaknya seorang ayah yang kumiliki disini, selalu intens mengingatkanku untuk tidak lupa meminum obatku. Nafisa, walau dengan ekspresi datar, sikap dingin dan sedikit rasa kasihan padaku, tetap mengantarkan makanan untukku dan membersihkan ruangan kamarku. Hanash sendiri selalu menemaniku bermain di kamarku. Aku sedikit pun tidak merasa terganggu oleh kehadirannya walau aku sendiri sedang fokus mempelajari berkas Profesor Abdul untuk melanjutkan pencarian. Hanash ibarat sebuah obat pelipur lara dan hiburan yang menenangkanku layaknya bidadari kecil. Aku terhibur dan merasa mimpi buruk itu telah berakhir dan telah kutinggalkan jauh di belakang ketika melihat Hanash. Hanya ada kebahagiaan ketika aku bersama gadis polos baik hati ini. Thoriq juga kadang menemaniku berbincang, terkadang ia masih meminta maaf padaku atas apa yang kemarin menimpaku.
Sesekali, tuan Hisham menyuruhku turun dan memijat punggungku dengan minyak khas Arab. Katanya ini akan mempercepat pemulihanku. Tuan Hisham memang sedikit punya keahlian memijat atau keahlian tukang urut yang beliau warisi dari almarhum sang paman. Tuan Hisham bercerita jarang sekali ia bisa mengunjungi makam dan keluarga pamannya di Jalur Gaza. Ini karena akses menuju kesana yang semakin dipersulit dan diperumit. Setelah di pijat, biasanya tubuhku akan terasa sangat segar dan bugar. Entah kenapa tuan Hisham tidak membuka praktek pijat alternatif saja? Atau karena profesi seperti ini kurang lumrah di Palestina ya tidak seperti di Indonesia? Minggu ini keluarga Abu Ghazalah mulai kembali beraktivitas dan melanjutkan berdagang. Uang hasil dari hadiah itu mereka sengaja tabung sebagian besar dan sebagiannya mereka modalkan kembali untuk usaha. Alhamdulillah karena rezeki itu, tuan Hisham bisa mengganti kedua roda gerobak dagang mereka yang sebenarnya sudah sangat usang dan harus diganti. Andai saja Hanash bisa bicara, mereka berniat akan menyekolahkannya tahun ini dengan uang itu. Sayang sekali, kemungkinan untuk Hanash bisa bicara sudah tidak mungkin. Begitu kata dokter dari Jerman yang dulu merawat dan mengoperasi pita suaranya.
Aku merasa sangat beruntung bisa tinggal bersama keluarga seperti keluarga Abu Ghazalah ini. Aku jadi memiliki pengalaman tinggal bersama keluarga muslim di luar negeri dimana ini juga merupakan salah satu impianku sejak dulu yang belum terwujud, yakni berdomisili di luar negeri demi menuntut ilmu. Walau sedang tidak dalam studi atau tarbiyah di luar negeri tapi aku mendapat bagian yang paling pentingnya disini yakni pengalaman hidup bersama mereka sebagai sebuah keluarga.
Aku kembali mempelajari peta yang telah ku kumpulkan sebelumnya yang kupinjam dari perpustakaan kota mulai peta kota lama Yerusalem abad ke 5 sampai ke 7 Masehi. Berbasis data yang Profesor tulis dalam catatan penemuannya, aku kembali menganalisa tempat kemungkinan Tabut itu berada. Aku melirik apa yang tertulis dalam ZP—001 yang secara gamblang menjelaskan bahwa jalur masuk ke tempat penyimpanan Tabut itu adalah gerbang Hulda yang sekarang telah ditutup. Kata "Pintu bercabang lima" membuatku berpikir apa mungkin ini adalah gerbang Hulda yang sekarang telah hilang? karena gerbang ini memang dulunya punya lima pintu, tiga pintu di sebelah kanan dan dua pintu di sebelah kirinya, hanya saja pintu-pintu ini telah tertutup dan menyatu dengan bangunan tembok. Tapi aku mendapat titik terang. Dari sebuah informasi di sebuah jurnal tata kota yang dirilis tahun 1819, konon ada jalur yang tembus dan sejajar dengan dua pintu gerbang kota lama Yerusalem, salah satunya ke gerbang Hulda. Aku hanya harus mendatangi tempat ini bersama Risme. Aku kembali menghubungi Risme, mengatakan padanya bahwa aku telah pulih dan siap beraktifitas kembali. Kami janji bertemu di depan gerbang hulda.
Ketika pamit kepada keluarga Abu Ghazalah untuk kembali melanjutkan pencarian, tuan Hisham dan nyonya Ruqayya masih mengkhawatirkanku, kuyakinkan mereka bahwa aku sudah sangat sehat dan akhirnya mereka mengijinkanku. Hari ini Thoriq mengatakan akan sedikit lembur sehingga akan telat menjemput tuan Hisham dan nyonya Ruqayya. Mengingat bahwa mereka tidak akan bisa pulang cepat, Hanash di suruh untuk tidak ikut agar tidak kelelahan dan Nafisa juga terpaksa tetap dirumah untuk menjaga Hanash.
Pagi ini sebelum berangkat aku disuguhkan sarapan oleh Nafisa. Tidak seperti biasa, Nafisa mulai melunak sikapnya padaku hari ini. Dia bicara padaku untuk pertama kalinya sejak kubilang aku telah menikah dan telah memiliki istri.
"Dimakan ya sarapanmu agar kamu kuat beraktifitas hari ini. Kau akan mulai kembali berangkat ke Yerusalem hari ini kan?" tanyanya lembut.
"Terima kasih Nafisa, aku pasti akan menghabiskan makananmu ini, sepertinya lezat." Jawabku melempar senyum dan dibalas dengan senyuman simpul olehnya.
Alhamdulillah! Mungkin Nafisa telah legowo dan telah sangat mengikhlaskan perasaannya karena ia akhirnya menyadari bahwa aku telah beristeri. Seperti biasa aku pergi ke depan berbarengan dengan Thoriq yang juga pergi mengantarkan kedua orangtuanya berjualan sebelum pergi ke bengkelnya. Kami kemudian berpisah di simpangan ujung jalan pemukiman dan aku meminta doa restu tuan Hisham serta nyonya Ruqayya untuk pekerjaanku hari ini. Layaknya kedua orangtua, mereka mendoakanku. Aku punya firasat bagus hari ini. Entah kenapa intuisiku kuat mengatakan bahwa aku akan mendapat sebuah titik terang baru dan telah sangat dekat dengan tujuan pencarianku. Insha Allah!
Hari ini kami janji bertemu di Tif'eret Yerushalayim Square. Sesampainya aku disana, Risme seperti biasa telah sampai lebih dahulu di lokasi.
"Apa kau yakin benar-benar telah sehat dan siap melakukan ini lagi?" tanya Risme.
"Alhamdulillah aku sudah sehat kok."
"Baguslah kalau begitu. Jadi, kita akan kemana hari ini?"
"Di dekat sana ada taman, kan?" tunjukku.
"Entahlah aku juga tidak tahu."
"Ada taman di sekitar sini ... Hatkuma Garden. Kita akan kesana."
Kami berdua lalu berjalan kaki menuju taman Hatkuma. Kami menyusuri trotoar jalan dan menuju ke taman tersebut. Ada sebuah daerah kecil di pinggir tembok dengan tangga-tangga dan sebuah taman kecil. Aku meletakan telapak tanganku di sisi temboknya dan perlahan meraba, berharap menemukan sesuatu semacam kunci ataupun tuas rahasia. Apa yang kulakukan? Aku naif sekali dalam pencarian ini hanya dengan bermodalkan perkiraan. Risme hanya diam memperhatikan sambil mengikutiku dari belakang. Hanya ada aku dan Risme di taman kecil ini. Hanya ada kami berdua disini, tidak ada seorang pun di dalam taman dengan sedikit semak belukar dan pepohonan tinggi seperti pohon pinus dan yang lainnya ini, membuat taman tertutup rapat dengan lebatnya pepohonan. Tiba-tiba Risme mengatakan sesuatu karena situasi ini.
"Kata Nabimu ... oh maaf, kata Rasulullah, bukankah jika seorang laki-laki dan perempuan berduaan maka oknum ketiganya adalah setan? Setan yang mampu membuat laki-laki dan perempuan itu melakukan tindakan yang tidak semestinya, kan?"
"Kau benar!"
"Tapi aku tidak merasakan apapun denganmu disini. Aku tidak memiliki hasrat atau percikan apapun yang bisa membuatku kalap dan semacamnya." Kata Risme berkelakar seraya tertawa.
"Setan yang sesungguhnya adalah manusia itu sendiri Risme. Hadist Nabi tersebut selain bersifat literal namun juga memiliki dimensi metaforis. Oknum ketiga yang dimaksud Rasulullah itu jelas merujuk pada eksistensi nafsu manusia itu sendiri yang tiba-tiba membuncah ketika ditempatkan pada satu situasi yang memungkinkan, salah satunya ketika berduaan. Nafsu itu akan semakin kuat dan tak terkendali ketika mendapatkan momentumnya. Dari momentum itulah setan mengambil peran besarnya."
"Aku setuju dengan dimensi tafsirmu yang seperti ini. Bahwa setan sebagai oknum ketiga dalam gambaran hadist tersebut sebenarnya merujuk pada hawa nafsu dari manusia itu sendiri. Ya, aku sependapat denganmu! Jadi, yang kurang dari kita sekarang adalah momentumnya, kan?" tegas Risme kembali bercanda.
"Apa aku harus memulai sesi pendekatan yang agresif dan intens di tempat sepi dan senyap seperti ini, baru kau akan terpicu dan bergairah?" tambahnya gelak tertawa.
"Risme...!! Berhentilah bercanda." Tegurku sembari serius memikirkan apa ada celah di sisi tembok ini.
"Kalau benar-benar terjadi seperti itu bagaimana Rani? Misalkan aku menjebakmu dan memiliki keinginan seperti itu disini. Ya ... setidaknya sebuah ciuman. Apa kau akan menolak? Atau menerimanya begitu saja?"
"Tidak ada yang lebih kuat dari hawa nafsu. Sekali saja kau picu, lalu waktu, tempat serta kesempatan memungkinkan untuk itu, maka habislah semuanya. Bahkan orang yang saleh dan taat sekalipun akan kehilangan pikiran dan kontrol mereka dan akhirnya jatuh ke dalam pelukan dosa yang menggoda. Sudahlah Risme berhenti bercanda dan membuat khayalan bodoh seperti itu."
"Iya, iya ... i'm sorry Rani. Aku juga tidak akan melakukan itu padamu. Aku masih memiliki kontrolku sekarang." Sahut Risme terkekeh.
"Kita harus fokus bagaimana caranya menemukan celah untuk bisa masuk ke jalur bawah tanah kota ini. Papirus itu tidak akan berguna jika kita tidak menemukan celah atau pintu masuk ke bagian bawah tanah dari kotanya. Ayahmu bahkan menghabiskan sekitar lima tahun meneliti jalur-jalur yang berpotensi menyimpan pintu masuk ke jalur rahasia bawah tanah kota lama. Ayahmu menulis bahwa ruangan bawah tanah kota lama ini memiliki 4 sudut jalur yang saling tumpang tinding dan menyilang seperti sebuah cross (palang) dan kemungkinan titik tengahnya adalah tempat ruangan dari tabut itu disembunyikan. Keempat jalur ini salah satunya tersambung ke gerbang selatan atau Hulda Gate yang sekarang telah ditutup. Juga ke gerbang damaskus di utara. Dan satunya lagi diperkirakan adalah gerbang Jaffa. Tinggal jalur yang satunya yang harus kita cari."
"Maksudmu seperti sebuah palang? Dan jalur itu hanya memiliki 4 jalur di dalamnya?"
"Sebenarnya kemungkinan ada ratusan lebih jalur di bawah tanah kota ini tapi hanya 4 itu saja yang tersambung dengan dunia luar sebagai pintu masuk utama."
"Jadi sekarang apa yang harus kita lakukan selanjutnya?"
"Kita harus ke kantor administrasi tata kota dan meminta salinan dari jalan setapak luar tembok dari rentang tahun 1910 sampai 1950an karena ada perombakan besar-besaran terhadap besar lajur jalan yang kemungkinan menyebabkan salah satu pintu rahasia itu tertutup."
"Baiklah kita akan kesana." Ajak Risme.
Kami berdua menuju lokasi kantor administrasi tata ruang kota Yerusalem. Data yang kami dapatkan salah satunya merupakan data dari zaman pengawasam Yordania terhadap kota Yerusalem ini dulunya. Aku mencoba menelaah peta, dimana yang agak berubah dan berbeda.
Aku dan Risme mendapati fakta bahwa jalanan yang mengelilingi kota menyebabkan perubahan drastis dari topografi bukit-bukit kecil yang curam yang dulunya tersebar di beberapa tepi terluar tembok. Salah satu yang tersisa yang kutahu adalah Hatkuma Garden yang tadi kami telah datangi dan observasi. Dengan kata lain banyak peninggian jalan dalam pembangunannya sehingga menutup salah satu jalur rahasia yang memang sejajar dengan jalan setapak yang lama.
Cukup lama kami berdua menghabiskan waktu menelaah dan membandingkan gambar serta denah dari tata kota yang kami dapatkan. Risme memiliki penglihatan yang jeli. Kemampuannya ini cukup membantuku dalam proses komparasi lokasi. Kami lalu menyempatkan makan siang di salah satu restoran di dekat via dolorosa. Sebuah restoran mediterania, Abu Shukri.
Ketika di kantor ruang tata kota tadi, kami bertemu dengan seorang bernama tuan Gad Yochai yang merekomendasikan seorang pakar tata kota bernama Abdullah Hazmi yang telah pensiun sepuluh tahun lamanya dan mengatakan bahwa beliau mengetahui seluk beluk dan mengenali dengan rinci konstruksi dan wajah kota lama. Selepas makan siang aku dan Risme berencana untuk menemui tuan Hazmi ini, kami telah diberitahu alamatnya. Kami menyandangi rumahnya di Haba'il Hamdan, Bir Salem Street. Beliau menjamu kami dengan baik dan sangat ramah. Pria berusia 62 tahun ini tinggal seorang diri dirumahnya. Istrinya meninggal tujuh tahun yang lalu. Sedangkan anak perempuannya telah menikah atau berkeluarga dan sekarang tinggal bersama suaminya di Lebanon. Pak tua Hazmi langsung tertarik ketika mengetahui maksud kedatangan kami dan keinginan kuatku untuk menemukan salah satu pintu masuk menuju jalur rahasia kota lama itu. Baik aku dan Risme tidak mengatakan apa-apa tentang pencarian Tabut. Kami hanya mengatakan tertarik dengan sejarah tata ruang kota Yerusalem.
"Mustahil sekarang menemukan dimana lokasi yang tidak di tutup atau di blokir jika menyangkut potensi jalur rahasia bawah tanah kota. Bahkan pihak otoritas Israel saja konon belum bisa menemukan pintu masuk menuju ruang bawah tanah kota untuk proyek observasi arkeologis mereka. Tapi aku bisa membuatkanmu daftar dimana saja lokasi yang tidak terjamah masifnya pembangunan jalan kota dan yang tidak berubah banyak. Aku sangat senang ada orang asing seperti kalian yang tertarik dengan hal seperti ini." Kata beliau sambil menuliskan daftar lokasinya.
Beliau juga menjelaskan panjang lebar terkait masa bakti kerja beliau, pengalaman beliau dan pemahaman beliau terkait tata ruang kota. Aku bahkan sempat menunaikan sholat Ashar bersama beliau di rumah beliau. Tanpa terasa sudah hampir sore. Sebentar lagi Maghrib dan aku harus segera pulang kembali ke Ramallah. Aku dan Risme lalu pamit pulang dan aku menyelipkan beberapa lembar uang untuk diberikan kepada tuan Hazmi. Beliau mengucapkan terima kasih dan kami berdua pun ijin pamit. Risme mengatakan telah sangat lelah hari ini. Setelah pamit dengan Risme aku kembali pulang. Sepanjang perjalanan di dalam taksi aku membuka dan mempelajari daftar yang diberikan tuan Hazmi tadi, ini benar-benar komprehensif. Dan aku tahu aku harus kemana besok. Perasaanku sangat kuat bahwa aku akan segera menemukan jalur rahasia itu.